Part 6

1.3K 187 24
                                    

Happy Reading
...

Mobil Biru berhenti di depan kontrakan Rubi dan Kakaknya. Biru terdiam sejenak, mengamati kontrakan yang berukuran kecil tersebut.

"Lu tinggal di sini?" tanya Biru.

"Iya Mas, kecil ya? Ini mah udah mendingan Mas, kontrakannya beton. Kalau rumah Rubi di kampung, cuma terbuat dari kayu biasa. Tapi Alhamdulillahnya walaupun kehidupan kami sederhana dan apa adanya, kami gak kekurangan kasih sayang dari Bapak dan Ibu. Kami selalu diajarkan untuk pandai bersyukur, karena kebahagiaan itu terletak pada rasa syukur yang dihadirkan dalam setiap keadaan."

Rubi tersenyum riang, tidak terlihat raut lelah, walaupun ia harus siap siaga untuk Biru sampai selarut ini. Diam-diam Biru memperhatikan Rubi yang tengah tersenyum, tanpa ia sadari ia juga ikut tersenyum tipis. Biru dapat merasakan ketulusan yang Rubi tunjukkan dalam senyumnya.

"Lu beruntung,"ucap Biru.

"Mas juga beruntung, semua manusia beruntung Mas. Hanya saja keberuntungan setiap orang berbeda-beda."

"Lu kenapa gak ngelamar jadi Asisten Mama Dedeh aja, lebih cocok kayaknya." Biru terkekeh.

"Iya juga ya, tapi enggak deh nanti kami malah saingan Mas."

"Lu itu sebenarnya lucu, cuma lu kelewat cerewet, dalam sehari kalau semua kata-kata yang terucap dari mulut lu diketik udah cukup buat dijadiin buku."

"Mas juga udah mulai ketularan cerewetnya Rubi kok." Rubi meledek.

"Emang iya, abisnya lu kan nyebelin kalau udah ngomong, jadi bawaannya gue mau ngomel mulu. Yaudah lu masuk sana. Thank you udah bersedia gue repotin malam-malam gini."

"Siap Pak Bos, Rubi pamit ya. Selamat malam." Rubi keluar dari mobil sambil melambaikan tangannya.

Biru, baru menjalankan mobilnya setelah memastikan Rubi sudah masuk ke dalam kontrakan.
...

Pagi-pagi sekali, Rubi sudah datang ke Basecamp. Karena hari ini Biru callingan sedikit lebih cepat dari biasanya.

"Mas, belum mandi ya?" Rubi geleng-geleng kepala.

"Belum, males."

"Mas gak boleh gitu dong, Mas itu callingan pagi. Semalam Mas udah mangkir, ngerepotin banyak orang. Hari ini Mas harus ontime dong."

"Entar aja, gue masih mau ngopi."

"Mas Biru, Mas itu harus menghargai kerja keras crew di lokasi, mereka udah stand bay jauh sebelum Mas datang loh, jangan mentang-mentang Mas artis papan atas, bisa seenaknya. Mas juga gak mikir, Mas Rey juga kena imbasnya kalau Mas aneh-aneh kayak gini, dia yang kena semprot sama sutradara, bukannya Mas. Rubi juga rasanya sungkan sama mereka Mas...."

"Diem. Iya, gue siap-siap sekarang." Biru meletakkan cangkirnya di meja.

"Nah gitu dong Mas, Rubi tunggu di depan ya."

"Serah lu!"

Saat Biru tengah siap-siap, Widya datang untuk menemui Biru. Rubi yang tidak tahu menahu, dengan santainya memanggail Biru untuk menemui tamu tersebut.

"Ngapain lo kesini!" ucap Biru ketus.

"Ru, aku mau jelasin semua yang terjadi sama kamu..."

"Stop! Gue gak mau dengar penjelasan apa-apa lagi dari mulut lu! Bahkan untuk melihat wajah lu aja gue udah cukup jijik, Widya!" Rahang Biru mengeras, tandanya ia benar-benar tengah dalam keadaan marah besar.

"Biru, aku mohon. Sekali ini saja, dengerin penjelasan aku."

Widya maju satu langkah, bermaksud ingin meraih lengan Biru, tetapi Biru cukup pintar membaca pergerakan Widya, Biru langsung mundur.

BI-RU Donde viven las historias. Descúbrelo ahora