DUA PULUH LIMA

284 51 0
                                    

Pria itu menatap ponselnya gusar, ia benci ketika gadis yang dicintainya mengabaikan telepon darinya. Berkali-kali ia mencoba menelepon gadis itu tapi tidak diangkat. Panggilannya masuk tetapi gadis itu mengabaikannya.

Menghela nafas, Ralex bersandar di sofa kantornya. Ia menatap frustasi pada layar ponselnya. Tidak biasanya gadis itu mengabaikan telepon darinya. Karena tidak tahan teleponnya diabaikan oleh Riana, Ralex menelepon orang suruhannya yang mengawasi Riana dari jauh dua puluh empat jam.

"Bagaimana kabar Riana?" tanya Ralex langsung begitu panggilannya diangkat.

"Tuan, nona tidak keluar dari rumah begitu ia pulang sekolah. Sepertinya nona dalam masalah."

Ralex mendengarkan penjelasan dari orang suruhannya. Pria itu terdiam lalu mematikan ponselnya. Ia harus menemui Riana dan melihat apa yang terjadi pada gadis itu. Riana yang biasanya tidak peduli pada apapun tiba-tiba seperti ini. Tentu saja Ralex sangat khawatir pada gadis itu, ia tidak ingin tunangannya kenapa-napa.

Selama di perjalan menju rumah Riana, Ralex berdecak kesal karena harus terjebak macet. Ia harus segera menemui tunangannya sebelum terjadi sesuatu pada gadis itu. Laporan orang suruhannya mengatakan kalau Riana beberapa hari ini bahkan tidak keluar kamar untuk makan. Itu membuat orang tua Riana khawatir.

Sebagai tunangan, Ralex tidak ingin membuat kesan buruk pada kedua orang tua Riana jika mengabaikan gadis itu.

Tiba didepan rumah mewah itu, Ralex keluar dari mobilnya dan langsung menemui calon mertuanya yang berada di ruang tamu.

"Permisi Pa, Ma," sapa Ralex sedikit gugup. Bagaimanapun ini pertama kalinya ia menyapa calon mertuanya itu.

Kedua paruh baya itu menoleh pada Ralex. Wajah mereka yang tadinya kusut berubah berbinar akan kedatangan calon menantu mereka.

"Ralex syukurlah kamu datang, kamu harus membuat Riana keluar dari kamarnya. Ia tidak makan dua hari ini." Mama Riana yang biasanya galak dan tidak suka ucapannya dibantah menjadi lesu. Suaminya menahan tangan istrinya ketika wanita itu ingin menghampiri. Ia tidak ingin istrinya bertindak bodoh.

"Ma tenanglah," papa Riana menenangkan isterinya setelah itu menoleh pada Ralex yang berdiri dengan kening yang berkerut.

"Pa apa yang terjadi pada Riana?" tanya Ralex penasan.

Pria paruh baya itu menghela nafas, "Papa kurang tahu, Riana pulang kerumah dua hari yang lalu dengan keadaan lusuh dan menangis, dia langsung mengurung diri di kamar. Riana bahkan tidak masuk sekolah."

"Pa Riana masih belum membuka pintu kamarnya, apa papa punya kunci cadangan?" Clasie datang menghampiri orang tuannya. Ia terkejut ketika melihat tidak hanya orang tuanya yang berada di ruang tamu. Tunangan adiknya juga berada disini, walaupun pria itu akan menjadi adik iparnya tapi pria itu lebih tua darinya.

"Tuan Ralex," sapa Clasie sopan pada Ralex. Walau bagaimanapun pria itu orang yang berpengaruh.

Ralex tidak membalas, pria itu hanya mengangguk.

"Saya ingin bertemu Riana," ucapnya membuat Clasie lega. Ia langsung menyuruh pria itu kelantai dua menemui Riana. Semoga dengan kehadiran Ralex membuat Riana membuka pintunya.

Riana memang membuka pintunya ketika mendengar suara pria itu di depan pintu. Gadis itu tampak lesu dengan kantong mata yang hitam. Ralex meringis melihat keadaan gadisnya.

"Kenapa kau ada disini?" suara gadis itu tampak lemah tapi ada kemarahan disana. Ralex khawatir.

"Honey ada apa? Apa terjadi sesuatu padamu? Katakan padaku?" Rallex berusaha membuat gadis itu tenang. Ia masuk kekamar gadis itu dan menutup pintunya.

Riana tampak marah dan menatap Ralex tajam. "Keluar dari kamarku!"

Ralex mengerutkan keningnya, "honey, ada apa denganmu? Kau tidak biasanya seperti ini."

Riana menangis membuat Ralex merasa bersalah. Ia langsung memeluk tubuh rapuh gadis itu tapi Riana terlanjur benci pada Ralex. Ia mendorong tubuh Ralex menjauh darinya.

"Kau bilang kau mencintaiku," ucap Riana.

"Honey aku memang mencintaimu, apakah pernyataanmu cintaku tempo hari kau tidak percaya?" tanya Ralex.

Riana membuang muka, "tapi kenapa, kenapa kau berselingkuh? Apakah perselingkuhan itu termasuk cintamu kepadaku?"

"Sayang aku tidak tahu apa yang kau katakan, apa yang terjadi padamu aku juga tidak tahu. Kau tiba-tiba menuduhku berselingkuh yang sama sekali tidak pernah kulakukan," kata Ralex.

"Oh ya? Kau perlu bukti?"

"Ya aku butuh bukti, jangan menuduh sembarangan," kata Ralex menahan emosi. Gadis yang dicintainya tiba-tiba menuduhnya berselingkuh. Niat itu saja tidak pernah ada di benaknya.

Riana melepar kumpulan foto itu pada Ralex. Ia juga memutar video persetubuhan pria itu dengan Gina di depan wajah Ralex. Setelah video itu selesai diputar, Riana tertawa melihat ekspresi Ralex.

"Kenapa kau tidak menyangkalnya? Apa sekarang belangmu sudah ketahuan?" Riana menangis lagi. "Air mata sialan, seharusnya aku tidak menangis untukmu yang bahkan berkhianat."

Ralex menghela nafas, ia melihat foto-foto yang bertebaran di lantai. Tatapannya datar pada foto-foto itu. Ia bahkan tidak sudi memungut selebarpun foto-foto itu. Kini Ralex beralih pada Riana yang menutup wajahnya dengan kedua tangan mungilnya. Ia mendekati Riana tanpa gadis itu sadari.

"Kau pasti lelah Honey menangis terus, kau tidak perlu menangis hanya karena hal yang bahkan aku tidak lakukan." Ralex memeluk Riana membuat gadis itu kaget. Ia hendak menatap Ralex tapi matanya sangat berat dan akhirnya ia jatuh tertidur dalam pelukan ralex.

"Kasihan gadisku," gumam Ralex. Pria itu menidurkan Riana di atas ranjang gadis itu dan menyelimutinya. Setelah semuanya beres, Ralex menatap lembaran foto yang bertebaran di lantai dengan sinis. "Sudah kuduga kau akan melakukan apapun untuk merusak hubunganku dengan Riana."

Dengan tenang Ralex menelepon kedua adiknya untuk bertemu. Setelah telepon itu berakhir, Ralex duduk di tepi ranjang Riana. Pria itu mengamati wajah cantik Riana. Ia merasa kasihan dengan tunangannya yang tidak makan apapun selama dua hari ini. Seharusnya gadis itu tidak usah peduli sebelum ia menjelaskan segalanya. Tapi ia maklumi, mau bagaimanapun Riana tentu tidak bisa berpikir jernih.

"Honey aku mencintaimu," ucap Ralex dengan senyum manis. Tapi ekspresinya berubah ketika kakinya menginjak sesuatu. Ralex menunduk dan memungut benda mungil itu.

Itu cincin pertunangan mereka dan Riana membuangnya sembarangan karena kemarahan gadis itu. Ralex meraih pergelangan tangan Riana dan melihat apakah gelang pemberiannya juga dibuang. Pria itu mendengus ketika tidak menemukan gelang pemberiannya dimanapun. Begitu juga dengan kalung pemberianya. Gadis itu melepaskan semua perberiannya.

Menghela nafas, Ralex menahan emosi supaya tidak menyakiti Riana. Pria itu menatap sekeliling kamar Riana dan mengangguk puas. Ia suka selera Riana, mungkin karena itu ia dan Riana dipertemukan. Mereka sama-sama memiliki selera yang tinggi.

"Karena aku mencintaimu aku sudah memaafkan kesalahanmu yang membuatku kesal honey." Ralex mencium kening Riana.

TBC.

Riana & RalexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang