DUA PULUH SEMBILAN

336 50 0
                                    

Cahaya matahari sama sekali tidak terlihat di dalam hutan. Gadis itu berlari ketakutan di kegelapan hutan. Walaupun tidak dapat melihat cahaya, ia berusaha lari dari kejaran psikopat.

Jantungnya berpacu dengan cepat. Walau tidak mempunyai banyak tenaga akan tetapi Gina berusaha berlari sekuat tenaga. Ia menghentikan langkahnya dan menoleh kebelakang. Gadis itu akhirnya menghela nafas lega. Ia berjalan tertatih dan bersandar di pohon besar.

Gina mencoba mencerna semua yang terjadi padanya. Bermula dari Ralex yang mengajaknya bertemu, akan tetapi ia dikirim ke rumah tua dan bertemu dengan kedua saudara Ralex. Kedua saudara pria itu merencanakan pembunuhan terhadapnya. Gina menggigil membayangkannya, ia tidak tahu kalau nasibnya akan seperti ini. Jika tahu akan rencana pembunuhan mereka, ia akan menolak ajakan supir pribadi Argamawan.

Ia yakin kalau sebenarnya yang mengajaknya bertemu itu bukan Ralex. Itu pasti ulah Alex dan Gema. Dari dulu memang mereka berdua tidak senang ia berdekatan dengan Ralex. Ia sangat yakin kalau merekalah yang menyampaikan pesan melalui supir pribadi Argamawan. Karena Ralex tidak mungkin merencanakan pembunuhan terhadapnya. Gina bersandar pada pohon dan memeluk tubuhnya sendiri, ia berharap Alex tidak menemukannya. Tapi sebuah suara mengagetkannya, "aku tahu kau ada di sini."

Tidak diragukan lagi, Gina merinding ketakutan mendengar suara Alex yang tidak jauh dari pohon tempatnya bersembunyi.

"Ayo Gina keluarlah! Jangan bersembunyi." Gina semakin menggigil. Ia semakin merapatkan dirinya pada batang pohon tempatnya bersandar. Suara langkah kaki yang semakin dekat membuatnya takut, juga dengan batang ranting yang patah diinjak. "Setelah menyebabkan masalah kau tidak ingin bertanggung jawab?"

Gina menelan ludahnya, ia sangat benci dirinya ketakutan seperti ini.

"Ayolah Gina, keluarlah! Kita akan bermain darah-darahan." Alex tertawa terbahak-bahak. "Tapi kuakui kau pintar mengedit juga. Kau mengedit foto-foto sialan itu untuk menghancurkan hubungan orang lain."

Mata Gina terbelalak, bagaimana pria itu tahu kalau sebenarnya ia mengedit foto dan video itu. Gina memang mengeditnya, ia tidak seberani itu menyentuh tubuh Ralex apalagi memperkosa pria itu. Sebenarnya bukan ia yang mengedit itu semua tapi ia meminta bantuan orang lain.

"Kau pasti kaget kalau kami tahu kau mengeditnya, kau sepertinya lupa siapa kami ya?"

Bagaimanpun Gina benar-benar ketakutan sekarang, ia lupa siapa keluarga Argamawan. Cintanya pada pria itu membutakan segalanya. Ia tidak terima Ralex berhubungan dengan wanita lain apalagi sampai menjauhinya.

"Kau ternyata bersembunyi dibalik pohon ini," secara tiba-tiba Alex sudah berada di hadapannya. Gina ketakutan, gadis itu berdiri dan mencoba berlari lagi akan tetapi Alex memegangi pergelangan tangannya. Tangan pria itu yang satu lagi menunjukkan pisaunya pada Gina.

"Kau tahu apa ini kan?" pisau Alex tepat berada di depan wajah Gina. Wajah gadis itu memucat, ia berusaha menarik tangannya tapi pria itu malah menggenggamnya semakin erat. "Bagaimana kalau aku menggoresnya di tanganmu?"

Gina berteriak kesakitan ketika Alex benar-benar menggores pisau itu di tangan Gina. Gadis itu semakin berusaha menarik tangannya, tetapi Alex menekan jarinya tepat berada di goresan luka itu. Gina kembali berteriak dan Alex tertawa.

"Alex aku mohon lepaskan!" pinta gadis itu. Bukannya kasihan Alex malah memasang wajah mengejek. "Sakit?"

Gina mengangguk, darah bercucuran dari pergelangan tangannya. "Alex aku minta maaf, tolong lepaskan tanganku."

Alex menggeleng, "kau seharusnya minta maaf pada Riana."

