DUA BELAS

329 70 0
                                    

Pukul tujuh malam Riana sampai di hotel yang disebutkan dalam pesan. Riana agak ragu mendekat ke hotel yang dituju. Tidak banyak orang yang berlalu lalang. Riana kebingungan, apa sebaiknya ia kembali saja? Merasa bimbang Riana turun dari taksi dan membayar.

Riana memperhatikan halaman gedung hotel lalu dengan ragu masuk ke gedung hotel. Riana kembali kebingungan ketika tidak ada yang menemuinya. Sebaiknya ia kembali saja. Walaupun tahu Riana memutuskan untuk kembali saja tapi entah kenapa Riana merasa ada yang mengawasinya.

Dengan penuh tekad Riana melangkahkan kakinya keluar dari gedung hotel. Ia tersentak ketika ada yang menyentuh pundaknya. Riana berbalik dan menatap bingung seseorang yang ada dihadapannya.

"Hai Riana," Ailen tersenyum pada Riana. Riana mengangkat alisnya tidak percaya siapa yang ditemuinya ini. Akhirnya ia tersenyum mencemooh ketika melihat penampilan Ailen. Tidak biasanya Ailen berpenampilan cantik seperti ini.

"Mengapa kau ada di sini?" Tanya Riana.

Ailen tersenyum membuat Riana merasa kesal. Tidak di sekolah tidak di manapun, Ailen selalu tersenyum.

"Kau sendiri mengapa ada di sini?" Ailen balik bertanya.

Riana merasa kesal dengan pertanyaan Ailen, "tidak jadi, aku akan pulang."

"Pulang?" Ailen memperhatikan penampilan Riana yang terlihat berbeda dan tersenyum penuh arti.

"Ayo mengaku kau sedang ingin menemui seseorang kan?" Ailen menarik turunkan alisnya. "Kenapa bertemu di tempat seperti ini Riana?"

Riana mendengus, "kau sendiri mengapa berada di hotel ini? Dengan penampilannya seperti itu?"

Sejenak Ailen tertegun dan menunduk memperhatikan penampilannya. Dress hitam tanpa lengan yang terlihat pas di tubuhnya. Kalau di perhatikan, Ailen lah yang terlihat sebagai gadis macam-macam di sini dibandingkan Riana. Sedangkan Riana memakai gaun bercorak keemasan sangat cocok dengan kulitnya dan juga terlihat sopan.

Ailen hanya tersenyum, "ini tidak seperti yang kau pikir Riana."

"Memangnya apa ku pikirkan?"

"Tidak ada," senyum Ailen tetap berhias di bibirnya. Riana memalingkan wajahnya tidak ingin menatap gadis itu. Walaupun Ailen gadis yang baik tapi Riana tetap was-was akan Ailen.

Riana lebih memilih pergi saja dari sana daripada meladeni Ailen. Ailen menatap punggung Riana yang pergi menjauh darinya dengan ekspresi tidak terbaca.

Riana yang hampir keluar dari hotel merasakan seseorang mendekap mulutnya membuat Riana kaget. Gadis itu mencoba memberontak tapi orang itu menutup matanya menggunakan kain berwarna hitam. Orang itu menarik Riana menjauh entah ke mana, yang jelas Riana sungguh ketakutan. Riana tetap mencoba memberontak tapi orang itu berbisik.

"Diam!"

Riana ingin menangis tapi ia tahan, ia dalam masalah besar sekarang. Sungguh hari ulangtahunnya adalah hari yang berbahaya. Orang yang menyekap Riana perlahan-lahan memelankan langkah kakinya. Masih dengan membekap mulutnya, tangan kanan orang itu membuka penutup mata Riana. Riana terbelalak ketika ruangan tempat ia berada ini sangat gelap. Riana tidak bisa melihat apapun sekarang. Ingin berbicara tapi mulutnya di bekap. Riana mencoba berbalik tapi orang itu menahan tubuhnya.

"Dengarkan aku, kau baik-baik saja?"

Mendengar pertanyaan pria itu Riana mengepalkan tangannya. Bagaimana bisa baik-baik saja ketika orang itu memperlakukan dengan kasar. Riana mengerutkan keningnya, orang yang menyelamatkannya adalah seorang pria. Tapi bukan itu yang menarik perhatian Riana, tapi suara pria itu. Seperti suara seseorang yang sangat dikenalnya. Suara yang sudah lama tidak di dengarnya, mungkin hampir satu tahun. Tapi Riana tidak yakin, apakah itu benar dia atau bukan. Perlahan-lahan pria itu melepaskan tangannya dari bibir Riana membuat Riana mendesah lega. Tapi kembali kesal ketika pria itu beralih memeluk bahunya.

