10. Kemuning dan Sepatunya

1 0 0
                                    


10 Juli 2022

Hai, Jack!
Malam ini, aku banyak merenung. Sumpah, aku tidak bisa tidur walau sekejap, kantukku entah menguap kemana. Mungkin tertinggal di menara masjid dan enggan turun menuju kamarku. Saat aku mengambilmu dari bawah kasur, jam di ponselku enunjuk waktu di hampir menuju pukul 12 malam. Lima jam lagi azan subuh berkumandang.

Ngomong-ngomong Salat Subuh, kamu tahu siapa yang jadi modin masjid? Aku sendiri tidak tahu. Suaranya enak terdengar dengan langgam yang mengingatkanku pada azan di televisi, begitu halus dan menyentuh relung hati. Aku jadi terkenang masa SD dulu. Walaupun tongkrongan begini, aku jago dan juara lomba azan se-kecamatan. Nanti deh, kucari foto-foto waktu itu dengan pialanya. Sepertinya aku harus tahu dia, setidaknya kenal wajahnya.

Jack, dalam sepuluh hari ini, aku banyak menemukan hal-hal baru dan asing dengan duniaku. Atau, mungkin saja pernah terjadi di sekitarku, dekat dengan kehidupanku, tetapi aku tidak peduli dan masa bodoh dengan hal itu. Bisa jadi, karena aku tipe orang yang lebih senang pergi ke pegunungan dan laut, serta hutan dan pedalaman daerah yang tidak terlalu berhubungan dengan orang lain. Teman sejatiku hanya keheningan dan suara-suara alam. Mataku lebih banyak untuk melihat pohon, air, langit biru, dan hamparan rumput.

Jack, mungkin benar kata Bapak. Aku terlalu terlena dengan duniaku sendiri. Aku terlalu cuek, apatis dengan masa depan, sementara usia semakin berjalan meninggalkan masa. Seharusnya aku mulai membenahi diri. Kadang, kasihan melihat Ibu. Beliau memang tidak langsung berbicara kepadaku, tetapi setiap mendengar teman-teman sekolahku sudah menikah, punya kehidupan lumayan, dan mereka bekerja di tempat yang menjanjikan atau memiliki usaha sendiri, Ibu sering melamun. Meskipun bibirnya tersenyum, mata Ibu tidak bisa membohongi isi hatinya. Ada kecemasan sekaligus pengharapan. Namun, yang aku bangga dari beliau yaitu tidak pernah mengatakan kejelekanku di depan orang-orang sana.

"Aryo anak baik, tidak pernah jahat dan mengecewakan keluarga. Suatu saat dia akan menemukan kehidupan terbaiknya."

Selalu itu yang dikatakan Ibu saat orang-orang mulai penasaran dan bertanya-tanya. Sedang aku? Aku tidak menyadari apa yang tersirat dari kata-kata yang diungkapkannya.

Jack, rasanya aku ingin menangis saat menulis ini. Sumpah, pandanganku jadi mengabur. Sebentar, Jack. Aku ingin menjeda dulu tulisan, biarkan aku menarik napas panjang dan menuntaskan bulir -bulir bening ini mengalir.

*****

Hai, Jack,
Aku balik lagi menulis di lembaran putihmu. Hmm ... Kertasmu sedikit bergelombang permukaannya, air mataku tadi sempat membasahimu ya, Jack? Aku ternyata semelankolis ini rupanya, padahal orang lain menganggapku manusia keras, susah diatur, dan punya prinsip. Katanya juga aku makhluk batu yang harusnya dibawa ke pabrik penggilingan. Heran, bagaimana mereka bisa punya pemikiran seperti itu. Aku merasa biasa saja.

Begitulah manusia, terkadang memandang orang dari luarnya saja. Bukankah kulit pembungkus tidak menyiratkan isi yang sesungguhnya?

Jack, tadi pagi menjelang siang, aku dipanggil Pak Haji Romli lagi. Menurut beliau, anaknya yang kuliah di Malang sedang ada di rumah. Ada dua pasang sepatunya yang ingin diperbaiki. Berhubung hari ini masih Iduladha, aku belum berkeliling lagi. Mungkin, besok aku mulai lagi.

Permintaan Pak Haji segera kutunaikan setelah beberapa pasang sepatu milik keluarga Pak Rendra kukirimkan ke rumahnya. Kemarin, setelah pulang dari rumah Anneke, tidak sengaja bertemu beliau dan memintaku mereparasi sepatu-sepatu itu. Semalaman kuperbaiki sambil mendengarkan musik dan ditemani kopi panas. Lumayan, Jack, bapak pemilik bengkel itu memberiku dua ratus ribu untuk enam pasang sepatu.

Jack, anaknya Pak Haji Romli itu rupanya perempuan. Aku pikir dia itu laki-laki karena alas kakinya terkesan macho dan memang model pria. Sepatu sneakers dan boot kulit. Mana ukurannya cukup besar pula, 41. Gede 'kan? Kamu tahu, seperti apa modelan anak si Bapak Haji itu? Anak perempuan bergamis dengan kerudung panjang dan lebar!

Aku sempat heran, kok bisa, ya? Biasanya perempuan berhijab seperti itu lebih suka tampilan sepatu yang manis, ada pita, bersol rendah, dan berwarna merah muda.   Pokoknya kesan gadisnya terlihat. Ini sih ....

Meskipun begitu, dia sangat sopan dan terkesan hati-hati. Kulit putihnya, alis tebal, dengan hidung mancung khas perempuan Sunda yang pernah kulihat di tivi atau model majalah.

Saat mendekatiku, wajah gadis itu menunduk dan sedikit mengambil jarak. Kakinya tertutup kaos kaki. Ih, ini mah gambaran ukhti-ukhti yang betah di masjid, senang belajar, dan rajin ikut pengajian. Calon bidadari surga kalau kata orang-orang mah. Pasti jago ngaji dan rajin salatnya. Oh ya, namanya Kemuning.

Stt ... Jack, aku tahu namanya itu karena Pak Haji memanggil Kemuning sesaat setelah aku menanyakan kerusakan sepatu yang ingin diperbaiki. Si Kemuning juga kayaknya suka banget baca buku, buktinya beberapa buku tebal dibacanya dengan serius.

"Mas, Mas ... Jangan melamun! Itu sepatu saya kenapa dipeluk begitu?"

Ya ampun, Jack! Aku kaget saat itu. Bayangkan! Gadis yang kuperkirakan lembut dan suaranya mendayu-dayu saat berbicara, ternyata pengikut aliran rock and roll, bukan pop melankolis. Aku langsung tersadar mendengar tuturan dari bibirnya, melengking. Dan benar! Benar sekali apa kata Kemuning. Aku tengah memeluk sepatu-sepatu dengan pandangan lurus tepat ke wajah gadis itu. 

Jack, aku malu saat itu. Lagi pula, apa yang aku pikirkan? Sepatu yang tidak sesuai dengan tampilan pemiliknya atau wajahnya yang lumayan cantik bermata teduh. Ya, betul, matanya terlihat seperti itu, sewaktu kami bersirobak setelah dia mengagetkanku.

Ya ampun, Jack!
Ada apa lagi denganku? Jangan sampai aku salah memarkirkan hati lagi. Bisa-bisa kejadian dengan Anneke terulang kembali.  Pokoknya, aku tidak ingin tergoda lagi. Belum saatnya, maksudku. Saat ini aku hanya ingin menyelesaikan permintaan Bapak, baru juga sepuluh hari dari tigapuluh hari yang ditentukan.

Bye, Jack!
Aku mengantuk. Sampai besok malam. Akan kutuliskan lagi kisah lain.

JEJAK LANGKAH SI TUKANG SOL SEPATUWhere stories live. Discover now