"Iya aku akan meminta maaf setelah pulang dari sini. Tapi aku mohon tolong lepaskan tanganku," air mata Gina mengalir.

"Setelah pulang dari sini katamu? Memangnya kau bisa pulang?"

Gina ketakutan, gadis itu melepas paksa tangannya dari cengkraman Alex. Setelah berhasil gadis itu berlari ketakutan. Ia mencari jalan keluar dari hutan ini. Alex tidak tinggal diam, pria itu mengikuti kemana pun Gina berlari. Ia memang sengaja melepaskan gadis itu. Memberi semangat padanya di detik-detik terakhir kehidupannya. Alex tertawa lagi, ah senang sekali rasanya berburu mangsa.

Sedangkan Gina jauh didepan Alex berlari ketakutan, ia sama sekali tidak menoleh sedikitpun kebelakang. Ketakutannya membuat Gina tidak merasakan lelah sama sekali. Yang ia pikirkan adalah keluar dari hutan gelap ini. Setitik cahaya dari hutan membuat semangat Gina berkobar. Gadis ia mempercepat larinya ke cahaya itu. Dan memang benar, Gina telah keluar dari hutan. Tidak jauh dari tempatnya berada, rumah tua berdiri dengan kokoh. Ia bergidik ngeri dan hendak menyusuri jalan raya untuk pulang.

"Kalian sudah selesai berlomba lari?" Gina terkejut dengan kehadiran Gema. Tidak sampai satu menit Alex keluar dari hutan. Gina tidak menggubris Gema dan hendak melarikan diri. "Mau kemana kau?"

Gina berusaha menarik tangannya yang dipegangi Gema. "Ti...tidak lepaskan aku, aku ingin pergi dari sini."

"Oh kau ingin pulang setelah berolahraga?" tanya Alex. Gina kesal dan berusaha menarik tangannya yang kesakitan.

"Dia ketakutan, padahal aku hanya menunjukkan pisau ini," kata Alex. Gema tertawa.

"Kau ini bodoh atau apa? Sudah tahu itu pisau kenapa kau tunjukkan?"

"Apa yang perlu di takuti dari pisau?" tanya Alex yang tidak membutuhkan jawaban sama sekali.

"Dasar psikopat!" ucap Gema dan Alex tertawa.

"Tidak perlu takut Gina," kata Gema.

"Tidak perlu takut katamu, kalian brengsek!" umpat Gina.

"Kau lihat kan?" Alex menunjuk Gina dengan dagunya. "Dia menyebalkan dan aku hanya menunjukkan pisau ini."

"Baiklah terserah padamu tapi kata kakak gadis itu tidak boleh mati. Ia akan dibawa ke kantor polisi untuk mengurus semuanya," kata Gema. Alex mendesah kecewa padahal ia ingin sekali mencongkel bola mata jelek Gina. Ia gemas ingin meremas bola matanya.

Mendengar apa yang dikatakan Gema, Gina ketakutan dan bermaksud berlari dari sina tapi Gema menariknya masuk kedalam rumah tua itu.

"Lepas aku." Gina memberontak yang di hadiahi tatapan tajam dari Alex. Gina memalingkan wajahnya.

"Kau tidak bisa pergi dari sini," ujar Gema.

"Ti...tidak aku ingin pulang." Gina berusaha menarik tangannya dari Gema. Gina menggeleng, ia tidak ingin dimasukkan ke penjara.

"Kau akan membayarnya Gina, kau akan dimasukkan ke penjara karena mengedit foto dan video itu," ujar Gema.

"Kenapa tidak langsung membunuhnya saja?" saran Alex.

"Tidak, kakak akan marah. Ini demi hubungan kakak dengan kakak ipar," ujar Gema. Mereka memasuki rumah besar itu melewati ruang tamu.

"Kemana kau akan membawaku?" tanya Gina.

"Tentu saja ke gudang, tenang saja kau tidak akan kami bunuh," ucap Gema memasuki gudang dan mendudukkan Gina pada kursi. Mereka mengikat kuat badan Gina disana. Gadis itu memberontak.

"Tolong lepaskan aku." Gina memohon yang diabaikan kedua saudara itu.

"Kau lebih baik disini," ujar Gema dan keluar dari gudang meninggalkan Alex.

Pria itu menyeringai pada Gina membuat gadis itu ketakutan, "seharusnya kau tadi mati saja."

Akhirnya Alex ikut menyusul keluar meninggalkan Gina di gudang gelap itu. Mereka mengunci pintu gudang dan pergi dari sana membiarkan Gina berteriak ketakutan.

TBC.

Riana & RalexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang