BAB 21: Pilihan Sulit

79 9 0
                                    

Sebelumnya author mau minta maaf 🙏🙏 karena update-nya lama. Beberapa bulan terakhir ini tuh mood nulis author benar-benar lagi anjlok banget kayak kripto😟😟. Buka wattpad aja jarang.

Chapter ini singkat aja. Cuma 2000+ words. Nanti author usahain buat nulis lagi. Tapi mungkin nggak akan cepet kayak sebelum-sebelumnya yang 2-3 hari bisa satu chapter. Author juga jadi kaku mau nulis, dan agak kelupaan ama alur, jadi maafin kalo penulisan chapter ini agak beda dari chapter-chapter sebelumnya.

After all, author mau ngucapin terima kasih buat yang udah mau follow author dan baca cerita nggak jelas ini.

😋😘😉😉

Kita ketemu beberapa hari lagi.

🌿Vironite🌿

=====

Ruangan itu, atau apapun namanya, sangat berdebu dan bercahaya remang-remang. Cahaya bulan yang masuk dari lubang-lubang kecil di langit-langit cukup untuk melihat keadaan di sana, walaupun tak banyak yang bisa dilihat. Dan sebenarnya, kekosongan itu terlihat lebih baik.

Alan tak tahu dia berada di mana, tapi dia merasa tempat itu mengeluarkan aura dingin dan mencekam. Dia bahkan tak tahu bagaimana caranya dia berada di tempat yang agak menyeramkan ini. Rasanya seperti saat dia turun ke ruang bawah tanah di rumahnya yang dulu, saat dia masih kecil.

Ruangan itu berbentuk persegi dengan gerbang melengkung bukaan lorong di masing-masing sisi. Setiap bata yang menjadi dinding tempat itu mengandung rune yang berbisik dengan cepat dan muram. Seperti suara-suara tua yang lirih dan lelah.

Untuk sesaat, rasanya Alan tak melihat apapun selain kehampaan dan debu. Tapi dia lalu melihatnya.

Seolah muncul dari kehampaan, di tengah ruangan itu, di bawah pancaran cahaya bulan yang dihiasi debu-debu yang beterbangan, berdirilah sebentuk patung.

Sebentuk patung beku dengan jantung hitam yang berdetak di dadanya.

Deg, deg deg!

Alan mendengar suara detak jantung itu. Perlahan semakin keras dan cepat.

DEG DEG DEG!

Jantung itu berdetak seakan ingin memecahkan patung beku itu dan keluar darinya.

DEG, DEG, DEG!

Alan merasa dia berbalik, tapi rupanya dia tidak memiliki jiwa. Tapi anehnya dia tidak merasa bingung, seolah memang seharusnya itu yang terjadi. Hanya saja dia merasa ketakutan dengan detak jantung itu, seakan-akan itu adalah sebuah pertanda buruk baginya.

Alan melihat pada salah satu lorong di depan patung itu, muncul dua buah bola hijau menyala. Terdengar suara jeritan bernada tinggi dari belakangnya, lalu Alan terbangun, gemetar dan berkeringat.

Selimutnya sudah berada di kakinya, dan seprai di bawahnya sudah kusut tak karuan. Sepertinya Alan meremasnya saat bermimpi tadi.

Hanya mimpi, batin Alan lega. Sekilas perasaan takut menyergapnya bahwa itu bukan mimpi. Dia mengangkat wajahnya dan memandang ke samping. Kelambu oranye yang mengelilingi tempat tidurnya tertutup, tapi dari kain tipis itu Alan bisa melihat kalau saat ini masih malam. Suara ribut dari burung hantu masih terdengar dari kejauhan, diiringi dengan suara serangga dan katak, juga suara arus sungai yang mengalir halus di bawah sana.

Alan menenangkan pikiran dan detak jantungnya, terus-menerus mengingatkan dirinya kalau itu hanya mimpi, bahwa itu bukanlah sesuatu yang harus ditakuti, lalu berbaring kembali. Dia bergerak resah, menarik selimutnya lagi, lalu menutup matanya dan tertidur sampai pagi.

The Kingdom of AleasWhere stories live. Discover now