Drop 😷Pagi pagi sekali, Chesya sudah siap dengan kemeja flannel nya. Tak lupa ripped jeans, dan sepatu vans kesayangannya. Juga tas jansport hitam yang bertengger indah di bahunya.
"Kemana lu de pagi pagi amat" sapa Ashton begitu Chesya sampai di ruang makan.
"Kampus lah" balas Chesya santai. Dia mengambil setangkap roti lalu mengoleskan selai strawberry didalamnya.
"Lo sendiri ngapain pagi pagi gini udah ada di meja makan? Belum tidur ya?" Tebakan Chesya tepat sasaran karena Ashton membalasnya dengan anggukan kepala dan senyum yang menampilkan deretan giginya.
"Tidur sono, gabaik gadang semaleman" Lanjut Chesya sambil memakan rotinya.
"Cie perhatian amat" goda Ashton. Dia terus menatap Chesya jail saat meminum kopinya.
"Bacot ah" Ashton terkekeh melihat Chesya ngambek karenanya.
"Udah si de jangan berantem terus, keluar sana biar damai" Chesya mengerutkan keningnya bingung dengan saran yang Ashton berikan.
"Maksud lo?" Tanyanya bingung.
"Pacar eh tunangan lo di depan" Chesya memebelalakan matanya mendengar pernyataan yang keluar dari bibir Ashton.
"Serius lu anjing" Chesya masih menganggap ini hanya kerjaan kakaknya saja.
"Serius. Lo liat aja sendiri" setelah mengakatan kalimat tersebut, Ashton beranjak dari meja makan. Meninggalkan Chesya yang bingung harus menemui William di pintu depan atau tidak.
Namun detik berikutnya, Chesya bangkit berdiri dan berjalan menuju pintu depan. Dia penasaran apa yang dilakukan Williamnya pagi pagi sekali di rumahnya. Chesya membuka pintu dan tampaklah William disana, dengan rambut acak acakan.
"Key, maaf—" sebelum William menyelesaikan kalimatnya, Chesya lebih dulu memotong.
"Ngapain disini?" Tanya Chesya dengan datar.
"Jemput kamu" balas William dengan senyum sendunya. Sebenarnya Chesya tidak tega, namun kalau tak diberi pelajaran, William tidak akan paham.
"Aku bisa berangkat sendiri" tolak Chesya mentah mentah.
"Key, please" William meminta dengan lirih. Chesya memalingkan wajahnya. Dia tidak tahan melihat wajah memelas William.
"Gapapa, aku bisa berangkat sendiri" Chesya menutup pintu rumahnya tampa aba aba. Meninggalkan William yang termenung di baliknya. Tanpa William ketahui, tubuh Chesya juga merosot kebawah setelah menutup pintu.
"Maafin aku Willy" lirihnya pelan, dengan air mata yang dia tahan sebisa mungkin agar tidak jatuh. Tak kuasa menahan tangis, Chesya menaruh kepalanya diatas lipatan kakinya.
"Dek?" Panggilan dari Michael menyadarkan Chesya.
"Ya?" Balasnya sambil mengangkat kepalanya.
"Kenapa lu, pagi pagi mukanya udah asem banget?" Tanya Michael. Dia mendudukan dirinya di sebelah Chesya.
"Gapapa" jawab Chesya seadanya. Tampa di minta, Chesya menaruh kepalanya di bahu Michael.
"Masih berantem lu ye?" Chesya tersenyum tipis menanggapi pertanyaan Michael.
"Makanya udah damai aja, lagian ga biasanya lu berantem gini" Michael mengelus rambut Chesya pelan. Chesya mengangkat bahunya acuh.
"Dia bahas itu terus Mike, udah tau gue gamau denger apapun tentang itu" keluh Chesya. Michael tersenyum.
"Gue tau ko de, tapi ya lo bilang aja pelan pelan. Kasian kan kalau dia kepikiran terus nanti drop lagi" Chesya terdiam mendengar ucapan Michael.
Benar juga kata kakaknya itu. Kalau William drop lagi gara gara mereka berkelahi gimana? Chesya tak mau itu terjadi.
KAMU SEDANG MEMBACA
Sisters?
Fanfiction[Chapter 1] "Lo harus pacaran sama Luke" pernyataan yang Lily katakan membuat Chesya mengerutkan keningnya bingung. "Kenapa? Luke kan pacar lo" seru Chesya tak terima. "Please de" Lily menatapnya dengan tatapan memohon. "Ya tapi kenapa?" Chesya m...