Jujur, nggak tahu kenapa, Rei merasa bersalah.
Rasanya aneh, terlebih karena gimana cara Rei memandang Jenar. Dari awal mulai tahu Jenar gara-gara kejadian zodiak di depan rektorat waktu itu, Rei langsung mencapkan kata-kata 'BEWARE: PLAYBOY' di jidat Jenar. Walau dia tergolong cuek, bukan berarti dia clueless dan nggak tahu apa-apa soal sepak-terjang cowok itu.
Dulu waktu mereka masih maba, Rei beberapa kali lihat Jella dijemput Jenar, terus pergi berdua nggak tahu kenapa. Dia nggak tertarik ngepoin juga sih. Rossa sama Yumna jelas penasaran, tapi ya mereka juga nggak berusaha maksa Jella cerita. Di kosan Sadewo tuh, para ciwi-ciwi lantai dua memang saling care, namun juga menghormati privasi satu sama lain. Seandainya orangnya ngerasa nggak perlu cerita, nggak akan dipaksa cerita.
Habis dari Jella, dari yang Rei dengar, Jenar suka jalan sama banyak cewek. Kebanyakan ya setipe, yang cantik, tinggi, langsing, semlehoy-bohay-bahenol dengan rambut hasil karya tangan kapster salon mahal dan skincare yang harganya bisa bikin ginjal para rakyat jelata menjerit. Rata-rata tipe cewek yang rutin eyelash extention. Tapi berhubung nggak kenal-kenal amat sama Jenar maupun cewek-ceweknya, Rei nggak tertarik ngepoin.
Ngapain amat ngutak-ngatik urusan pribadi orang, kerjaan Rei saja banyak yang belum beres.
Tapi barusan... Jenar kelihatan marah juga... tulus?
Rei menelan saliva, memandang Jenar yang sekarang duduk di sebelahnya sambil memandang lurus ke layar televisi yang masih menayangkan bagian film The Kissing Booth.
"Je..."
Jenar nggak menjawab, ekspresi wajahnya kaku.
"Je, marah ya?"
"Menurut lo?" Jenar bahkan nggak mau repot-repot menoleh ke arah Rei sewaktu dia bicara.
Rei meneguk ludah lagi. Wow, ternyata Jenar serem juga kalau marah. Senyum jahil yang biasa kelihatan di wajahnya hilang, lenyap entah kemana.
"Je... sori..."
Senyap.
"Yaudah kalau lo semarah itu... gue pulang aja deh ya?"
Rei baru mau beranjak ketika tangan Jenar meraih salah satu lengannya, bikin dia batal bangun dari sofa. "Nanti aja pulangnya."
"Nanti lo makin bete kalau kelamaan lihat gue."
Jenar berdecak. "Nggak gitu."
"Terus gimana?"
"Gimana apanya?"
"Sebenarnya, apa yang lo mau dari gue?"
Akhirnya, Jenar nengok ke arah Rei. "Apa pun yang gue mau dari lo, itu nggak seperti yang lo pikirkan."
"Emang lo tau gue mikirin apa?"
"Dengan tawaran lo yang tadi, jelas gue tau apa yang lo pikirkan."
YOU ARE READING
Teknik ✅
General Fiction(Completed) what's the difference between "ooh!" and "aah!"? about three inches.