DUA PULUH SATU

270 46 0
                                    

Ailen membantu Gina turun dari tempat tidur rumah sakit. Gadis itu sudah diperbolehkan pulang. Gina tersenyum pada adiknya dan menoleh pada pintu, berharap seseorang muncul dari sana. Tapi ia harus menelan kekecewaan ketika orang itu tidak datang.

Setelah menyusun semua barang-barang Gina, Ailen menuntun kakaknya itu keluar dari ruangan. Ailen tahu apa yang dipikirkan Gina tapi ia tidak ingin membuat kakaknya itu sedih. Kalau sebenarnya Ralex tidak akan datang menjemput Gina. Ralex pria yang sibuk, meluangkan waktu dengan tunangannya saja pria itu harus menunda pekerjaannya, apalagi Gina yang bukan siapa-siapanya Ralex.

"Apa dia tidak akan datang?" Sepertinya Gina tidak bisa tidak bertanya tentang hal itu.

"Tuan Ralex sibuk kak," balas Ailen.

Gina tersenyum sedih, "oh iya aku lupa kalau Ralex pria pekerja keras."

"Kak bisakah sehari saja kakak tidak bertanya tentang tuan Ralex. Tuan Ralex sudah memiliki tunangan," Ailen sungguh tidak enak pada Riana mengenai sikap kakaknya. Bagaimana jika Riana tahu soal perasaan Gina pada Ralex. Ailen tidak ingin Riana menjauhinya lagi, setelah mereka berbaikan kemarin.

"Kau benar," ucap Gina dan setelahnya gadis itu tidak berbicara lagi. Mereka keluar dari rumah sakit dan masuk ke dalam mobil yang telah menjemput mereka.

Setelah beberapa saat mobil tumpangan mereka berhenti di halaman rumah besar. Rumah yang menampung mereka selama ini. Ailen dan Gina keluar dari mobil dan seorang pelayan membantu mengangkat barang-barang Gina.

Nyonya Argamawan menyambut kedatangan Gina dan memeluk gadis itu. Ia mengajak Gina masuk diikuti Ailen dibelakangnya.

"Maaf sayang aku tidak bisa menjemputmu." Arlin mengelus rambut Gina dengan sayang. Gina membalas senyum Arlin.

"Tidak apa-apa nyonya," balas Gina.

"Kalian ini, mama kan sudah bilang panggil aku mama, kenapa kalian terus saja memanggilku nyonya?"

Merasa tidak mendapat balasan dari Gina dan Ailen, Arlin berkata, "ah sudahlah jika kalian tidak nyaman memanggilku mama. Ailen tolong buatkan Gina makanan, aku yakin dia belum makan."

"Baik," sahut Ailen. Setelah itu nyonya Argamawan meninggalkan mereka berdua di ruang keluarga.

Gina menghempaskan dirinya di sofa, "rumah ini tetap saja sepi."

Ailen tersenyum dan pergi meninggalkan kakaknya seorang diri di ruang keluarga. Setelah kepergian Ailen, Gina mulai membayangkan suasana ramai setelah ia kembali dari rumah sakit. Ia akan membuat rumah ini ramai kembali. Gina sudah merancang semuanya.

Malam harinya para lelaki Argamawan sudah berkumpul di ruang keluarga termasuk Ralex. Pria itu terus saja menatap ponselnya setelah tiba di rumah. Gina, Ailen dan Arlin menghampiri para pria Argamawan.

"Papa dan anak-anak mama ayo kita makan, Gina dan Ailen sudah menyiapkan makan malam," kata Arlin.

Keempat pria Argamawan tersadar akan kedatangan mereka.

"Gina kapan kau pulang? Kau sudah sembuh?" Papa Ralex bertanya.

Gina tersenyum dan membungkuk, "tadi pagi tuan, saya sudah sembuh."

Tuan Argamawan mengangguk senang. Pandangan Gina jatuh pada Ralex yang menatapnya datar. Pria itu memang memperhatikannya namun tidak terlihat senang akan kehadirannya. Gina tersenyum menutupi rasa kecewanya.

"Kau semakin cantik Gina," puji Alex membuat senyum Gina muncul. Dia cukup percaya diri akan pujian Alex.

"Baru keluar dari rumah sakit, Gina harus mendapat pujian dari Buaya," komentar Gema.

"Diam kau adik sialan," Alex tidak terima.

"Sudah-sudah waktunya makan malam," Nyonya Argamawan menyela.

***

Gina menghadang Ralex yang hendak masuk ke kamarnya. Pria itu mengernyit tidak senang.

"Minggir Gina!"

Gina tersenyum sedih, "kau berubah setelah bertunangan."

"Bukan urusanmu!"

"Aku tahu ini memang bukan urusanku, tapi bolehkah aku berharap kau kembali seperti dulu lagi," ujar Gina.

"Seperti dulu? Apakah ada yang spesial dari hubungan kita yang dulu?"

"Dulu kau lebih perhatian padaku, tidak seperti sekarang," jawab Gina dengan senyum sedih.

Menghela nafas, Ralex mendorong Gina dari hadapannya, "aku ingin masuk."

Mata Gina terbelalak tidak percaya akan sikap Ralex padanya. "Baiklah aku tahu masalahnya sekarang, karena kau sudah bertunangan kan?"

Ralex menghentikan tangannya yang membuka kenop pintu. Ia menatap Gina datar, "aku benci wanita pemaksa."

Ralex membuka pintu kamarnya lalu menutupnya kembali. Meninggalkan Gina seorang diri di depan kamar pria itu.

"Pemaksa ya? Aku akan jadi wanita pemaksa setelah ini." Gina tersenyum miring.

Pertama-tama jumpai gadis bernama Riana, dan buat gadis itu menjauh dari Ralex. Gina sudah merencanakan semuanya. Tersenyum miring, Riana menatap lama pada pintu kamar Ralex. Gadis itu tidak suka dengan pertunangan Ralex, ia merasa pria itu tidak memperhatikannya seperti dulu lagi setelah bertunangan. Ia sangat yakin gadis yang bernama Riana itu yang membuat Ralex seperti ini. Gina akan membuat gadis itu menjauh dari Ralex.

***

Riana mengendarai mobilnya ke sekolah, hari ini ia menyetir sendiri tanpa sopir. Perjalanan ke sekolah lumayan lama dan Riana memilih mendengarkan musik.

Lima belas menit kemudian Riana memarkirkan mobilnya di parkiran mobil. Ia turun dari mobil dan seseorang menabrak bahunya.

"Aww," Riana meringis dan mendelik pada orang itu, "apa kau tidak bisa hati-hati?"

"Maaf aku tidak sengaja," kata orang itu dan berlalu dengan terburu-buru.

"Sialan, kau sengaja ya," umpat Riana tapi orang itu sudah keburu kabur. Riana menatap seragam sekolahnya yang tertumpah kopi panas. Ia sangat marah pada orang yang menabrak bahunya dengan sengaja. Riana tersenyum. "Kau pikir kau bisa lolos begitu saja setelah membuat baju seragamku bernoda? Aku tidak sebaik itu."

Orang yang menabrak bahu Riana berlari tergopoh-gopoh pada seseorang yang sudah menunggunya di taman dekat parkiran.

"Terimakasih atas kerja samamu, ini upahmu."

"Terimakasih!"

Wanita itu tersenyum dan mengusir orang suruhannya, "pergilah!"

Gina tersenyum puas menatap Riana dari jauh, gadis itu tampak membersihkan seragam putihnya dengan sapu tangan.

"Senang melihatmu kesusahan Riana," senyum Gina luntur begitu melihat siapa yang menghampiri Riana. "Adik, mengapa kau harus membantu gadis sialan itu."

Seseorang yang dilihat Gina adalah Ailen, adiknya. Ia tidak tahu kalau Ailen sedekat itu dengan Riana.

"Baik, baiklah ini masih permulaan," kata Gina tersenyum iblis lalu pergi dari sana menemui teman lama.

Sementara itu Riana dibantu oleh Ailen. Ailen memberikan satu seragamnya pada Riana.

"Terimakasih Ailen." Riana sangat bersyukur dengan kehadiran Ailen.

"Tidak masalah Riana, sudah seharusnya aku menolongmu," balas Ailen.

"Kau baik sekali, aku jadi menyesal marah padamu saat itu," kata Riana.

Ailen tersenyum, "itu karena kau salah paham."

"Ya," ucap Riana.

***

TBC

Riana & RalexTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang