Part 18

943 130 22
                                    

Happy Reading
...

Efek pembicaran Rubi tempo hari dengan Langit sangat berpengaruh untuk mood Rubi, beberapa terakhir ini Rubi tampak tidak cerewet dan hyperaktif seperti biasanya.

"Heh, lo kenapa sih dari kemarin kayak mayat hidup gini?"Biru menjentikkan jarinya di dahi Rubi.

"Sakit tau, Mas!"Rubi mengusap dahinya yang baru saja menerima kekerasan dari jari jemari Biru.

"Lo ada masalah? Atau lo sakit? Gue tuh suka ngeri tau kalau ngeliat lu diam, sok kalem gini. Jadinya malah serem."

"Bukannya bagus ya Mas kalau Rubi gak cerewet kayak biasanya."

"Iya bagus sih, maksudnya tuh berasa aneh aja."

"Disini yang aneh itu, Mas. Rubi, cerewet salah diem salah. Sebenarnya, Mas maunya apa?"Rubi malah melampiaskan kekecewaannya pada Biru.

"Eh kok malah marah-marah. Gak ada ya Asisten yang berani marahin Bosnya, cuma lu doang dasar Asisten minim akhlak, untung gue Bos yang sabar dan baik hati. Jadi, lo harus banyak-banyak bersyukur punya Bos kayak gue."

"Iya terserah Mas ajalah ya."Rubi bangkit dari posisi duduknya,  berlama-lama di sekitar Biru bukan pilihan yang tepat-tepat, karena bisa-bisa ia kehilangan kesabaran.

"Eh siapa bilang lo boleh pergi."Biru menahan tangan Rubi.

"Mas perlu apa? Biar Rubi ambilin, breaknya masih panjang ini."

"Temenin gue ke Restoran yang di seberang sana."

Tanpa mendengar jawaban Rubi terlebih dahulu, Biru langsung menarik pergelangan tangan Rubi.

"Eh kok main narik-narik aja, Rubi gak ada bilang mau ya."

"Ini perintah bukan pertanyaan."Biru tersenyum miring.
...

Biru memesan ruangan tertutup yang tersedia di Restoran itu, meskipun orang-orang sudah tahu kalau ia dan Rubi pacaran, tetap saja Biru merasa tidak nyaman ketika mereka menjadi pusat perhatian, sedikit menjengkelkan.

Bukankahsemua manusia berhak memiliki privasi? Artis juga manusia, harusnya mereka juga diberikan ruang untuk itu, tidak semua kegiatan mereka harus dibidik oleh kamera lalu disebarluaskan.

Begitu sampai di ruangan, perhatian Rubi langsung tertuju pada kue tart yang ada di atas meja.

"Manusia zaman sekarang kok suka banget ya buang-buang makanan, masa kue  yang masih utuh  ditinggalin gini sih."Ceramahan gratis dari Rubi kembali terdengar oleh Biru, setelah beberapa hari sempat absen.

"Kuenya buat lo,"ucap Biru dengan suara lembut, jarang-jarang bukan Biru berbicara dengan nada lembut kepada Rubi, moment langka.

"Jadi Mas yang beli kuenya? terus kuenya buat Rubi? Rubi kok dikasi kue?"tanya Rubi dengan wajah polosnya.

"Ya Tuhan. Jangan bilang lo gak ingat ya, kalau hari ini lo ulang tahun?"Biru yang tadinya berusaha bersikap baik, mulai terpancing emosi lagi.

"Eh iya? Iya deh kayaknya..."ucap Rubi menggantung.

"Eh Iya, Mas. Hari ini kan tanggal 28 Maret."

"Astaghfirullah."Biru mengusap wajahnya, frustasi.

"Jadi, dari tadi lo beneran gak ingat kalau  hari ini, hari ulang tahun lo?"

Biru tidak habis pikir bagaimana ada manusia yang bahkan tidak mengingat tanggal lahirnya sendiri, manusia semacam apa sebenarnya Rubi ini?

"Enggak, Mas. Sebenarnya, Rubi gak terbiasa dengan perayaan seperti ini,"jawab Rubi jujur.

"Ya walaupun ulang tahun lo gak pernah dirayain, tapi ngelupain hari ulang tahun sendiri itu gak normal, sumpah. Lo sebenarnya datang dari planet mana sih, kesel gue!"

BI-RU Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang