18. Pancarona ( Part 2)

0 0 0
                                    

18 Juli 2022

Selamat malam, Jack.
Kulanjutkan lagi cerita kemarin ya. Semoga malam ini tidak ada gangguan apa pun.

Wanita itu mengenalkan dirinya dengan nama Mbak Purnama, Jack. Sebuah panggilan yang kurasa sedikit tidak sopan dan tidak pantas diberikan padanya. Seharusnya aku memanggilnya Ibu. Namun, dia tidak mau dipanggil dengan sebutan atau setara itu.

"Panggil aku Mbak saja."

Saat itu, aku hanya mengangguk dan segera mereparasi sepatunya. Dia duduk di sofa bagus terasnya, tidak jauh dari tempatku berada. Sepasang mata milik pudel cokelat dengan pita-pita lucu di bulu kriwilnya menatap sayu. Binatang itu pasrah dalam dekapan Mbak Purnama. Rumah yang ditempatnya terasa sepi. Entah kemana penghuni lainnya. Aku hanya melihat sekilas seorang perempuan berkursi roda dari balik gorden kaca depan.

Jack,  wanita itu kutaksir usianya sekitar limapuluh tahunan. Namun, tubuhnya masih terlihat singset dan  kencang. Cara berpakaiannya tidak beda jauh dari perempuan muda zaman sekarang. Kaos ketat hijau pupus berpadu celana kulot tiga perempat, dengan rambut berwarna kemerah-merahan digulung ke belakang. Jack, aku sampai berpikir dalam hati jika  dia adalah pengabdi skincare, kosmetik, dan fesyen.

Jack, beberapa menit berlalu. Aku hampir saja menyelesaikan pekerjaan. Sayang, hujan turun dari langit datang tiba-tiba, mengguyur deras tanpa meninggalkan tanda sebelumnya. Aku terjebak dalam ruangan yang sama. Wanita itu memintaku tinggal sejenak dan menyuguhkan kopi hitam panas yang melenakan penciumanku. Tidak ada cara untuk mengelak, di luar sana, jalanan dibanjiri air hujan hingga mata kaki. Anak-anak kecil bersuka cita tanpa menghiraukan teriakan para ibu yang khawatir mereka terperosok ke solokan dalam.

"Beberapa laki-laki muda senang datang ke sini, Mas. Mereka rela merogoh kocek lebih dalam agar bisa berlama-lama denganku. Padahal aku hanya menyuguhkan secangkir kopi seperti yang kamu minum dan sepiring kecil pisang goreng panas atau kudapan lain. Entahlah, bagi mereka, aku ini setara dengan dokter yang mengobati pasien. Setiap kepulangan mereka membawa kebahagiaan."

Begitulah kata-kata yang terucap dari bibirnya. Keajaiban apa yang ditorehkan wanita ini sampai laki-laki muda begitu mudah mendatanginya? Jack, aku tidak mengerti dengan apa yang dikerjakannya kepada para pemuda itu. Ingin kutanyakan, tetapi lidahku terasa kelu. Ungkapan tak lazim ini begitu ajaib terdengar di telinga.

Sepanjang waktu dia banyak bercerita tentang kehidupannya, masa sekarang dan masa lalunya yang kelam dan penuh kesedihan. Sesekali kulirik wajahnya yang terkadang sendu dengan mata menerawang, seolah menyimpan beban berat di balik wajah ceria.

Jack, aku seperti terikat dengan cerita dan kehidupannya. Ada hal ajaib yang tidak kumengerti. Sebuah perasaan  menghayutkan, sentimental, dan aneh rasanya. Dari bibirnya, mengalun sebuah cerita tentang sepenggal kehidupan yang dilaluinya bersama sang suami sekian puluh tahun lalu, laki-laki yang datang meminang di saat kehidupannya penuh penderitaan. Laki-laki yang dianggap keluarganya sebagai malaikat kiriman Tuhan untuk mengubah gadis miskin menjadi perempuan terhormat. Sejumput mimpi telah ditorehkan kepada laki-laki yang diharapkan menjadi tempatnya bersandar dan berlindung.

"Baru saja menikah beberapa bulan, aku baru tahu pekerjaan suamiku. Dia pemabuk, gila judi, dan melayani perempuan-perempuan kaya yang kesepian. Saat kekurangan uang, dengan santai aku dimintanya melayani beberapa laki-laki di sebuah hotel. Usiaku waktu itu awal duapuluhan, masih polos."

