14. Tentang Mala (part 2)

1 0 0
                                    

14 Juli 2022

Jack, malam ini kulanjutkan lagi cerita tentang Mala ya. Gadis cantik bermata sipit, calon perawat. Sekarang aku sudah santai dan selesai makan. Tadi dapat uang lumayan banyak setelah mereparasi sepatu punya Babah Acim, itu pemilik toko material di depan jalan besar.

****

Jack,  setelah mendapat restu dari Gabriel, aku punya keyakinan besar, pasti gampang mendapatkan hati gadis itu. Masih kuingat perkataan Mala beberapa waktu sebelumnya. Bahwa dia mudah luluh jika ada laki-laki yang menyukainya bisa dekat dengan keluarga.

Coba bayangkan, Jack! Aku cukup dekat dengan Gabriel, akrab juga dengan ayah dan ibunya. Nenek dan kakeknya, jelas-jelas penggemar baruku, apalagi saat kuperlihatkan foto Hyun Bin yang mirip wajahku, eh, wajahku yang mirip bintang drama Korea itu. Lalu, apalagi yang kurang? Tidak ada sama sekali!

Namun, semuanya itu belum cukup, Jack. Mala tenyata tidak mudah kutaklukan. Dia itu jinak-jinak merpati. Seperti gampang didekati, tetapi sangat sulit ditebak.  Ditambah lagi, sainganku banyak. Tak hanya teman kuliahnya atau mahasiswa universitas lain, beberapa pengusaha muda, polisi, dan tentara pun ikut antri.

Waduh, aku kalah saing. Mereka lebih menjanjikan buat masa depan. Aku pun memutar otak.

Jack, saat kukeluhkan tentang Mala kepada Gabriel, lelaki itu hanya tertawa. Dia bilang jika restu sudah didapat, belum tentu semudah membalikkan tangan untuk mendapatkan hati Mala karena dia tahu siapa adiknya. Namun, Gabriel percaya aku bisa melaluinya dan memintaku untuk berjuang. Entah alasan apa dia berbicara seperti itu. Entah itu suport sebagai seorang teman atau sekadar alasan karena  tidak enak hati untuk menolakku.

Jack, suatu sore aku memutuskan untuk mengunjungi rumah nenek dan kakek Mala. Kebetulan Gabriel sedang ada kerjaan lain, sementara Mala berada di rumah temannya. Sengaja aku ke sana agar bisa mendekati orang tua itu.

Kamu tahu, Jack? Aku mengajak mereka bersekongkol! Kuminta Nenek dan Kakek menjadi pendukungku untuk mendapatkan Mala dan menolak para lelaki yang datang ke rumah.

Berbagai jenis makanan kesukaan keduanya aku bawa, Jack. Tak lupa, Kakek kupijit kakinya sambil mengobrol. Nenek, apalagi yang disukainya selain memelihara tanaman hias. Saat itu kubelikan bunga keladi White Queen dan aglonema Harlequin. Lumayan menguras tabungan, Jack. Tak kenapa lah, yang penting aku punya pendukung setia untuk mendapatkan target hati. Dan ... Kedua sepuh itu senang dan siap saat kukatakan sedang berusaha meluluhkan cucu tercintanya.

Setelah itu lancar? Oh, tentu tidak, Jack. Mala justru bercerita kepadaku jika dia tengah dekat dengan seorang anggota TNI. Sialan! Kenapa pula aku harus bersaing lagi dengan hal-hal berbau militer, sih? Dulu aku putus dengan Sarah karena gadis itu masuk dunia itu. Aku mengalah. Lalu Mala, kenapa juga, memilih laki-laki berseragam loreng? Apa karena gagah dan keren, meskipun gajinya yang kutahu standar saja. Masih lumayan aku yang sudah memiliki usaha palugada saat itu.

Tahu kan, apa arti palugada, Jack? Palugada itu, istilah bisnis buat penyedia barang jenis apa pun sesuai permintaan pelanggan. Dari terasi sampai mobil mewah, ibarat kata, bisa kucarikan dan biasanya ada sampai si pembeli puas.  APA yang LU mau, GuA aDA.

Jack, awalnya aku hendak menegur tentara itu, tetapi kuurungkan. Kenapa? Aku bukannya takut padanya, tapi setelah dipikir masak-masak, rasanya tidak elegan buat seorang Aryo. Apalagi, kutahu, tentara itu masih muda, tiga tahun di bawahku, dua tahun di atas Mala. Masih cinta-cintaan anak baru gede. Lagi pula, perjalanan mereka ke jenjang serius masih jauh. Namun, tak urung juga membuatku cemburu, Jack.

Sampai akhirnya, aku menempatkan diri sebagai seorang kakak buat Mala saat itu. Justru, disitulah nilai tertinggiku, Jack. Mala semakin mendekat dan selalu bercerita apa pun. Aku, selalu jadi penyedia telinga dan bahu saat gadis itu bercerita dalam senang dan sedihnya. Apalagi, Mala jarang bertemu dengan tentara itu karena dia ditugaskan di Papua sana.

Yeah, Jack. Pucuk dicinta ulam tiba. Benar 'kan apa kataku. Doaku terkabul. Mala tidak lama bersama prajurit itu, mereka putus. Katanya, sih, terlalu banyak perbedaan dan kendala. Kembali dia bercerita. Aku hanya bisa menguatkan dan memberinya nasihat. Sesekali kuajak makan dan jalan. Atau, aku mengantarkannya kemana pun selama tidak ada hal yang harus dikerjakan. Hingga akhirnya, kuputuskan untuk mengungkapkan perasaan yang sebenarnya.

Jack, aku datang ke rumahnya dengan baju dan penampilan baru. Pakai motor baru pula. Saat itu, aku kembali bersekongkol dengan Kakek dan Nenek. Mereka selalu mendukung asalkan ada buah tangan. Hmm ... Kubayangkan jika malam itu Mala akan menerima cintaku. Kami akan menjadi sepasang kekasih. Persis pasangan di drama Korea. Namun, aku harus kembali menelan pil pahit, Jack. Kesal sekali. Duh Mala, kenapa harus ada laki-laki lain lagi, sih?

Mala punya pacar baru lagi, Jack! Laki-laki itu datang lima menit setelah aku datang. Rasanya, ingin kudamprat atau kutonjok sekalian.  Kata Mala, pacar barunya itu calon dokter tingkat akhir. Pantas, dengan gaya sedikit kaku, pendiam, berkacamata, dan cara bicara seperlunya, sudah cocok dengan profesi itu. Apa bisa dia menyeimbangkan diri dengan Mala yang  gampang akrab dengan siapa pun dan banyak bicara itu?

Sejak malam itu, aku kemudian menjauh dari Mala. Sengaja kusibukan diri agar tidak terlalu fokus dengan perasaanku yang tengah carut marut. Entah bagaimana rasanya saat itu.  Hatiku kembali sakit dan tidak ingin dekat dengannya. Rasanya aku tengah dipermainkan. Mala hanya dekat denganku jika butuh. Aku tidak ingin jadi tempat pelampiasan saja.

Namun, sikapku yang menjauh, membuat Mala justru semakin mendekat. Dia setiap hari menelepon dan mempertanyakan perubahan sikapku. Bahkan, beberapa kali mengajak jalan atau bertemu. Semuanya kuabaikan. Tak satu pun pesannya kubalas, Jack. Biarlah dia dengan dunianya dan aku dengan kehidupanku. Toh, dia sudah memilih dan tidak memahami perasaanku. Sepertinya aku bertepuk sebelah tangan.

Hingga akhirnya, aku mendapat undangan pertunangan Gabriel. Andai tidak ditelepon anak itu dan juga Kakek, rasanya aku malas,  Jack. Malas untuk datang ke gedung tempat acara karena pasti ada gadis itu di sana. Supaya tidak iseng, kuajak Raisa, adik sepupuku yang datang dari Bandung. Raisa secantik Raisa penyanyi terkenal itu, Jack. Apalagi tubuhnya tinggi langsing seperti model. Kukatakan padanya supaya mengaku pacarku di tempat Gabriel. Sengaja, biar aku pamer punya pacar dan tidak ada yang menganggap jomlo. Tidak sia-sia membelikan Raisa baju di Thamrin City.

Jack, ceritanya kusambung lagi besok ya. Ada Kemuning di depan pintu dengan Mak Sri. Entah mau apa gadis itu malam-malam begini. Sudah ya, Jack. Bye.

JEJAK LANGKAH SI TUKANG SOL SEPATUWhere stories live. Discover now