EMPAT

560 103 0
                                    

Elin teman Riana mengunjungi Riana ketika mendengar kabar gadis itu sakit.

"Mengapa tulangmu bisa retak?"

Riana memutar bola matanya malas. "Apa kau melihat tulangku retak?" Tanya Riana.

Elin adalah teman dekat Riana. Mereka berteman sudah sangat lama. Tapi bagi Riana Elin hanya sekedar teman bukan sahabat. Kalian pasti tahu apa perbedaan teman dan sahabat. Teman cuma sekedar teman seperti teman sebangku, teman karena tetangga dan masih banyak lagi. Sedangkan sahabat adalah teman yang paling berharga dan selalu ada disampingmu baik duka maupun senang. Sahabat juga bisa diajak curhat. Lain halnya dengan teman, teman memang bisa diajak becanda tapi tidak dapat menjaga rahasia.

"Kalau tulangku retak aku tidak akan bisa makan, mandi maupun berjalan. Walau seluruh tubuhku rasanya remuk."

Elin menatap khawatir, "sini aku obati,"

"Memangnya kau punya obat?" tanya Riana.

"Hm punya. Kata Ibuku obat ini bisa meredakan rasa nyeri." Elin mengeluarkan botol obat dari dalam tasnya. Bentuk obat itu seperti saleb tapi bukan saleb. "Sekarang buka bajumu!"

"Untuk apa membuka baju?" Mata Riana membelalak ngeri. Apa Elin masih normal?

"Jangan berpikiran yang macam-macam. Aku hanya mengolesi pereda nyeri ini pada tubuhmu," kata Elin dengan nada kesal. Tentu saja kesal, seenak jidatnya saja Riana memikirkannya tentang hal yang menjijikkan.

"Baiklah."

Elin membantu Riana melepaskan pakaian gadis itu lalu membantunya mengoleskan obat pereda nyeri yang dibawanya.

"Apa kau tidak bisa mengolesinya dengan pelan?" Kata Riana kesal.

"Ini sudah sangat pelan aku mengolesinya Riana," lama-lama suara Riana yang mengaduh membuat Elin kesal. "Okey, ini cuma sebentar saja."

"Kau enak yang berkata tapi aku yang kesakitan."

"Memangnya tubuhmu kenapa bisa begini sih?"

Riana meringis menahan rasa sakit bercampur perih di punggungnya yang sekarang sedang diolesi oleh Elin. "Tidak tahu. Setelah aku bangun tadi pagi tubuhku terasa sakit dan pegal-pegal."

"Pantas saja punggungmu sedikit membiru,"

"Masa sih?"

"Iya, jika kau tidak percaya padaku lihat saja di kaca."

Riana langsung bangkit dari duduknya dikasur menuju meja rias miliknya. Ia membelakangi kaca lalu memutar sedikit kepalanya kebelakang menatap pantulan punggungnya yang memar di kaca. Matanya terbelalak, pantas saja sakit.

"Sudah puas memandangi punggungmu melalui kaca? Sekarang cepat kemari aku belum selesai mengolesi punggungmu."

"Iya, iya tunggu sebentar," Riana kembali mendudukkan dirinya di tengah kasur. Ailen duduk dibelakang Riana dan kembali mengolesi tubuh gadis itu.

"Ini akibat kau salah pergerakan saat tidur kan?" Tanya Elin sok yakin.

"Bukan," sahut Riana kesal.

"Lalu kenapa?"

"Bukankah sudah kukatakan kalau setelah aku bangun tadi tubuhku sudah terasa sakit."

"Itu alasan yang tidak masuk akal," kata Elin.

"Terserah jika kau tidak percaya"

Kamar Riana menjadi hening. Karena keduanya tidak lagi mempunyai topik untuk pembicaraan. Riana akhirnya memilih keheningan menyelimuti mereka daripada mendengar segala ocehan Elin. Riana mencoba berpikir, memang tidak masuk akal jika setelah bangun tubuhnya menjadi sakit. Mungkin saja Riana salah pergerakan saat tidur. Salah pergerakan? Rasanya tidak, tulang Riana baik-baik saja setelah diperiksa oleh dokter. Kata dokter tubuhnya baik-baik saja. Dokter juga bingung mengapa tubuh Riana membiru tapi dokter mengatakan, mungkin saja ada orang yang memeluknya terlalu kuat. Tepat seperti dugaan Ailen kalau tubuhnya pasti ditindih atau dipeluk seseorang terlalu erat.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now