31 | honesty

84.2K 8.8K 3.5K
                                    

warning: mature content, sexual content 




***

Bakal bohong besar kalau Jaka bilang dia nggak gugup

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Bakal bohong besar kalau Jaka bilang dia nggak gugup.

Saat dia melintasi meja depan bersama Rossa, beberapa perawat memandangnya dan Rossa bergantian dengan tatapan yang agak terlalu teliti dan penuh spekulasi. Untungnya, mereka nggak perlu menunggu lama, sebab perawat lainnya yang berjaga di depan ruangan dokter langsung paham sewaktu melihat Rossa. Perawat tersebut sempat melirik Jaka sebelum mempersilakkannya untuk masuk.

Jaka sudah tau kalau dokter yang akan mereka temui itu tantenya Jenar, cuma dia nggak mengira fitur wajah perempuan setengah baya itu benar-benar mirip Jenar dan kakak perempuannya. Keluarga kayak keluarganya Jenar nih tipe keluarga yang bikin orang lain dihantui iri-dengki. Gimana nggak? Kayaknya semua anggota keluarganya menang lotere genetik yang bikin penampilan mereka kelihatan sangat oke meski dengan pakaian yang sederhana.

"Temannya Jenar?" perempuan itu bertanya dengan ramah.

Jaka mengangguk. "Kita berdua sama-sama temannya Jenar."

"Saya kira yang akan nganter kesini temannya Jenar yang satu lagi."

"Dia sibuk." Rossa tersenyum kaku.

"Oke, silakan duduk." Tantenya Jenar berujar, membuat Rossa dan Jaka ikut duduk di depannya. Lalu, perempuan itu membuka sebuah amplop kertas berwarna cokelat yang nggak Jaka ketahui apa maknanya. Dia kira, Rossa datang kemari hanya untuk pemeriksaan biasa. Tapi dari gestur yang ditunjukkan oleh tantenya Jenar, kelihatannya Rossa sudah pernah kesini seenggaknya sekali. "Jadi, berkaitan dengan tes darah yang sudah dilakukan—sori, sebelumnya, bisa saya bertanya soal sesuatu."

Sebagai pihak yang ditatap, Jaka langsung mengangguk. "Iya, Dok?"

"Who's the father, actually? You or Wirya?"

Jaka menoleh ke Rossa. "You didn't tell her?"

Rossa terdiam, nggak berani menjawab sebab pertanyaan Jaka terdengar sangat menohok. Jaka menahan napas, berusaha untuk nggak membiarkan rasa frustrasi menguasainya dan dia pun menjawab pertanyaan tantenya Jenar dengan senyum yang dipaksakan. "Saya, Dok."

"Kalau dari hasil tes darah yang sudah dilakukan—"

"Sori, Dok, tapi kenapa mesti dilakukan tes darah ya? Memangnya ada sesuatu yang nggak wajar?" Jaka memotong.

"I fainted." Rossa membalas cepat. "Waktu malam Natal. Wirya ke rumah gue. Gue pingsan. Untungnya nggak terlalu parah, jadi orang tua gue nggak mikir yang macam-macam. Tapi Wirya khawatir, jadi kita—"

"Dan lo nggak bilang apa-apa sama gue?"

"Jaka—"

"Kita harus bicara, setelah ini." Jaka menegaskan, kemudian beralih pada tantenya Jenar yang masih berada di depan mereka. "Maaf, Dok. Penjelasannya bisa diteruskan."

Teknik ✅Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang