"Rei minta dijemput."
Dhaka baru membuka teh botol dinginnya ketika Tigra tiba-tiba bilang begitu.
"Lah, urusannya apa sama gue?"
"Sana jemput."
"Kok gue? Kan dia ngehubunginnya lo."
"k0k guE,,,,,, kAn diA nGeHubUn9inNyA l0,,,,," Tigra malah meniru ucapan Dhaka dengan nada meledek. "Gue nggak tau lo berdua berantem karena apa ya, tapi intinya, selesain deh. Jangan kayak anak SD, yang mesti dipertemukan dulu di satu ruangan terus dipaksa salaman dan maafan."
"Gue nggak—"
"Gue pernah bilang kan Dhaka, lo sama Rei tuh bisa bohongin siapa pun di dunia ini, kecuali gue."
Dhaka menutup kemasan teh botolnya, memandang Tigra sebentar sampai kemudian dia menyerah. "Fine. Jemput di mana?"
Tigra menjawab pertanyaan Dhaka dengan mengirimkan share location sebuah kafe, yang Dhaka tau nggak jauh dari kosan Sadewo. Kenal Rei dua belas tahun, Dhaka paham berat kalau bukan Rei banget untuk gemar nongkrong di kafe. Cewek itu lebih suka sunyi. Jadi kalau dia ada di kafe sekarang, besar kemungkinan, lagi ngumpul sama Johnny dan Alfa buat ngomongin acara tukar cincin sekaligus lamaran Alfa-Sierra atau... lagi makan siang sama... Jenar.
Duh, Dhaka benci banget menyebut nama yang terakhir, sekalipun itu cuma dalam pikiran.
Apa karena dia cemburu?
Sebelumnya, selain Tigra, cuma Dhaka cowok yang bisa dibilang dekat sama Rei. Yah, Rei kenal sama Milan, Wirya dan Yuta juga sih, tapi nggak sedekat itu sampai-sampai Rei berbagi rahasia dengan mereka. Tigra adalah kasus khusus, tapi Dhaka... Dhaka sudah kenal Rei lebih lama dari siapapun. Dua belas tahun tentu bukan waktu yang sebentar.
Nggak terencana, murni cuma karena keluarga Rei dan keluarga Dhaka bertetangga. Mereka sama-sama introvert, membenci keberadaan manusia lain apalagi yang menurut mereka nggak relevan. Dua-duanya sama-sama jutek dari kecil dan mungkin gara-gara itu, Rei dan Dhaka bisa saling relate. Lalu nggak tau siapa yang pertama kali memulai, mereka bersahabat.
Dhaka tau kok, akan jadi sangat klise jika dia memandang Rei lebih dari teman. Tapi bukannya, cinta memang selalu begitu? Dia hadir tiba-tiba, diantara kata terbiasa. Dan justru, cinta yang datang tanpa diniatkan itu biasanya yang paling sukar dilupakan. Hadir tanpa kata, dalam diam, dan ketika tersadar, sudah terlalu terlambat untuk berbalik dan mencoba lupa.
Kelihatannya, dia memang cemburu.
Dhaka sudah mempersiapkan diri kalau-kalau Rei memang betulan lagi hangout sama Jenar—nggak tau kenapa ya, cowok itu tampaknya akhir-akhir ini gabut banget dan makin rajin mengekori Rei kemana-mana—tapi ternyata nggak. Rei duduk sendiri di dalam kafe. Fokus pada layar ponselnya hingga dia mendengar suara pintu dibuka dan menoleh.
KAMU SEDANG MEMBACA
Teknik ✅
General Fiction(Completed) what's the difference between "ooh!" and "aah!"? about three inches.