BAB 16; Avolire Academia

87 18 5
                                    

Hari-hari Alan dipenuhi dengan penantian akan sekolah. Rasanya seperti menunggu paket yang ia pesan lewat online. Antusias, penasaran, dan tak sabar menunggu. Ternyata dia masih harus menunggu seminggu lagi sebelum bisa mulai bersekolah. Reislynn bilang dia sudah mendaftarkan Alan, dan seminggu setelah mereka berbelanja keperluan Alan, dia akan diantar ke sana oleh Reislynn.

Hari itu adalah hari ini, tepat seminggu setelah hari itu. Alan sangat bersemangat hingga tak bisa tidur malam harinya, dan baru tertidur setelah melihat-lihat buku mantranya. Setiap malam dia membaca satu buku, mulai dari buku Mantra Standar, Jenis-jenis Kutukan, Teori Sihir Pertahanan dan buku-buku lainnya.

Sesekali, saat sedang iseng, Alan menggumamkan salah satu mantra yang ada di bukunya, sambil tangannya memegang tongkat sihirnya. Tapi, entah kenapa, tak ada yang terjadi, walaupun Alan sudah mengucapkan mantra itu dengan berbagai nada dan irama yang semakin lama semakin kedengaran aneh. Mengesalkan. Sepertinya bakat sihirnya karatan.

Sore itu, Alan yang kelewat antusias, dengan bersemangat memasukkan buku-bukunya ke dalam tas kulit yang diberikan Reislynn padanya. Dengan bibir tersenyum, Alan menumpuk buku-bukunya, dan merasa bangga melihat kesepuluh bukunya muat di dalam tas kulit itu.

Memang seperti itu fungsinya, Reislynn bilang. Tas itu akan muat dengan berapapun buku yang dimasukkan ke dalamnya, dan tetap akan terasa seringan angin. Menakjubkan, Alan berpendapat.

Alan sudah memutuskan kalau dia menyukai sihir. Yah, dia memang dilahirkan untuk itu, hanya saja dia terlambat mengetahuinya.

Barang-barang miliknya yang lain seperti baju ganti, jubah yang dipakai sehari-hari, pakaian dalam, kaus kaki, sepatu, semuanya sudah dikemas sejak beberapa hari lalu. Kini semuanya sudah rapi tersusun di bawah, di depan pintu. Reislynn menunggu di sana.

Alan mengangkat tas kulitnya, memasangnya di bahunya dan takjub mendapati tak ada beban sama sekali di bahunya seolah memang tak ada apa-apa di sana. Setelah mengambil kandang burung hantunya-Alan menamainya Chester-Alan berjalan menuju lantai bawah.

Menunggu disana, Reislynn hampir-hampir nampak seperti seorang raja. Hari ini dia memakai jubah berwarna biru dengan sulaman benang berbentuk garis-garis dan lingkaran-lingkaran perak, bukan jubah hitam seperti yang biasa di kenakannya. Rambutnya yang semula panjang sampai ke bahu, baru saja dipotong oleh "gunting" dan ditata dengan gaya belah tengah. Alan punya satu kata yang cocok untuk menggambarkannya; tampan.

"Kau sudah siap?" Reislynn bertanya padanya. "Tak ada lagi yang tertinggal?"

Sambil mengangkat kandang Chester, tempat burung hantu jantan itu beruhu-uhu dengan riang, Alan mengangguk. "Hanya sedikit tidak sabar," ujarnya sambil tersenyum. Tiga minggu tinggal bersama Reislynn sudah membuat Alan merasa begitu dekat dengannya. Tak jarang juga dia menggodanya. "Kita pergi sekarang?"

Reislynn mengangguk sambil mengeluarkan tongkatnya dari balik jubah. Dia mengarahkannya pada dua buah sapu yang bersandar di dinding dan masing-masing sapu itu terbang menuju mereka. Alan menangkap gagang sapu miliknya sebelum benda itu mengenainya.

Barang-barang Alan seperti koper berisi pakaian dan tas-tas berisi bahan-bahan membuat ramuan semuanya sudah berada di halaman. Pasti Reislynn memindahkannya saat Alan naik untuk mengepak buku-bukunya. Semalam dia membacanya lagi, dan baru bisa tidur setelah itu.

Mereka keluar dari rumah itu. Reislynn menguncinya dengan berbagai mantra dan membuat barang-barang Alan melayang. Alan sendiri sudah naik ke atas sapunya.

"Kita pergi?" tanya Reislynn sebelum naik ke sapunya sendiri.

Menghembuskan nafas sekali, Alan mengangguk. Dan mereka terbang.

The Kingdom of AleasWhere stories live. Discover now