Jack, saat aku mendengar semuanya, aku tak percaya. Begitu kejamnya dunia kepada Mbak Purnama? Kesalahan apa yang dia miliki sampai akhirnya Tuhan memberikan ujian yang begitu berat? Aku pernah membaca kisah seperti ini, tetapi tidak menyangka akan bertemu orang yang mengalaminya. Berharap bertemu kebahagiaan, nyatanya kesengsaraan semakin membelenggu. Dia tak berani berbicara kepada kedua orangtuanya, hanya bisa pasrah menerima keadaan. Hingga akhirnya, satu nyawa mengisi rahimnya.

Jack, hatiku terenyuh kala wanita itu dengan wajah bahagia berkisah tentang kehadiran malaikat kecilnya. Seperti hati dan perasaan ibu lainnya, Mbak Purnama menjaga kandungannya meskipun dia tidak yakin jika itu benih dari suami atau laki-laki yang pernah menidurinya. Dia hanya tahu, mahluk kecil itu adalah cahaya yang dikirim Tuhan untuk kebahagiaan yang selama ini dicarinya. Apakah setelah itu Mbak Purnama terbebas dari intimidasi sang suami? Tidak, Jack. Justru dia semakin dilemahkan dan dilecehkan.

Jack, keajaiban datang menyongsong wanita itu. Entah kekuatan apa yang membuatnya harus menentukan sikap demi masa depan. Dia memutuskan melakukan hal di luar nalar. Dia melenyapkan nyawa sang suami saat tertidur setelah sebelumnya kalah berjudi dan mabuk-mabukkan. Menjauh, melindungi berlian dalam kandungan, sekaligus menggenggam ketakutan teramat besar membawa dirinya berpindah dari satu kota ke kota lain. Hingga akhirnya, pelariannya berakhir di sel dingin dan menyesakkan jiwa.  Namun, dia masih bisa merasakan kasih sayang Sang pencipta, putrinya lahir meski dengan kondisi yang memprihatinkan dan memiliki cacat bawaan pada kakinya.

Jack, rasa dendam dan amarah masih menggelayut dalam jiwa. Meskipun kebebasannya telah direngkuh, dia telah kehilangan semuanya. Pun kedua orangtuanya meninggal karena kesedihan yang mendalam dan perasaan bersalah kepada wanita itu. Tak ada lagi yang dia tuju dalam hidup ini. Hingga akhirnya, dia menjerumuskan diri kembali ke lembah hitam.

Dunia dalam genggamannya dengan harta yang melimpah. Sayang, dia tidak segera berlari menuju cahaya kebaikan saat seseorang ingin menjahit masa lalunya. Dan, waktu telah menenggelamkan pada akhir usianya.

"Aku ingin bertobat. Masihkah Tuhan memberiku kesempatan yang penuh jelaga menjijikan?"

Saat itu aku hanya terpana mendengar pertanyaannya, Jack. Kenapa harus kepadaku pertanyaan itu dilontarkan? Aku tidak memiliki kekuatan ajaib yang bisa mempengaruhi seseorang untuk kembali insaf. Aku juga manusia yang penuh kekurangan. Mungkinkah dia tersentuh saat kukatakan sesuatu saat dia bertanya mengenai keluarga?

Jack, kuungkapkan pada wanita itu jika aku memiliki ibu yang selalu mendoakan anaknya dalam setiap sujud di keheningan. Doa-doa itu yang selalu menerangi jalan kehidupan. Setiap ibu akan menjadi tangan Tuhan yang bisa mengubah masa depan.

Semoga, Mbak Purnama menemukan jalannya, Jack. Sore itu aku keluar dari rumahnya yang bagus dengan pagar tinggi menjulang. Langit kembali bersinar dan hujan pun mereda. Amplop putih menyertai kepergianku. Entah berapa isinya, aku belum membukanya. Sesaat sebelum aku beranjak dari tempat duduk di rumahnya, seraut wajah dari balik gorden itu terlihat menangis dan menganggukkan kepalanya kepadaku. Aku hanya bisa tersenyum.

JEJAK LANGKAH SI TUKANG SOL SEPATUWhere stories live. Discover now