#16 Trust Me

137 14 0
                                    

#30DaysWritingChallenge Day 16: Something that you regret not doing in last year.

Dia udah berubah. Berubah ke arah yang lebih baik, pastinya.

Mata gue nggak bisa lepas ngeliat dia yang sekarang lagi jongkok. Berdoa di depan makam adeknya yang meninggal satu tahun yang lalu. Gue cuman bisa ngeliatin dia dari jauh. Gue udah denger semuanya. Gue tau semua tentang dia.

Satu tahun. Nggak terasa selama itu juga gue pergi dari hidup dia. Nggak ngasih kabar sama sekali ke dia. Dia pasti benci banget sama gue. Gue tau, dia pasti udah mutusin hubungan kita secara sepihak.

Gue nyesel. Gue nyesel satu tahun yang lalu gue nggak ngabarin dia dulu, kalo gue pindah kuliah ke Australia. Demi dia, gue rela ninggalin semua kebiasan buruk gue. Gue tinggalin semua cewek-cewek gue yang lainnya. Dia spesial.

Tiba-tiba aja dia berdiri. Udah selesai berdoa buat adeknya. Dia lalu berjalan ke arah gue. Keluar pemakaman. Ini saatnya. Gue harus sapa dia. Harus.

"Hai Cindy." Dia yang keget disapa tiba-tiba cuman noleh sebentar. Dan ketika mendapati gue yang menyapanya, dia langsung berlagak nggak kenal. "Gue minta maaf."

"Bagusnya lo nggak usah muncul lagi aja di hidup gue." Cindy ngeliat gue penuh kebencian. Gue bisa ngerti. "Hidup gue udah bahagia tanpa lo, Bayu."

"Gue tau." Dia buang muka. "Congratulation ya. Gue denger lo diundang buat fashion show di Paris seminggu yang lalu. Lo emang hebat."

"Thanks." Dia menjawab tanpa minat.

"Gue juga turut berduka cita ya atas meninggalnya Tiara."

"Thanks."

Gue nggak tau harus ngomong apa lagi. Gue nyesel. Gue bener-bener nyesel.

"Nggak ada yang mau lo omongin lagi kan?" Cindy buka suara. "Kalo gitu gue duluan ya." Tanpa nunggu jawaban gue dia langsung berlalu.

Gue langsung tangkep tangannya Cindy biar dia nggak pergi. "Gue minta maaf. Serius."

"Nggak segampang itu," katanya tajem. "Lo ilang. Terus tau-tau sekarang balik lagi dan minta maaf gitu aja. Lo pikir gampang?"

Kata-katanya langsung tepat sasaran. Rasanya nggak mungkin kalo gue nggak jelasin semuanya dan langsung minta maaf gitu aja. "Gue bakal jelasin semuanya."

"Nggak perlu."

"Gue perlu."

Cindy mendecak kesal. "Oke."

"Setahun ini gue pindah kuliah di Australia. Nyokap gue yang nyuruh." Dia hanya membuang muka. "Lo boleh pegang kata-kata gue, cuman lo yang ada di hati gue, sekarang dan selamanya."

"Lo bilang kayak gitu ke semua cewek, kan?"

Dia masih belum percaya gue. "Gue tau mungkin susah banget buat lo percaya gue lagi. Tapi, sumpah. Gue nggak boong."

"Gue mau, tapi takut buat percaya lo lagi."

"Gue janji semuanya nggak akan kayak dulu lagi." Dan laki-laki itu yang dipegang janjinya. Jadi nggak bakal gue ingkarin.

Gue langsung berlutut, nekuk sebelah kaki gue, terus genggem tangannya Cindy. Matanya langsung melebar kaget. "Kalo boleh, ijinin gue masuk lagi ke hidup lo. Gue tau hidup lo udah nyaris sempurna. Tapi gue mohon, kasih gue kesempatan buat ngisi hati lo lagi. Gue janji nggak bakalan sia-siain lagi. Gue janji, Cindy."

Cindy tampat terharu sebentar. Ah semoga cerita ini berakhir bahagia. Dia mengangguk. "Jangan pernah kecewain gue lagi."

Gue nyesel atas apa yang nggak gue lakuin setahun yang lalu, tapi mulai saat ini gue janji, nggak akan pernah ngecewain Cindy. Bukan janji buat Cindy, tapi janji buat diri gue sendiri.

(ノ*゚ー゚)ノ THE ENDヾ(^^ゞ)

Behind Every LaughWhere stories live. Discover now