#20 Ongkos

179 15 2
                                    

#30DaysWritingChallenge Day 20: 5 things u passioanate about.

Aku menyetop angkot berwarna biru yang lewat di depanku dengan terburu-buru. Jarang sekali angkot ini lewat. Aku saja menunggunya dari mulai halte penuh sesak sampai kosong sama sekali, angkot ini baru sekali lewat!

Huh, derita sekolah jauh.

Aku langsung masuk ke dalam angkot yang sudah cukup penuh-tidak heran sih-dan duduk di paling pojok angkot yang jauh dari pintu.

Ketika angkot baru berjalan sebentar, seseorang menyetop angkot ini lagi. Dan naiklah cowok itu ke dalam angkot. Ya ampun! Bagaimana ini? Oh my God!

Cowok itu sedikit celingak-celinguk mencari tempat duduk, dan akhirnya memutuskan untuk berdempat-dempetan duduk di sampingku. Dia... Wangi banget!

Aku hanya sibuk melongok ke luar jendela sambil berpura-pura tidak menaruh minat pada cowok di sampingku yang sekarang sibuk memainkan handphonenya. Aku mengabaikannya. Berusaha meyakinkan kalau seragam batik sekolah yang kami kenakan sama. Aku tidak mengenalnya. Pokoknya tidak!

Iyadeh, aku memang mengenalnya. Namanya Reza. Panggilannya Reja. Dia adik kelasku. Awal pertemuan kami sangatlah jauh dari kata baik. Makannya, aku berusaha untuk tidak pernah bertatap muka lagi dengannya.

Aku dan teman-temanku pernah melabraknya karena kesalahpahaman yang tolol sekali. Memalukan. Harusnya aku tidak pernah ikut campur. Kenyataannya, Rejalah yang benar dan kamilah yang salah. Bodoh memang.

Entahlah dia masih mengingatku atau tidak. Syukur kalau dia tidak ingat. Memang aku dan teman-temanku adalah senior yang kurang ajar banget.

Ah ya, dan satu lagi, Reja ini ganteng banget! Mukanya kalem tapi bisa jadi serius kalau sedang marah. Alisnya nggak luntur walaupun dipake wudhu. Bibirnya... Jangan diomongin deh, takut khilaf. Pokoknya tipe yang loveable banget deh. Mungkin, aku bisa menjadikannya gebetanku kalau saja insiden tidak jelas itu tidak pernah terjadi.

Lebih baik aku menyiapkan ongkos daripada memikirkan cowok di sampingku yang sepertinya juga sedang sibuk merogoh saku celananya. Aku merogoh kantong bajuku dan keringat dingin langsung mengalir di tengkukku ketika tidak ada uang seribu rupiahpun di sana!

Tenang, tenang.

Mungkin aku memindahkannya ke saku rok tadi? Bisa jadi, kan? Aku langsung merogoh saku rokku sambil berdoa semoga ada uang lima ribu rupiah saja di sana.

Tapi hasilnya nihil. Sialan.

Ah kenapa tidak terpikir? Akukan bawa dompet!

Aku langsung merogoh tasku dan mencari dompet di sana, kemudian teringat kalau dompetku tadi pagi aku pindahkan ke kantong jaket. Dan, ya ampun dimana ya jaketku?

Bodoh! Jaketnya ketinggal di mobil Papa! Damn, gimana dong?

Jalan satu-satunya cuman.... Ah gengsi. Tapi kalau tidak... Ya ampun.

Aku mencolek pundak Reja dengan hati-hati. Dan saat cowok itu menoleh, aku langsung kaget setengah mati. Anjrit.

"Kenapa?" dia berkata dengan nada yang kurang ajar di telingaku. Tidak semestisnya seorang junior berkata seperti itu pada seorang senior. Jangan-jangan dia masih mengingatku? Ah masalah itu bisa nanti. Saat ini ada yang lebih penting. Dan ego bukanlah penyelesaiannya.

"Ng, gini," kataku gugup. Dia mendengarkannya malas-malasan. Kusingkirkan semua egoku, dan berkata dengan nada seakrab mungkin. "Bayarin angkot gue dong! Plis?"

Reja melongo. Kenapa dia jadi makin ganteng di saat yang nggak tepat?

"Ya?"

"Emang duit lo kemana?" tuhkan! Nada ngomongnya masih aja nyebelin. "Kalo nggak punya duit, nggak usah sok-sokan naik angkot deh mending."

Behind Every LaughNơi câu chuyện tồn tại. Hãy khám phá bây giờ