"Namanya Kalya."
Itu kalimat pertama yang Wirya ucapkan setelah kesunyian yang panjang diantara mereka. Sejujurnya, Rossa nggak butuh tahu siapa nama cewek itu. Malah, dia lebih suka kalau Wirya bilang cewek itu bukan siapa-siapa. Tapi tampaknya, cewek itu bukan cewek biasa, melihat dari bagaimana Wirya sempat membiarkan Rossa masuk ke ruangan dokter sendirian hanya untuk menjelaskan apa yang menurutnya mesti dijelasin pada cewek bernama Kalya tersebut.
Lantas setelahnya, Wirya nggak banyak bicara. Nggak di ruangan dokter. Nggak hingga mereka duduk bersebelahan di dalam mobil Wirya yang tetap terparkir selama sesaat di pelataran depan rumah sakit.
"Aku nggak tanya siapa namanya."
"Rossa,"
"Aku tanya, dia siapa?"
"Anaknya teman Mami aku."
"Aku yakin bukan cuma sebatas itu."
"Memang bukan cuma sebatas itu."
"Terus dia siapa?"
"Aku nggak tau harus jawab kamu dengan gimana, Rossa."
"Jawab jujur."
"Aku nggak mau."
"Kenapa?"
"Sebab kalau aku jujur, aku bakal bikin kamu nangis."
Ada gumpalan aneh yang serasa menyumbat tenggorokan Rossa, membuatnya sukar bernapas, membuat dadanya terasa sesak. Cewek itu melarikan tatapannya keluar kaca gelap mobil, memandang pada dunia luar yang kelihatannya baik-baik saja. Nggak seperti dia dan Wirya sekarang.
"Setelah kupikir lagi, pilihan yang ada cuma aku nangis sekarang atau aku nangis nanti. Aku prefer sekarang."
"Roseanne—"
"Wirya."
Wirya mengeratkan genggaman tangannya pada roda kemudi sebelum melepas napas berat. Dia tau, cepat atau lambat, dia bakal mesti memberi tahu Rossa. Tapi nggak secepat ini. Nggak sekarang. Dia punya rencananya sendiri, termasuk agenda untuk bicara dengan ibunya. Pertemuannya dengan Kalya di rumah sakit—lebih parahnya, di depan ruangan dokter kandungan—adalah sesuatu yang tidak terduga, faktor eksternal yang menghancurkan seluruh persiapannya. Tentu saja, dia bisa jujur pada Rossa. Namun melihat dari karakter Rossa, Wirya tahu, sangat mustahil mengharapkan cewek itu nggak akan overthinking. Di sisi lain, selalu ada kemungkinan gagal untuk setiap hal, Wirya merasa dia akan sangat jahat kalau dia menjanjikan sesuatu yang nggak bisa dia pastikan.
"Kalya itu anak temannya Mami aku."
Rossa tetap diam, menunggu sembari memandang Wirya dengan mata yang sarat kekhawatiran.
"Mami dan temannya bersahabat dekat. Mami suka sama Kalya. Katanya, Kalya baik."
"I can see that. Pretty, too." Rossa menambahkan.
YOU ARE READING
Teknik ✅
General Fiction(Completed) what's the difference between "ooh!" and "aah!"? about three inches.