DUA PULUH

304 49 0
                                    

Ailen menghentikan langkahnya ketika melihat Riana menghadang jalannya di koridor sekolah. Ailen tersenyum dan menyapa gadis itu, "selamat pagi Riana!"

"Selamat pagi!" Balas Riana membuat Ailen tersenyum. Akhirnya Riana mau membalas sapaannya setelah kejadian dua hari yang lalu.

"Ada yang ingin kutanyakan padamu," kata Riana kemudian. Walaupun bingung Ailen tetap mengikuti Riana dari belakang. Riana membawa Ailen masuk toilet perempuan dan menutup pintu.

"Tanya apa?" Ailen bingung. Riana menatap jam tangannya, tempat dimana sebelumnya ia memakai gelang pemberian Ralex, tapi ia sudah melepas gelang itu.

"Apa hubunganmu dengan Ralex?"

Ailen tersentak, ia tidak dapat menjawab pertanyaan Riana. Ia tidak ingin ikut campur hubungan Riana dengan Ralex. Riana mencekal pergelangan tangan Ailen ketika gadis itu hendak keluar dari toilet.

"Kau takut?" Nada suara Riana terdengar mengejek.

Ailen berusaha menyembunyikan sesuatu dan tersenyum pada Riana, "aku tidak ada hubungan apa-apa dengan tunanganmu Riana."

"Benarkah?" Tanya Riana dan Ailen mengangguk, "kau pikir aku percaya?"

"Sungguh Riana aku tidak ada hubungan apa-apa dengan tuan Ralex," Ailen berusaha meyakinkan Riana.

Alis Riana terangkat naik, "tuan?"

Ailen tersadar saat melihat senyum penuh arti dari Riana, "ya karena dia orang terpandang."

"Tapi kau mengenal Ralex kan?"

Tidak mendapat jawaban dari Ailen, Riana berkata, "pasti kau mengenalnya, dihari ulang tahunku kau datang bersamanya."

"Ya aku mengenal tuan Ralex, bukan berarti aku memiliki hubungan khusus dengannya, jangan salah paham," jawab Ailen.

"Lanjutkan,"

"Tuan Ralex sudah menganggap ku seperti keluarganya sendiri," kata Ailen.

"Oh," Riana mengangguk. Ailen tentu saja tidak percaya dengan reaksi yang ditunjukan Riana. "Yaya, aku percaya."

"Percaya kalau kau memiliki hubungan khusus dengan tunanganku," sambung Riana.

Sudah Ailen duga, Riana pasti tidak semudah itu percaya pada omongannya.

"Sungguh Riana kami tidak memiliki hubungan apa-apa," Ailen menyakinkan Riana. Riana hanya mengangguk.

"Sebenarnya sedekat apa hubunganmu dengan tunanganku?"

Ailen sudah tidak tahu harus menyakinkan Riana dengan cara apa. Ia tidak ingin membuat Riana salah paham dan merusak hubungan Riana dengan Ralex.

"Kemarin aku melihatmu," Riana menjeda ucapannya dan melihat wajah Ailen yang penasaran dengan kelanjutan dari ucapannya. "Melihatmu dijemput oleh tunanganku."

Mata Ailen terbelalak, bagaimana ia harus menjelaskan pada Riana tentang hal itu.

"Riana dengarkan aku," pinta Ailen.

"Ya," sahut Riana dengan nada main-main. Ia ingin sekali tertawa melihat ekspresi kalut Ailen. Selama mengenal Ailen, ia baru kali ini melihat ekspresi itu di wajah Ailen.

"Kemarin itu tuan Ralex menjemputku untuk segera pulang," ujar Ailen.

"Memangnya kau tinggal dimana?" tanya Riana.

Menghela nafas, Ailen terpaksa menceritakan semuanya. "Sebenarnya..."

"Sebenarnya?" Riana menggoda Ailen.

"Dulu orang tuaku bekerja pada keluarga Argamawan, hingga suatu hari orangtuaku kecelakaan," Ailen tersenyum pedih. Ia tidak ingin mengingat kejadian itu tapi demi meluruskan kesalahpahaman yang terjadi, ia terpaksa bercerita. "Aku dan kakakku ditinggalkan hingga keluarga tuan Ralex mengasuh kami. Mereka menganggap kami sebagai keluarga."

Ailen menghapus air matanya yang jatuh, selalu saja jika ia mengingat masa lalu, air matanya tidak bisa ia bendung. "Apa sekarang kau percaya?"

Riana tersenyum, "ya aku percaya. Tapi kemarin aku mengikuti kalian," sambung Riana.

"Apa!"

"Ya aku mengikuti mobil Ralex dan tebak kalian kemana, rumah sakit."

"Dia Kakakku," kata Ailen.

"Siapa namanya?"

"Gina Santika Purnowo," jawab Ailen.

"Dia kecelakaan di hari pertunanganmu dengan tuan Ralex sehingga aku harus menjaganya di rumah sakit, sekarang dia tidak bisa berjalan, dia lumpuh."

Entah kenapa mendengar kakak Ailen lumpuh bukannya sedih, Riana malah merasa senang. Setidaknya gadis bernama Gina itu tidak menjadi penghalang antara hubungannya dengan Ralex. Tentunya Riana tahu kalau Gina menyukai tunangannya dari melihat tatapan Gina pada Ralex kemarin.

"Apakah sekarang kau percaya?"

"Tentu saja," balas Riana. Ia menampilkan senyumnya yang manis dan menggandeng tangan Ailen, "ayo ke kelas."
🌺🌺🌺

Riana bahagia sekarang, ia menghabiskan waktunya bermain ponsel sepanjang hari. Senyum manis tak kunjung luntur di bibirnya. Bahagia sekali rasanya setelah mengetahui semua tentang Ailen. Kebenciannya terhadap gadis itu sekarang sudah tidak ada.

Riana berguling-guling di atas kasurnya sambil membaca pesan dari teman-temannya. Sesekali ia tertawa melihat perdebatan teman-temannya di grup.

Setelah tahu Ailen itu siapa, Riana jadi berubah baik pada gadis itu sampai-sampai Ailen heran. Tentu saja siapa yang tidak heran dengan kejadian yang lalu, dimana Riana rela bolos karena kesalahpahaman-nya. Riana sendiri heran mengapa ia sampai semarah itu, padahal ia sangat ingin membatalkan pertunangannya dengan Ralex. Mungkin Riana mulai suka dengan Ralex, mungkin.

Riana menarik bantal guling lalu memeluknya erat sembari membaca kegaduhan grup. Tanpa Riana sadari seseorang membuka pintu kamarnya dengan perlahan lalu berjalan pelan berusaha tidak menimbulkan suara ke arah lemari pakaian Riana. Ia berusaha tidak menimbulkan suara sedikitpun. Riana berguling-guling di tempat tidurnya masih tidak menyadari kehadiran orang itu.

Setelah mendapatkan yang ia mau, orang itu kembali berjalan sembari berjinjit ke pintu kamar.

"Mau kemana kau?" langkah orang itu berhenti dan berdecak ketika Riana mempergoki dirinya.

"Apa itu yang ada di tanganmu?" Riana menunjuk barang yang dipegang orang itu.

Clasie menyembunyikan itu di balik punggungnya. "Tidak ada," katanya.

"Pembohong, kau mengambil sesuatu dari lemariku," ujar Riana.

"Aku tidak mengambil apapun dari kamarmu," balas Clasie.

"Aku tidak percaya!"

"Yasudah kalau tidak percaya," jawab Clasie, hendak keluar dari kamar Riana. Alis Riana terangkat naik, ia menyunggingkan senyum aneh.

"Oh, jadi Clasie yang cantik dan baik hati tidak mungkin berbohong." Kata Riana.

"Aku tidak berbohong, aku ini cantik dan baik hati," Clasie membalas Riana. Ia menyunggingkan senyum sombong.

"Oh ya, jadi untuk apa kau ke kamarku?"

"Ah itu," Clasie tergagap lalu sedetik kemudian ia tersenyum. "Aku sebenarnya tadi ingin melihat keadaanmu tapi kau sangat sibuk dengan ponselmu."

"Aku percaya, aku percaya." Riana mengangguk.

"Kalau begitu aku pergi dulu ya."

"Maksudku percaya kalau  kau mencuri sesuatu dari lemariku," lanjut Riana lalu turun dari ranjangnya. Belum menyadari pergerakan Riana, Clasie masih mematung sehingga mudah sekali disergap oleh Riana. Gadis itu menarik tangan Clasie yang disembunyikan gadis itu dibelakang punggungnya. "Kau mencuri bajuku."

"Aku meminjamnya," balas Clasie.

"Kenapa tidak bilang padaku?"

"Apa itu," Clasie menunjuk sesuatu di belakang Riana. Saat Riana menoleh Clasie kabur begitu saja.

"Sialan kau Clasie!"

Clasie tertawa sambil berlari.

TBC.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now