#19 Kotak Cokelat

167 18 0
                                    

#30DaysWritingChallenge Day 19: what's in your bag?

"Sakit?" Aku menggeleng. Menggigit bibir bawahku kuat-kuat. Rio lalu melanjutkan mengoleskan betadine pada lututku yang lecet.

"Aww!" Aku langsung menepis tangan Rio dari sana. "Pelan-pelan."

Rio tertawa. Manis sekali. Lalu mengacak-acak rambutku. Wajahku langsung bersemu merah. Ah, apakah ini benar? Rio si cowok popular dekat denganku dan memperlakukan aku, si cewek cupu yang sering dibully, dengan begitu baik. Rasanya begitu... aneh.

"Lagian ini kenapa bisa begini sih?" Dia berkata sambil mengobati lukaku. Ah, aku tidak bisa lebih bahagia lagi. "Lain kali, lo harus ngelawan kalo dibully. Jangan takut sama mereka. Atau,"

"Atau?" Aduh kenapa aku jadi deg-degan.

"Atau lo bisa panggil gue."

Deg.

"Kenapa?" Dia menaikkan sebelah alisnya. Bingung. "Kenapa kamu baik banget?"

"Ng, kenapa ya?" Dia menggaruk kepalanya yang tidak gatal. Kelihatan salah tingkah. "Gue cuman pengen jadi ketua OSIS yang baik aja."

Entah apa yang membuatku kecewa. Bodoh. Jangan berharap sesuatu yang lebih. Rio mau berteman denganmu saja sudah cukup! Bodoh!

Aku mengangguk. Rio lalu menarik tanganku, membantuku berdiri. Lalu bersama-sama denganku berjalan ke arah parkiran sepeda yang sudah sepi. Dia menuntunku naik ke boncengan di sepedanya dan mulai menggoes sepeda tadi menuju rumahku.

Bolehkan aku berharap banyak?

→→→←←←

Pagi-pagi sekali aku sudah bangun dan menyiapkan cokelat spesial buatanku untuk Rio, sebagai rasa terimakasih dan sebagai... pernyataan cinta untuknya dalam bentuk surat. Aku harus berani. Rio sudah begitu baik padaku.

Aku lalu memasukkan kotak bekalku yang berisi cokelat tadi ke dalam tas setelah menuliskan surat dan menempelnya di atas tutup kotak bekal tersebut. Sekarang waktunya bergegas ke sekolah.

Sesampainya di sekolah, aku langsung memarkirkan sepedaku di parkiran khusus sepeda dan berjalan dengan langkah berat menyusuri koridor sekolah. Aku takut bertemu mereka. Aku takut mereka mengerjaiku. Aku takut mereka mengetahui isi tasku dan mengambil cokelat untuk Rio. Walaupun Rio mengatakan kalau aku harus melawannya, kenyataannya tidak akan semudah itu.

Tiba-tiba aku merasakan kakiku seperti tersandung sesuatu dan aku langsung jatuh bersujud di depan sebuah kaki milik... Miranda. Aku gematar. Kenapa dia harus di sini?

"Bangun lo, cupu!" Saat aku tak kunjung bangun, Miranda langsung berjongkok, dan mengangkat daguku supaya aku melihatnya. Di belakang Miranda, tentu selalu ada teman-temannya, Sharin dan Kania yang sama-sama jahat. "Enak ya lo nempel-nempel terus sama Rio. Ngaca!"

Miranda bangkit lalu memberi kode pada Sharin dan Kania untuk menarikku berdiri secara paksa. Bisa kurasakan sakit di tangan kanan dan kiriku akibat paksaan tadi. Tapi, mereka tidak peduli. Miranda hanya melipat tangannya ke depan. Siswa-siswi yang lewatpun hanya melihat adegan Miranda yang menyiksaku sebagai hiburan. Sungguh. Hatiku sakit sekali.

Ingin rasanya aku menangis, tapi aku tahu, mereka malah akan semakin menertawakanku.

"Kita apain nih guys?" Miranda bertanya pada Sharin dan Kania. Aku hanya menunduk takut. Apa yang harus aku lakukan? "Najis gue liat mukanya. Bukannya ngaca. Malah makin deketin Rio. Dasar cupu!"

Tiba-tiba aku bisa merasakan tasku yang diambil paksa oleh Sharin. Aku berontak. Jangan! Jangan tas! Tapi Miranda langsung bereaksi dengan mendorongku sampai jatuh membentur lantai. Dan secepat itu, tasku sudah berpindah ke tangan Sharin. Para penonton yang ada sekarang sibuk menertawakanku.

Behind Every LaughWhere stories live. Discover now