"Kau bisa menebak sekarang siapa aku," ucap pria itu. Riana ingin berbalik dan pria itu membiarkan saja. Riana tidak bisa melihat wajah pria itu, tangan Riana menyentuh wajah pria yang tidak bisa di lihatnya di ruangan gelap ini.

"Kevin!" katanya tidak yakin.

Kedua tangan pria itu menyentuh pipi Riana dan membalikkan tubuh mungil Riana menghadap ke depan. Riana masih ingin memastikan pria itu dan bermaksud memastikan apa itu kakaknya atau bukan. Tapi pria itu menahan bahu Riana.

"Hitung mundur," bisik pria itu membuat Riana tiba-tiba bergetar. "Tiga, dua, sa...tu!"

Lampu ruangan menyala di penuhi sorakan yang bergema.

"Happy birthday Riana!"

Riana terpaku tidak percaya menatap orang-orang yang berada di ruangan ini. Ada ketiga sahabatnya dan teman-teman sekelasnya, mama papanya juga Clasie. Orang tua Ralex beserta tunangannya dan adik-adiknya. Dan yang membuat Riana terpaku ada Ailen di sana. Berada di antara keluarga Ralex, lebih tepatnya berada di samping kanan Ralex. Riana memalingkan wajahnya ketika melihat senyum Ailen, entah mengapa Riana tidak suka Ailen berdiri berdekatan dengan Ralex. Dada Riana terasa sesak melihat pemandangan itu. Ini hari ulang tahunnya mengapa ia harus melihat pemandangan tidak mengenakan seperti itu.

"Hei, apa kau baik-baik saja?" Seseorang di belakang Riana berbisik pada telinganya. Segera Riana berbalik dan menatap tidak percaya pada pria itu. "Kevin!" Riana memeluk erat Kakak laki-lakinya dan menangis di dada pria itu.

Riana tidak tahu mengapa ia menangis, apa karena kedatangan Kevin atau karena Ailen berdiri berdekatan dengan Ralex. Kevin yang merasakan dadanya basah segera mengusap punggung Riana.

"Hei berhenti menangis, dasar cengeng," ledek Kevin. Kevin mengangkat wajah Riana dan mengusap air mata adik kesayangannya itu. "Jangan menangis lagi."

"Aku cemburu," celetuk Clasie membuat Kevin menatap pada adiknya itu.

"Memangnya kau siapa?" Kevin menaikkan alisnya. Clasie berdecak melihatnya.

"Sudah, sudah. Ini hari ulang tahun adik kalian bukan tempat mengejek Kevin," Robert papa Riana memperingati.

Ruangan yang tadinya sepi kembali kembali riuh seperti tadi saat menyambut kedatangan Riana. Sarly datang membawa kue ulang tahun membuat Riana tersenyum geli melihat tangan Sarly yang gemetaran memegang kue ulang tahunnya, gadis itu sepertinya takut kalau kue ulang tahun Riana jatuh.

"Selamat ulang tahun Riana sahabat terbaikku, semoga panjang umur dan sehat selalu. Ayo tiup lilinnya," kata Sarly.

Tiani datang di samping Sarly, "nyanyi dulu baru tiup lilinnya."

"Tidak, tidak, itu salah. Nyanyi, berdoa, lalu tiup lilinnya," kata Misya kesal.

"Baiklah gadis-gadis cantik, jangan bertengkar," Kevin menyela ketika melihat ketiga sahabatnya adiknya beradu mulut karena perkataan Misya. Tapi pada akhirnya kata Misya yang dilaksanakan.

Setelahnya Riana di haruskan berdoa. Dan Riana menurutinya. Setelah selesai berdoa Riana terpaksa membagi kuenya satu persatu ke pada keluarga terdekatnya.

Tapi anehnya Riana tidak menyodorkan pada Ralex yang berdiri jauh dari Riana bersama Ailen. Riana memalingkan wajahnya ketika matanya dengan mata Ralex bertemu. Riana mencoba menghiraukan keberadaan Ralex dan Ailen.

Ingin sekali Ailen bertanya ada hubungan apa Ralex dan Ailen? Tapi Riana menahannya, ini salah, perasaan ini salah. Bukankah seharusnya ia membenci pria itu bukan malah menaruh hati pada pria itu?

TBC.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now