Shy

20.8K 1.7K 16
                                    

Nathan mencari disemua toilet tapi tak menemukanku. Pandangannya disapukan disekitar rumah sakit sampai pandangannya bertumpu pada seorang gadis berbaju putih berjaket hitam dengan rambut dijepit asal-asalan sedang asyik bersandar didinding menatap ke taman rumah sakit dengan satu kaki diangkat ditempel ke tembok.

Dia termenung sesaat dan ikut melihat apa yang ada ditaman.

"Apa yang kau lakukan disini??!"Hardik Nathan yang membuatku kaget.

Akupun segera berdiri dan bergeser dengan reflek.

"A-aku..ha-hanya tidak ada..hehee.."Sahutku gugup.

Nathan mengernyit dan ragu.

"Kau masih ingin kuliah di Indonesia?"Tanya Nathan.

Aku menatapnya dalam-dalam mencari sesuatu yang mencurigakan.

"Pergilah.."Kata Nathan yang ikut bersandar disampingku.

Pergilah?

"A-apa?"Tanyaku bingung.

"Besok akan kuuruskan tiketmu supaya kau bisa kuliah di Indonesia.."Katanya.

"Ta-tapi..."aku terdiam.

Ini adalah yang aku inginkan tapi kenapa aku tidak menyukainya atau gembira.

"Apa kau akan izinkan Ana berpacaran dengan Steven?"Tanyaku tiba-tiba.

Aku tak tahu kenapa aku menanyakannya.
Nathan menatapku tajam karena pertanyaanku.

"Mereka saling mencintai Nathan..apa kau tau itu??"Tanyaku seolah dia tak tahu apa-apa.

"Kau masih kecil!kau tak akan memgerti..."Katanya.

"Tapi aku sudah menikah!"Seruku kesal.

"Menikah?"

Nathan menaikkan kedua alisnya dan heran aku mengakui pernikahan ini.

"menikah dengan berbagai syarat??apa itu kau sebut pernikahan??!"Tanyanya kesal.

Aku terdiam dan tercekat, tak tahu apa yang harus kukatakan. Memang ini bukan pernikahan jika ada syarat, sebenarnya kami juga tak bisa bercerai karena dalam keyakinanku tidak ada istilah perceraian.

"Ta-tapi.."aku ingin sekali membantah tapi kesal karena yang dikatakannya benar.

"Bagaimana kalau kita buat kesepakatan?!"Tanyaku kemudian.

Nathan mendesah kesal karena selalu ada kesepakatan baru. Ingin sekali dia menenggelamkan dirinya dilaut supaya tak menanggung beban ini.

"Ijinkan Ana berpacaran dan aku akan kuliah disini.."Kataku.

Nathan tersenyum kecil melihatku yang serius sekali saat mengucapkannya.

"Kenapa aku harus setuju??"Tanyanya.

"Kalau kau kuliah di Indonesia kau bersedia menuruti mauku, dan kalau kau disini aku yang harus menuruti mau mu?begitu??"Tanya Nathan.

Aku mengangguk tak yakin.

"Lebih baik aku menyetujui kau kuliah di Indonesia.."Kata Nathan.

"Ta-tapi...bagaimana kalau.."aku terdiam, bagaimana kalau Ana bunuh diri??gadis itu sangat labil.

"Aku akan mengurus tiketmu..jaga dirimu disana yaa..."Katanya pelan.

"Mungkin aku tak bisa sering-sering menjengukmu.."Katanya. Dia menarik nafas dalam-dalam.

"Baiklah...panggil Ana..kau akan pulang dengannya. Kau bisa siap-siap untuk pulang ke Indonesia.."Nathan berbalik dan berjalan.

"Bagaimana kalau aku disini jadi istrimu yang sebenarnya!"Kataku, yang sebenarnya aku juga tak bisa percaya bahwa aku mengucapkannya. Bagaimana bisa aku menawarkan diri begitu??

Nathan pun seketika itu juga berhenti melangkah, dia mematung dan berbalik menatapku. Tatapannya tak bisa diartikan.

"Aku akan jadi istrimu yang sebenarnya kalau kau biarkan Ana memilih siapa saja yang jadi pacarnya!!"Kataku lantang.

"Hanya itu saja?? tanpa syarat lain??"Tanya Nathan.

Aku mengangguk tak yakin.

"I-iya..tanpa syarat lain..."Kataku gugup.

"A-aku akan kuliah disini. Aku akan jaga Ana.."Kataku. Sepertinya aku mulai terlalu melo.

Nathan berjalan mendekat dan akupun mundur karena takut.
Nathan tersenyum kecil dan merasa geli dengan sikapku.

"Aku tak mengharapkan wanita yang jadi istriku terpaksa menjadi istriku...kau.."

"A-aku sungguh-sungguh!"Sahutku cepat dengan mata membelalak seolah menunjukkan kegalakanku.

"Kurasa kepalamu terbentur terlalu keras.."Katanya seraya tertawa kecil.

"Sebaiknya kau istirahat sayang...apalagi semalam kau sakit..."Gumam Nathan.

"Aku serius!"Kataku keras karena Nathan tidak percaya. Dia masih tertawa dan membuatku semakin sebal.

"Aku akan berusaha jadi istri yang baik..."Kataku.

"Astaga Sovia...kurasa kau harus.."

Belum sempat Nathan melanjutkan bicaranya aku segera berjinjit meraih lehernya dan menciumnya. Aku tak tahu ada apa dengan otakku ini, mungkin sedang konslet karena terbentur tembok. Saat ku jauhkan wajahku Nathan terkejut, dia seperti berubah menjadi patung manekin.

Astaga,wajahku juga terasa terbakar dan malu,entahlah.

"I-ini..ciuman kedua dalam hidupku.."Gumamku pelan.

Kurasa saat ini wajahku sudah memerah sekali karena malu.

Aku malu karena dengan berani menciumnya...

Mencium Nathaniel Van Dirk, suamiku.

Ice Cream Love ( By Yui ) [OPEN PO]Där berättelser lever. Upptäck nu