BAB 15: Identitas Rahasia

78 16 4
                                    

"Kenapa dia memanggilmu dengan nama Rick?" Alan bertanya begitu mereka keluar dari toko hewan peliharaan. Sebuah sangkar dengan seekor burung hantu berwarna cokelat dengan suara serak melayang mengikuti mereka berjalan, sambil beruhu-uhu dengan riang karena telah dibeli.

"Itu sebenarnya singkatan namaku," Reislynn menjelaskan. "Reislynn Leodrick, kau tahu? Teman-teman sekolahku bilang namaku terlalu panjang, dan agak mirip nama perempuan, jadi mereka memanggilku Rick."

Alan mengangguk sambil bergumam mengerti. "Lalu, kita akan kemana lagi?" ia bertanya sambil melihat-lihat. Pasar itu sudah tidak seramai saat pagi, tapi tetap saja masih banyak orang yang berbelanja.

"Toko buku. Kita perlu membeli buku-buku pelajaran," jawab Reislynn.

"Toko buku yang mana?" Alan melihat begitu banyak toko buku, dan kelihatannya semuanya sudah penuh. Mungkin tidak ada buku yang tersisa.

"Ada satu yang jarang di datangi. Agak jauh dari jalan utama, tapi sudah menjadi langganan keluargaku sejak beberapa generasi. Ayo, lewat sini." Reislynn mengajaknya masuk ke dalam gang yang agak tersembunyi karena berada di antara dua pertokoan. Jalanan itu sepi dan jarang terlihat ada pengunjung. Hanya ada beberapa orang yang melintas, dan selain orang-orang itu, hanya Reislynn dan Alan yang berjalan disana.

Toko buku itu bernama "Toko Buku Jehanne", dan pemiliknya adalah seorang wanita tua dengan tangan berbonggol-bonggol dan wajah masam keriput. Rambutnya tipis dan berwarna putih seluruhnya.

"Kami ingin membeli buku sekolah," kata Reislynn kepada wanita itu saat dia bertanya apa tujuan mereka.

Wanita itu menatap Alan dari atas kebawah, memperhatikan penampilannya. Tatapannya agak ganjil. Pasti rambutnya yang bergaya undercut sangat tidak cocok dengan jubah penyihir yang ia kenakan, atau karena hal lain yang hanya dimengerti oleh wanita itu. Alan hanya bisa bertanya-tanya.

Wanita itu berpaling kepada Reislynn. "Untuk anakmu?" dia bertanya dengan percaya diri seakan itu adalah kebenaran mutlak. Alan memperhatikan, kalau wanita itu tak lagi memiliki gigi. "Aku tidak tahu kau sudah menikah. Kapan kau menikah? Pastinya 17 tahun lalu, jadi kenapa kau tidak mengundangku?"

Ucapannya yang pertama sudah terlalu sering didengar oleh mereka berdua, tetapi tetap membuat Alan lelah dan Reislynn berdecak kesal. Berbeda dengan Reislynn yang menganggap santai perkataan wanita itu yang menyalahkan Reislynn atas kesalahan yang tidak dilakukannya, Alan sedang berpikir kira-kira apakah wanita itu adalah keluarga atau kerabat dekat keluarga Reislynn. Dia tidak mungkin berkata ingin diundang dengan kesal seperti itu.

"Kalau nenek berpikir dia anakku, anggap saja begitu," balas Reislynn acuh. "Dan aku belum menikah." Alan bisa mendengar nada jengah dalam suaranya. "Aku tidak ingin berbasa-basi. Jadi, apa masih ada buku?"

Wanita tua itu menatapnya seakan Reislynn sudah melakukan hal yang buruk padanya, lalu mengangguk. "Ya, tentu," katanya sambil berbalik. Dia menggunakan tongkat kayu untuk membantunya berjalan, karena nampaknya sebelah kakinya pincang. Dia menyeretnya dengan canggung dan terkedek-kedek melintasi tokonya yang suram. "Tidak banyak yang membeli buku disini, hanya kau dan seorang anak laki-laki. Bukan yang disampingmu, tapi seorang anak laki-laki dengan mata hijau aneh yang tidak membeli apa-apa. Nampaknya orang-orang sombong itu sudah melupakan kalau aku yang menjual buku kepada mereka saat mereka anak-anak, bahkan orangtua mereka dulu. Jadi tua itu tidak menyenangkan, percaya padaku. Orang-orang akan melupakanmu begitu rambutmu memutih atau gigimu lepas."

Sambil mengikuti Reislynn, Alan melihat-lihat isi toko buku itu. Suasananya sangat suram dengan dinding, lantai, dan langit-langit berwarna hitam. Rak-rak berisi buku berdebu yang menyimpan buku-buku mantra tua terlihat begitu tua dan rapuh, dan sarang laba-laba terlihat dimana-mana. Bahkan ada tikus, dan kecoa, dan kadal yang makan tikus.

The Kingdom of AleasWhere stories live. Discover now