#18 I Miss You.

162 15 0
                                    

#30DaysWritingChallenge Day 18: Someone you miss.

I don't ever ask you, "where you've been?"
And I don't feel the need to know who you're with.
I can't even think straight, but I can tell
That you were just with her.
And I'll still be a fool. I'm a fool for you...

Satu malam lagi tanpa kabar dari Gio, seperti malam-malam sebelumnya. Aku tahu, baginya aku tidaklah penting. Aku sadar. Percayalah, ini lebih berat daripada yang kalian kira.

Bagi Gio, yang lebih penting adalah Gita. Semuanya Gita. Bahkan dia tidak ingat kalau aku juga pacarnya. Kalau aku merindukan berada di sampingnya. 

Jangan salah sangka dulu. Aku bukanlah orang ketiga di dalam hubungan ini. Sejak SMP, aku sudah menjalin hubungan dengan Gio. Via dan Gio adalah pasangan paling terkenal di SMP kami dulu. Menginjak SMA, ternyata kami masuk ke sekolah yang berbeda. Di sanalah Gio mengenal Gita. Dan sejak itulah statusku menjadi pacar kedua Gio. Gita tidak pernah tau tentangku. Sedih memang. Tapi sungguh, ini lebih baik bagiku daripada harus kehilangan Gio.

Aku kangen banget masa-masa manis kita dulu. Dimana sebelum tidur Gio selalu mengirimin VN berupa ucapan selamat malam. Atau, dia rela aku telpon malam-malam kalau aku tidak bisa tidur, dan kita mengobrol panjang lebar sampai mengantuk. Gio juga rela membiarkan sepatunya disita guru piket demi menemani sepatuku yang disita lebih dulu. Ah, sungguh masa-masa yang sangat indah. Andai saja bisa terulang lagi.

Tapi kenyataannya, Gio tidak akan kembali seperti dulu. Ada Gita di hatinya. Gitalah tempat Gio membagi suka cita. Membagi segala cinta dan kebahagiaan yang ia punya. Kalau Gio ada masalah, entah itu masalah keluarga atau masalah dengan Gita, dia selalu lari kepadaku. Bukannya bercerita baik-baik seperti yang kalian kira, ia sering kali melampiaskan emosinya kepadaku. Baik dengan dengan kekerasan verbal maupun non verbal. Dengan senang hati, aku pasti akan memaafkannya. Asalkan dia ada di sampingku, aku sudah sangat bahagia. Sungguh.

Tiba-tiba aku berasakan handphoneku bergetar. Semoga itu Gio. Semoga itu Gio. Senyumku langsung mengembang melihat akhirnya nama Gio tertera di sana.

Gio : Vi, kamu dimana?
You : di rumah. Kenapa? Aku kangen Gi:(

Sesederhana tadi. Tapi aku sudah sangat senang. Walaupun tidak ada balasan lagi. Yah, tidak apa-apa.

Di luar, hujan yang turun semakin deras saja. Membuat pikiranku tiba-tiba jadi mellow.

I know i'm not your only.
But at least i'm one.
I heard a little love.
Is better than none.

Tidak lama setelah itu, aku mendengar bel rumahku berbunyi. Mama dan Papa sedang ada urusan di luar kota. Jadi, aku hanya sendirian di rumah. Aku langsung menunurini tangga sambil mengernyit heran. Siapa yang bertamu malam-malam begini? Hujan lebat pula.

Aku membuka pintu dan tersikap sangat mengetahui Giolah yang ada di balik pintu dengan keadaan basah kuyup. Saat aku tidak kunjung bereaksi karena masih terlalu kaget, Gio langsung berjalan ke arahku. Dia menyandarkan dagunya pada bahu kananku tanpa memelukku. Sungguh. Bukan masalah sama sekali membiarkan bajuku ikutan basah.

Perlahan aku bisa merasakan air mata Gio mengalir melewati punggungku. Dia... Kenapa?

Aku langsung memeluknya. Membuat jarak antara kami semakin tiada. "Kamu kenapa?"

Gio masih belum menjawab, tetapi air matanya terus mengalir. Entahlah. Setiap air yang keluar dari matanya, ikut membuat hatiku teriris pedih.

"Vi..." Dia berkata lirih.

"Aku di sini." Tanganku beralih mengelus-elus kepalanya dengan sayang. "Kamu kenapa?"

"Gita..." Deg. Gita lagi. "Gita mutusin aku."

Aku tidak tahu apakah harus senang atau tidak. Tapi saat air matanya turun semakin deras bersamaan dengan hujan yang juga tidak mau berhenti, aku jadi bisa merasakan kesedihan yang ia rasakan.

Menyakitkan sekali melihatnya terluka seperti ini. Bahkan setahuku Gio tidak pernah menangis sebelumnya. Lebih baik aku yang terluka, Tuhan. Tapi jangan dia. Biarkan dia tetap bahagia bersama pilihannya.

"Via?"

"Ya?"

"Maaf." Kukeraskan hatiku. Kutahan air mataku kuat-kuat. "Maafin aku."

"Maaf untuk apa?"

"Aku selalu nyakitin kamu." Air mataku langsung turun tanpa bisa kucegah lagi. "Mungkin ini semua hukuman buat aku."

"It's okay Gio, really." Aku menjawab sambil terisak.

Aku bisa merasakan tangannya yang dingin memeluk pinggangku. "Via..." Dia terisak lagi. Cukup. Jangan menangis lagi.

"Ya sayang?"

"Aku cinta kamu." Dia memelukku semakin erat.

"Aku tau. Aku juga cinta kamu." Aku mengangguk. "Jangan nangis lagi, ya? Aku jadi pengen nangis juga. Apa nggak cukup kamu bikin aku nangis selama ini?"

Dia terisak semakin keras. "Maaf..."

"Iya. Dasar cengeng. Udah gede juga."

"Vi?"

"Hm?"

"Kamu satu-satunya." Aku bisa mendengar suara yang bergetar. Menahan tangis. "Aku janji, nggak bakal ada lagi yang lain. Janji."

"Aku pegang janji kamu." Sial malah aku yang menangis. "Welcome home, sayang."

Sebenarnya aku tahu, hanya akulah satu-satunya rumah bagi Gio. Karena sejauh apapun dia pergi, tempatnya untuk pulang dan bisa diterima dengan hangat hanyalah... Rumah.

(ノ><)ノTHE END~(>_<。)\

Song: Just a little bit of your heart by Ariana Grande.

Fyi: iya ini Gio sama Gita yang di cerita judulnya 'surat cinta?'
Dan iya, ini Via yang di 'bukan benci biasa' dan 'bukan benci biasa (2)'

Behind Every LaughWhere stories live. Discover now