Part 17

891 135 22
                                    

Happy Reading
...

"Anak tidak tahu diuntung! Katakan pada Ayah siapa yang menghamilimu!"

Hartini tidak memberikan jawaban apapun, hanya suara isak tangis yang terdengar.

"Nangis tidak akan menyelesaikan semuanya Hartini, katakan pada Ayah siapa lelaki itu!"

"Ayo Nak katakan, kita harus meminta pertanggungjawaban pada lelaki itu."Ibunya Hartini lebih lembut sedikit dibandingkan Ayahnya.

Hartini menatap  Ayah dan Ibunya dengan mata berkaca-kaca, dia telah menaruh malu di wajah Ayah dan Ibunya, Hartini sangat malu dan jijik pada dirinya sendiri.

"Apa kau bisu! Jangan sampai kesabaran Ayah habis, Hartini!"

"Aku tidak tahu siapa Ayah dari anak ini, Ayah,"dusta Hartini.

"Bagaimana bisa!"Ayah Hartini menendang marah kursi yang ada di sebelahnya.

"Ayah kecewa sama kamu Nak!"suara Ayah Hartini melemah, hingga tubuh beliau merosot ke lantai.

"Hanya inikah balasan yang bisa kamu berikan sama Ayah dan Ibumu! Sungguh, Ayah tidak pernah mengajarkanmu menjadi wanita jalang, Hartini! Ayah menyekolahkan kamu di sekolah Agama, supaya kamu bisa menjadi anak yang sholehah Nak, bukan menjadi wanita murahan seperti ini. Bagaimana nanti Ayah mempertanggungjawabkan ini semua di hadapan Allah, Nak? Ayah benar-benar kecewa sama kamu."

Setelah mengatakan itu penyakit jantung Ayah Hartini kambuh, beliau mengalami serangan jantung.

"Lihatlah, kalau Ayahmu sampai kenapa-kenapa Ibu tidak akan memaafkanmu!"

"Ayah!"teriak Bu Hartini.

Bu Hartini memimpikan kejadian puluhan silam itu lagi.

"Mimpi itu datang lagi."Bu Hartini menyeka keringat yang membanjiri wajahnya.

Mendengar teriakan Mamanya, Biru yang ada di kamar sebelah terbangun. Ia bergegas untuk masuk ke kamar Bu Hartini.

Iya, setelah sempat kabur dari rumah. Atas bujukan Mamanya Biru kembali lagi ke rumah, untungnya Pak Bramantyo juga lagi sibuk kerja di luar kota, jadi Pak Bramantyo dan Biru tidak sering bertemu.

"Mama kenapa?"tanya Biru.

"Kamu kebangun ya, maafin Mama."
Bu Hartini memaksakan senyumnya, ia hanya tidak ingin membuat putra satu-satunya itu merasa khawatir.

"Mama mimpi buruk lagi?"Biru mendekat, ia mengambil posisi duduk di ujung tempat tidur.

"Iya, biasalah udah tua mimpinya juga jadi aneh-aneh."Bu Hartini mencoba mencairkan suasana.

"Mama beneran gak papa?"tanya Biru khawatir.

"Iya gak papa Nak, ayo sini dekat sama Mama."

Biru mendekat, lalu Bu Hartini menyenderkan kepalanya di bahu Biru.

Inilah Biru anak yang hadir karena kekhilafannya di masa muda.

"Nak, kamu kapan dong nikah sama Rubi?"

Biru menghela nafas, ternyata Mamanya masih mengingat perihal rencana pernikahan itu. Sebenarnya Biru merasa bersalah juga kepada Mamanya, Mamanya tidak meminta banyak hanya meminta menantu tetapi sampai detik ini Biru belum juga bisa memenuhinya.

Andai saja Papanya, Pak Bramntyo tidak menghancurkan hubungan Biru dan Widya, barangkali Biru bisa memenuhi permintaan Mamanya ini dengan senang hati, tetapi kini keadaannya telah berbeda.

"Mama sabar sedikit lagi ya, Biru sama Rubi masih butuh waktu."

"Biru, dengarkan Mama. Mama cuma takut Nak, Mama takut kalau Mama meninggal sebelum kamu menikah, nasib kamu akan terluntang-lantung, Mama takut tidak ada yang akan mengurusi kamu seperti yang Mama lakukan selama ini. Mama hanya ingin memastikan, Mama bisa meninggalkan kamu di dunia ini dengan tenang."

BI-RU Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin