TIGA PULUH LIMA

56 11 3
                                    

"Sahabatmu benar Riana, aku ini hanya menambah masalah dalam hidupmu. Sebaiknya kau tidak perlu dekat denganku."

Riana tidak menggubris Ailen, ia malah menarik Ailen keluar toilet. Sepanjang perjalanan murid-murid lain membicarakan Ailen. Mereka tidak tanggung-tanggung mengeluarkan suara mereka. Mereka membicarakan Ailen dengan suara yang keras.

"Lihatlah si tidak tahu malu itu, menjijikkan sekali."

"Benar! Tapi kenapa Riana masih mau berteman dengannya, padahal kakak Ailen hampir ingin menghancurkan hubungan Riana dengan tunangannya."

"Gara-gara kakak gadis menjijikkan itu, nama sekolah kita tercemar."

"Tidak tahu malu, kau masih berani datang ke sekolah ini?!"

"Seharusnya kau dikeluarkan dari sekolah ini!"

Ailen menunduk, ia tak berani mengangkat wajahnya seperti Riana yang berjalan dengan percaya diri di sampingnya.

"Jangan dengarkan apa yang mereka katakan. Selama kau ada di sampingku, kau akan baik-baik saja."

Benar selama Ailen berada di samping Riana, teman sekolahnya tidak ada yang berani membully-nya. Ailen sedikit tenang ketika berada dekat dengan Riana. Kemanapun Riana pergi, ia selalu memaksa Ailen ikut dengannya untuk menghindari pembullyan.

Tapi itu hanya sebentar, ketika Misya menarik pergelangan Riana. Ia membawa Riana menjauh dari Ailen.

"Misya lepaskan tanganku. Apa yang kau lakukan, bagaimana dengan Ailen?"

"Ini penting Riana. Ada yang ingin ku bicarakan."

"Apa? Tidak bisakah Ailen ikut?"

"Tidak bisa, karena ini sangat penting."

Riana pasrah, ia tak bisa menolak Misya ketika gadis itu bersikeras menarik Riana. Terpaksa ia ikut dengan Misya. Ia akan menyakinkan dirinya sendiri jikalau ia hanya akan meninggalkan Ailen sebentar saja.

Setelah kepergian Riana yang ditarik Misya, Ailen sendirian berada di bangkunya. Kelas lumayan sepi, hanya ada beberapa siswi yang sibuk pada dirinya sendiri, mengabaikan keberadaan Ailen. Ailen sedikit tenang ketika kelas masih belum ramai.

Ia berharap Riana segera kembali, ia merasa cemas jika sewaktu-waktu teman-temannya datang dan memukulinya. Ailen duduk dengan hati cemas. Beberapa kali ia melirik pada layar handphonenya untuk melihat jam.

Riana pergi cukup lama dan ketika jam masuk untuk pelajaran selanjutnya dimulai, jantung Ailen berdebar dengan keras. Ia membayangkan jika selanjutnya ia pasti akan dibully lagi. Jika yang membully-nya adalah ketiga sahabat Riana, Ailen sungguh tidak masalah. Tetapi teman-temannya sekolahnya sekarang ikut juga membully-nya.

Beberapa saat kemudian, teman-teman sekelasnya tidak ada yang masuk ke kelas. Juga siswi yang berada di kelas tadi, tidak ada di kelas. Sekarang kelas sunyi, suara lapangan di luar juga sunyi karena sudah waktunya masuk.

Ailen merasa heran dengan teman-teman sekelasnya yang tidak kunjung masuk. Akan tetapi ia juga sedikit lega jika mereka memang tidak masuk kelas. Mungkin mereka membolos.

Karena guru juga tampaknya tidak masuk ke kelas hari ini, serta Riana juga tidak tampak batang hidungnya. Ailen memilih mengeluarkan buku catatannya, mempelajari kembali materi sebelumnya. Ketika Ailen sibuk pada buku catatannya, seorang gadis yang tampak malu-malu memasuki kelas dan menatap heran pada kelas yang kosong.

Dan saat gadis itu menatap pada bangku Ailen, ia lega ketika orang yang dicarinya berada di kelas. Ia melangkah masuk dan mendekati Ailen yang masih sibuk. Menepuk pundak Ailen membuat gadis itu tersentak.

Riana & RalexWhere stories live. Discover now