BAB 1

1.6K 96 3
                                    

***

Melihat target datang, dua orang gadis yang sedang bersembunyi langsung berteriak panik. Sudah setengah jam mereka jongkok di taman kampus menunggu kehadiran pria itu. Saat hampir lewat, mereka malah panik sendiri.

Di tengah kalutnya mereka, seorang gadis yang dari tadi tenang dengan percaya diri berdiri, tersenyum lebar lalu berjalan ke arah pria yang ditunggu itu.

"Assalaamu'alaikum, Abang Haidar!" sapa gadis itu. Aksinya yang tibatiba sontak membuat Haidar berhenti.

"Wa'alaikumussalaam! Jangan halangi jalanku!" ucap Haidar dingin.

'Cihhh sudah macam pria novel saja gayanya. Sok dingin!'

Haidar mulai kesal dengan tingkah wanita di depannya yang tidak juga beranjak pergi.
"Vio, jangan membuatku marah!" kali ini Haidar sudah mulai meninggikan suara.

Gadis itu atau sebut saja Vio malah makin melebarkan senyum. Bagaimana tidak, selama ini sangat sulit mendengar Haidar menyebut namanya. Ini salah satu moment langka. Harus dia catat di buku harian nanti. Eh buku harian apa? Spesies pemalas seperti Vio mana pernah menulis buku harian. Menulis nama di buku tugas saja harus menyuruh temannya.

"Sudah setengah jam aku berjongkok di semak. Hargailah sedikit pengorbananku, Abang!" ucap Vio. Senyum masih tak lekang dari bibir.

"Aku tak pernah menyuruhmu berjongkok di sana."

"Kata siapa? Justru sikap Abang yang membuatku melakukan itu. Abang sulit sekali ditemui, makanya aku cegat Abang di sini."

Haidar menggelengkan kepala, membalik badan lalu pergi meninggalkan Vio.

Segera teman Vio yang sudah jadi persembahan nyamuk semak mulai keluar menghampiri.

"Gila ya Haidar. Jual mahal sekali!" komentar Jingga.

"Lagian salah kau juga sih, Vi!" timpal Alin. "Si Rijal yang obral jual murah malah kau tolak. Kau lebih memilih mengejar si Haidar yang pasang tarif selangit."

"Wankawanku yang mulutnya kayak apel yang dimakan putri salju manis di luar beracun di dalam, asal kalian tahu ya ... Abang Haidar itu calon suamiku. Emak bapaknya sudah memberikan restu mereka untukku. Setinggi apapun harga dirinya hingga menolakku berkalikali, pada akhirnya dia akan menjadi milikku juga," ucap Vio yakin.

"Kalau begitu terus malah kau yang kelihatan tak ada harga diri woy Vio!" Alin menoyor kepala batu kawannya itu. "Sudah kubilang kau harus lebih anggun dan kalem lah, jangan agresif! Kau harus lebih menahan diri untuk menarik perhatian Haidar. Lihat itu si Aisyah, sejuk mata memandang, aurat tertutup sempurna, tutur kata pun lemah lembut cangkang keong."

"Jadi maksudmu aku harus seperti Aisyah? Tiap hari pergi pengajian? Pegang tasbih tak lepaslepas?"

"Ya gak gitu juga sholehah!" balas Alin. "Setidaknya belajar jadi wanita yang jaga hati jaga mata dari pria ajnabi, macam si Aisyah itu lah pokoknya. Ya kita memang tak tahu sifat sebenarnya bagaimana. Tapi kita bisa mencontoh hal baik dalam dirinya dari yang kita lihat kan?"

Vio merapatkan tubuh pada Jingga dan berbisik, "malam jumat kemarin si Alin serius tak ikut ceramah ustazah Aini?"

Jingga menggeleng.

"Kenapa dia pandai ceramah sekarang?" lanjut Vio.

"Woy aku dengar lah!" bentak Alin.

"Sudahsudah ayo kita kembali ke kelas!" ajak Jingga."Rapikan dulu kerudungmu, sudah seperti tenda hajatan yang terkena badai saja kutengok." Jingga meniup kerudung Alin yang lepek bagian depannya.

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now