15. Tentang Mala (part 3)

1 0 0
                                    

15 Juli 2022

Halo, Jack
Semoga kamu tidak bosan membaca tulisanku ini. Entahlah, rasanya lebih suka menulis untuk mengeluarkan unek-unek dibandingkan harus berbicara langsung. Kamu 'kan tahu, kalau aku ini tipe orang introver. Lebih senang menyendiri untuk me-recharge diri.

Selain itu, aku pintar dan lancar sekali kalau bicara dalam hati, giliran bicara lewat mulut, langsung belibet. Mungkin, harus ada mentoring khusus mengenai public speaking. Makanya wajar ya, Jack, kalau aku putus dengan Sarah karena tidak bisa mempertahankan hubungan dan juga susah mendapatkan hati Mala.

Oke, Jack. Aku lanjutkan cerita kemarin, tentang Mala.

Aku dan Raisa datang ke acara pertunangan Gabriel dan Ratu saat itu.  Acaranya sore menjelang malam, berkonsep garden party, konsep yang memang disukai keduanya. Menarik sekali. Kudengar, Ratu yang menangani langsung acara itu tanpa melibatkan orang tuanya. Gabriel hanya memberi masukan seperlunya saja.

Ah, Jack, kusuka penataan ruang terbuka dan pemilihan warnanya. Aku membayangkan, jika suatu saat akan berada di tempat seperti itu bersama seseorang yang kucintai.

Oh ya, Jack, aku ceritakan sedikit tentang Ratu. Meskipun gadis metropolitan, lahir dan besar di Jakarta, dia tipe perempuan yang senang berada di alam, natural dan sederhana katanya. Bahkan, tanpa manja atau mengeluh, Ratu bisa mandi di sungai meski airnya kotor atau makan bersama beralaskan daun dan berlauk ikan asin. Yup, betul sekali. Berbagai jenis ikan asin di pasaran pernah dia masak dengan cara dibakar atau dimasukkan langsung ke nasi liwet saat ikut petualangan.  Dia kurang menyukai dunia hura-hura atau kehidupan hedonis yang sebagian besar diiikuti gadis kota besar.

Saat acara berlangsung, kulihat keduanya sangat serasi dan bahagia. Tamu yang datang, hampir sebagian besar adalah teman-teman petualangannya yang tersebar di berbagai kota. Cukup banyak juga yang kukenal dan rata-rata mereka membawa pasangan masing-masing. Maka, kehadiran Raisa yang mendampingiku tidaklah sia-sia. Bahkan kuwanti-wanti kepada gadis itu untuk berpura-pura sedikit mesra agar terlihat sebagai pasangan kekasih.

"Aa, Icha mau aja disuruh mesra sama Aa, asalkan nanti dibeliin tas sama sepatu, ya. Tenang, Icha mah jago akting. Di sekolah aja dulu suka ikut drama di panggung. Icha tau, Aa nyuruh begitu pasti buat manasin cewek yang datang, yang pernah Aa sukai tapi enggak respon kan?"

Aih, si Raisa, ada saja yang dimaunya. Padahal sudah kubelikan baju yang dipakai ke acaranya Gabriel. Mana mahal lagi. Tahu pula niatku membawanya ke sana untuk menunjukkan kepada Mala jika aku juga memiliki pasangan. Aduh, Jack. Si Raisa memang bisa aja mencari kesempatan dalam kesempitan kakak sepupunya. Namun, tak urung aku hanya bisa mengangguk saat itu.

Jack, sesuai dengan dugaanku. Di sana ada keluarga Gabriel, termasuk Mala, kakek dan neneknya. Kakek dan Nenek senang melihatku. Mereka mengatakan betapa rindunya padaku karena sudah cukup lama tidak datang ke rumah. Kukatakan jika nanti pasti akan kembali berkunjung. Sempat pula Nenek mempertanyakan kedekatan Raisa denganku. Bagaimana pun juga, Nenek belum ikhlas rupanya jika aku tidak mendekati Mala kembali. Raisa memang pintar berakting dan luwes pembawaannya, pertanyaan Nenek dijawabnya sesuai keinginanku. Aku yakin, Nenek akan mengadu kepada Mala.

Jack, aku jahat ya, saat itu. Nenek pasti bercerita langsung kepada Mala tentang hubunganku dengan Raisa. Justru, itu yang kuharapkan, melihat reaksi gadis itu setelah tahu jika aku sudah memiliki pasangan. Namun, kulihat Mala biasa saja. Ekspresi wajahnya datar, meskipun kulihat dari sudut mata, dia berusaha beberapa kali mencuri pandangan padaku. Dia juga tidak mendatangiku atau sekadar menyapa dengan suara lincahnya seperti dulu. Kami saling diam. Mungkin dia tidak enak kepada Raisa.

Sebal, Jack! Aku masih ingat, saat itu aku yang sewot. Niat memanasinya, tetapi hatiku yang terbakar ketika beberapa pemuda menggodanya.

Jack, rasanya ingin menculik Mala dari gangguan jomlo-jomlo tak tahu diri itu. Mereka menebar pesona dengan segala rayuan ciri khas para playboy. Duh, andai kata bisa mengubah diri menjadi pangeran berkuda putih seperti film-film fantasi Disney, sudah kubawa pergi gadis itu menjauh. Aku merasa, Mala juga tidak nyaman. Beberapa kali dia memandangku, tetapi tidak ada kata yang keluar dari bibirnya.

Aku ingat sekali, Jack. Saat itu kuputuskan pergi dari tempat itu. Aku menyingkir ke tempat sepi, menjauh dari keramaian. Tidak nyaman aku berada di tempat itu. Sepertinya energi, mental, dan emosiku terkuras. Aku suka keheningan. Raisa meminta izin untuk naik ke pojok musik dan menyumbang beberapa lagu.

Entah berapa lama aku menyendiri seraya memandang langit malam bertabur bintang. Kulihat Gabriel dan Ratu tengah bernyanyi diiringi petikan gitar teman-teman pendaki gunung. Tak kulihat Mala di sana. Kemana gadis itu?
Sedikit resah, aku keluar dari tempat itu dan berniat mencari Mala. Perasaanku tidak enak.

Jack, setelah mencari dengan perasaan gundah, kutemukan gadis itu tengah duduk di sebuah taman yang menghadap ke kolam hias. Tubuhnya membelakangiku. Segera kudekati karena takut terjadi sesuatu. Mala terlihat termangu.

Jack, kudengar isakan, pelan sekali. Ada apa dengan Mala? Kupanggil gadis itu. Mala menoleh kaget. Gadis cantik itu matanya sembab dengan hidung memerah. Dia menangis tanpa kutahu apa penyebabnya. Padahal, hari itu hari kebahagiaan abangnya. Tiba-tiba, Mala memelukku erat. Kemejaku basah karena air matanya.

"Bang Aryo, Mala sebenarnya cinta sama Abang. Kenapa Abang enggak ngerti, sih? Emang Abang enggak punya perasaan sama? Mala sengaja manasin Abang dengan dua cowok, biar Abang cemburu dan terus ngejar Mala. Tapi Abang cuek aja, malahan ngejauhin, sekarang bawa cewek cantik ke sini. Mala cemburu, Bang!"

Jack, sumpah! Ingin rasanya terbang tinggi ke langit malam, bersalto di antara bintang-bintang, dan mengabarkan kepada dunia jika aku pun memiliki perasaan sama kepada gadis itu. Bahagia sekali hatiku Kucatat dalam hati, aku harus mengikat hati Mala malam itu juga. Harus! Namun, aku masih menggodanya. Ingin tahu jawaban jujurnya. Wajahnya begitu menggemaskan kala cemburu. Kukatakan bagaimana dengan Raisa?

"Putuskan dia! Bilang, Abang cuma cinta Mala."

Jack, bisa kamu tebak 'kan setelah itu?
Ya, kami akhirnya resmi pacaran hingga saat ini. Hubungan kami naik turun. Wajar, perbedaan usia juga mempengaruhi. Pola pikir kami juga berbeda. Namun, satu hal yang patut kuacungkan jempol, Mala tidak pernah menuntutku menjadi apa yang dia mau. Dia juga tidak pernah mempersoalkan kondisiku yang belum stabil dalam pekerjaan dan finansial. Dia hanya bilang bahwa kami harus berjuang bersama-sama demi masa depan.  Alhamdulillah.

Oke, Jack! Sampai di sini tulisanku malam ini. Besok akan kuceritakan lagi cerita lain.

Bye, Jack. Selamat malam.

JEJAK LANGKAH SI TUKANG SOL SEPATUWhere stories live. Discover now