Part 26

939 146 22
                                    

Happy Reading
...

Biru mengemasi semua barang-barangnya dari rumah yang telah ia tempati sejak lahir, rumah yang menjadi saksi bisu masa kecilnya hingga Biru telah menginjak usia dewasa, yaitu 26 tahun.

Rumah yang memiliki banyak kenangan antara Biru dan Almarhumah Bu Hartini.

Biru memilih untuk pindah dari rumah itu, karena tidak ada lagi yang Biru harapkan di sana. Biru tidak menuntut bagian apapun kepada Pak Bramantyo, karena yang Biru inginkan saat ini adalah secepatnya bisa bebas dari lelaki yang selama ini telah ia anggap sebagai Ayah kandungnya, Pak Bramantyo.

Biru sudah cukup lelah berurusan dengan Pak Bramantyo. Sudah cukup penderitaannya selama 26 tahun ini, dan Biru ingin segera terbebas dan menemukan kebahagiaannya sendiri.

Saat Biru sedang memindahkan semua barang-barangnya ke dalam mobil, Pak Bramantyo pulang dari Kantor.

Begitu keluar dari mobil, Pak Bramantyo langsung mengambil posisi berdiri di depan pintu sambil menyilangkan kedua tangannya di atas dada, tampak sangat angkuh.

"Kamu mau pindah?"Pak Bramantyo menjegat Biru di depan pintu.

"Iya Pa, Mama kan sudah pergi untuk selama-lamanya, jadi Biru rasa tidak ada lagi alasan untuk kita tetap tinggal bersama,"jawab Biru dengan tenang.

"Hebat."Pak Bramantyo bertepuk tangan.

"Jadi hanya ini balasan yang bisa kamu berikan? Setelah kamu tau saya bukan Papa kandung kamu Biru, jadi saya tidak berarti apa-apa lagi dalam hidup kamu, begitu ya?"

Suasananya menjadi sangat tegang, jika dulu selalu ada Bu Hartini yang menengahi Biru dan Pak Bramantyo, sekarang keduanya benar-benar berhadapan tanpa ada yang melerai.

"Coba Papa ingat-ingat lagi, kapan Papa memperlakukan Biru dengan baik? Gak pernah Pa! Sedari awal Papa sudah memperlakukan Biru seperti anak tiri. Biru aja yang terlalu  bodoh, gak bisa mengartikan sikap Papa selama ini, ternyata memang benar, Biru hanya anak tiri anak yang tidak jelas siapa Ayahnya."Biru menjeda ucapannya seperkian detik.

"Walaupun begitu, Biru akan tetap menghormati Papa sebagai sosok suami dari Almarhumah Mama, sebagai sosok Papa sambung yang sudah sudi menyelamatkan nama baik Biru dan Mama, sudah sudi mengakui Biru sebagai anak Papa di hadapan semua orang,"sambung Biru.

Mata Biru tampak telah berkaca-kaca, ia terbawa emosi yang menyebabkan hatinya kembali terasa begitu sakit dan perih.

"Saya gak suka sama kamu karena kamu itu anak haram dari wanita yang saya cintai, Mama kamu. Dia bermain api di belakang saya dengan lelaki lain, saya hanya seumpama lelaki bodoh selalu mengemis cinta di bawah telapak kaki Mamamu!"Suara Pak Bramantyo meninggi.

"Sampai dia menghembuskan nafas terakhir pun, dia gak mau mengatakan siapa lelaki itu,Ayah kandung kamu yang brengsek!"Kilatan amarah jelas terpancar dari sorot mata Pak Bramantyo.

"Dan, Kamu gak seharusnya hadir ke dunia ini!"Pak Bramantyo mengacungkan telunjuknya di depan wajah Biru.

Air mata yang telah Biru tahan sejak tadi tidak bisa ia bendung lagi, Biru menangis.

"Jadi menurut Papa, Salah Biru terlahir seperti ini? Apa pikir Biru juga ingin dilahirkan seperti ini! Kenapa Papa melimpahkan semuanya pada Biru! Biru bahkan tidak tahu apa-apa, semua orang udah berhasil membohongi Biru 26 tahun ini. Harusnya Biru yang merasa marah dan kecewa!"Suara Biru ikut meninggi seiring dengan air matanya yang semakin mengucur deras.

"Iya salah, lahirnya kamu di dunia ini aja udah sebuah kesalahan!"

Biru menarik nafasnya perlahan, untuk meringkankan rasa sesak yang berhimpit di dadanya. Sungguh semua ucapan yang terlontar dari mulut Pak Bramantyo itu terlalu menyakitkan untuk Biru dengar.

BI-RU Wo Geschichten leben. Entdecke jetzt