Part 36

1.2K 138 31
                                    

Happy Reading
...

Rubi membawa sepiring makan siang untuk Biru, tetapi sayangnya Biru tidak ada di dalam kamar. Rubi langsung panik, pasalnya seingat Rubi sebelum  pergi ke kamar mandi untuk mencuci baju, ia  telah mengunci kamar. Lalu bagaiamana bisa Biru tidak ada lagi di kamar?

Tatapan Rubi berhenti pada jendela kamar, ah iya Rubi merasa dirinya sangat ceroboh karena sebenarnya jendela kamar mereka sangatlah mudahlah dibuka dari dalam dan langsung tersambung ke halaman rumah. Rubi tidak berpikir sampai ke sana.

Rubi keluar dari dalam kamar dengan langkah tergesa, terlebih dahulu Rubi mencek semua isi rumah, siapa tahu Biru sudah pulang. Dan hasilnya nihil, Biru tidak ada di rumah.

Setelahnya Rubi langsung bergegas keluar dari rumah.
...

Biru berjalan linglung tanpa tujuan pasti. Kaki Biru menginjak tanah tanpa alas kaki, sesekali Biru menginjak kerikil-kerikil kecil, yang menyebabkan telapak kakinya terluka.

Anak-anak di sekitar kompleks tengah bersepeda bersama. Ketika anak-anak itu melewati Biru, mereka berhenti sejenak.

"Orang gila orang gila."Anak-anak itu mengolok-olok Biru.

"Orang gila, orang gila."

Anak-anak itu bahkan bertepuk tangan riang, mereka sama sekali belum paham efek dari ucapan mereka akan membawa dampak seperti apa. Yang mereka tahu adalah mengolok-olok orang gila bisa menghdirkan kesenangan tersindiri untuk mereka.

Biru menutup telinganya, ingatan-ingatan terkait hujatan yang ia terima kembali bermain-main di benaknya. Biru kembali mengalami serangan panik, tangannya gemetar, lututnya lemas, dadanya terasa sesak seperti tengah tertimpa beban berat.

"Enggak! Aku gak gila!"Biru berteriak, seiring dengan tubuhnya yang merosot ke tanah.

"Enggak! Aku bukan anak haram!"Biru menangis.

Rubi yang tengah mencari keberadaan Biru mendengar suara teriakan itu, tanpa berpikir panjang Rubi langsung bergegas menuju sumber suara.

Rubi menemukan Biru yang dikerubungi oleh anak-anak yang mengolok Biru, sementara itu Biru sudah terduduk di tanah dengan keadaan yang sangat kacau. Biru membenamkan wajahnya dalam lipatan tangan yang ia letakkan di atas lututnya yang menekuk.

"Bubar kalian anak-anak nakal!"Rubi mengusir anak-anak itu dengan kasar.

Rubi ikut duduk di tanah mensejajarkan tubuhnya dengan Biru. Rubi mengusap rambut Biru, lalu Rubi membawa Biru ke dalam pelukannya.

Rubi bisa merasakan tangan Biru yang memeluk pinggangnya erat, bahu Rubi juga langsung basah oleh air mata Biru.

"Mas kenapa gak bilang-bilang dulu kalau mau keluar? Rubi kan bisa nemenin Mas, lain kali jangan kabur-kabur dari rumah lagi ya, Rubi jadi kelimpungan sendiri nyari Mas."Rubi mengusap-usap punggung Biru dengan lembut.

Tidak ada jawaban. Saat ini, berkomunikasi dengan Biru sangatlah sulit, butuh kesabaran ekstra.

Sepertilah inilah hidup yang Rubi jalani. Untungnya Langit dan para sahabat Biru yang lain bersedia ikut membantu Rubi menjaga Biru, bahkan mereka juga membantua terkait finansial Rubi dan Biru, karena untuk saat ini Rubi belum diterima kerja dimanapun, keadaannya masih sangat sulit. Ditambah lagi dengan kondisi Rubi yang tengah hamil muda.

Sementara biaya pengobatan Biru tidaklah sedikit, mulai dari pengobatan secara medis, sampai pengobatan terapi kepada seorang ustadz yang ahli di bidang ini. Semuanya memerlukan biaya yang banyak, syukurnya masih ada orang-orang baik seperti Langit, Dilan, Budi, dan Bumi yang bersedia membantu biaya pengobatan Biru.

BI-RU Hikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin