BAB 3

361 56 0
                                    

***

Dingin malam sama sekali tak mampu menyejukkan hati Vio. Lusa adalah hari besarnya. Moment yang sangat ditunggu. Tapi kenapa dia sangat gelisah? Seperti ada sesuatu yang dia khawatirkan tapi tak tahu apa.

Dia diajarkan keterbukaan oleh Bunda. Vokal mengatakan yang dia mau. Tapi bukan berarti memaksakan kehendak. Tentang pernikahan itu, apakah dia sudah melewati batas? Apakah dia memaksakan kehendak pada Haidar?

"Apa sebaiknya batalkan saja pernikahan ini? Tunggu sampai Abang Haidar menyukaiku dulu baru menikah. Ini tak akan benar jika diteruskan. Aku harus bicara pada orangtua kami. Aku tak mau menikah seperti ini."

Vio masuk ke kamar, menutup kembali jendela balkoni. Baru saja akan mematikan lampu, tibatiba ponselnya berdering. Sebuah notifikasi penanda pesan masuk.

Abang Haidar:
'Assalaamu'alaikum, Vio! Ini Haidar. Lusa kita akan menikah. Aku telah istikharah dan sudah mengambil keputusan. Sikapku padamu sebelumnya jauh dari kata baik, karena itu sekarang aku mau minta maaf padamu. Kita mulai hubungan kita dengan awal baru. Aku akan berusaha menerimamu, mungkin butuh waktu tapi aku akan berusaha sebaik mungkin. Mari kita menikah dengan bahagia!'

"Allah!"
Tubuh Vio melorot ke samping ranjang. Dia menekup mulut menahan suara tangis. Apa yang baru saja dia baca membuatnya terharu. Di saat dia benarbenar akan menyerah tibatiba Haidar mengatakan hal yang membuatnya tak bisa menyerah lagi.
Apa ini titik tertinggi penantian? Saat kita ikhlas melepaskan, saat itu juga Tuhan membalas dengan memberi akhir untuk semua penantian.

***

"Ahhh Vio, jangan menangis!" Alin memeluk Vio erat sambil menepuknepuk punggungnya.

Alin baru saja datang untuk membantu persiapan pernikahan, begitu membuka pintu dia langsung ditarik Vio ke kamar. Dengan gembira bercampur haru Vio menceritakan apa yang dikatakan Haidar semalam.

"Aku bahagia, Lin!" ucap Vio disela tangis.

"Bahagia sih bahagia, tapi air matamu membasahi kerudungku woy sholehah!" Alin mendorong Vio.

Vio tersengih lalu dengan sengaja menarik kerudung Alin untuk mengusap air matanya.

"Sabar Alin sabar!" ucap Alin sambil mengelus dada sendiri. "Karena besok hari bahagiamu, jadi aku maafkan minus akhlakmu hari ini." Alin menepuknepuk pipi Vio pelan.

Pintu kamar terbuka membuat Vio dan Alin menoleh serempak.

"Kalian sedang apa?" tanya Jingga sambil mengipitkan mata. Tangan Alin di pipi Vio. Situasi ambigu macam apa itu? Tak kan lah berkalikali ditolak pria idaman membuat Vio menjadi songsang dan mengubah orientasi seksualnya.

"Ada nyamuk di pipi si Violetta!" jawab Alin ngasal lalu segera menyingkirkan tangannya yang melekap di pipi Vio.

"Sejak kapan nyamuk doyan darah ungu si Vio ini?" Jingga melirik Vio. Semua teman mereka tahu bahwa Vio itu tak pernah diganggu nyamuk. Setiap berada di tempat yang penuh nyamuk, cuma kulit Vio saja yang mulus. Entah sepahit apa darahnya sampai nyamuk pun enggan mencicipi.

"Kata orangtua, calon pengantin itu darah manis. Mungkin karena itu aku disukai nyamuk sekarang," jawab Vio.

"Hadeuh kenapa pemahamanmu selalu berbeda dari orang kebanyakan?" keluh Alin yang sudah tak paham lagi dengan cara bekerja otak Vio. "Darah manis itu bermaksud rentan terhadap gangguangangguan."

"Aku juga paham lah! Kau pikir aku benarbenar berpikir darahku rasanya manis? Plis lah aku tak setelmi Jingga!" sangkal Vio.

"Hey kenapa jadi bawabawa aku?" marah Jingga melemparkan bantal ke muka Vio.

"Yang kau lempari ini wajah calon pengantin woy!" teriak Vio.

"So what?" balas Jingga.

Akhirnya mereka pun saling melempar bantal. Alin yang awalnya diam  pun ikut bergabung dalam kegilaan itu. Benarbenar tak bisa diam sekali para gadis pelangi itu.
Saling kejar sambil tertawa bahagia.

Tawa ketiga sahabat itu sampai terdengar oleh orang rumah. Jehan, Bunda Vio, tersenyum saat mengintip anaknya yang sedang tertawa bahagia.
Gadis kecilnya ternyata sudah dewasa dan akan menjadi istri orang. Dia masih tak rela melepas Vio menikah. Ibu lain mungkin merasakan hal sama sepertinya saat melihat anak gadisnya menikah.

***

Tak terasa waktu yang ditunggu akhirnya tiba. Setelah proses pengejaran tanpa tindak balas, setelah proses pertarungan dalam diri yang menyuruh menyerah, akhirnya Vio sampai di ujung penantiannya.
Hari ini dia akan resmi menjadi istri kepada pria yang dia cintai.

"Haidar Danudirja!"

"Iya saya!"

Sayupsayup terdengar suara Ayah dan Haidar yang sedang mengucap akad nikah. Vio mengeratkan genggaman pada kedua sahabat yang mengapitnya. Meyakinkannya kalau yang terjadi bukan hanya anganangannya saja. Dia benarbenar dinikahi Haidar.

"Apakah ini benar?" bisik Vio.

"Ssshhh diamlah!" Jingga mengingatkan.

"Saya terima nikah dan kawinnya Hayfa Violetta binti Ari Ahmad Setyadi dengan maskawin tersebut dibayar tunai!"

"Alahamdulillah!" Jingga dan Alin mengucap syukur begitu mendengar Haidar melafadz akad dengan lancar.

"Selamat jadi istri orang My Bestie Vio!" ucap Alin masih tak bisa menahan haru. Bagaimana pun dia salah satu saksi perjuangan Vio mengejar Haidar. Tak disangka Vio akan berhasil sejauh ini.
Dia ikut bahagia.

"Selamat pengantin baru!" Jingga juga tak mau kalah mengucap selamat. "Meski kita nanti punya keluarga kecil sendiri. Aku harap persahabatan kita akan tetap seperti ini. Karena rain tak akan jadi pelangi tanpa bow."

Setelah mengucap doa dan melakukan hal teknis lain, tiba masa untuk pembatalan air sembahyang. Mereka penganut madzhab yang menyatakan bahwa perempuan dan lakilaki bersentuhan akan membatalkan wudhlu meskipun suami istri. Jadi ada tradisi yang dinamakan pembatalan air sembahyang.

"Assalaamu'alaikum!" ucap Haidar yang datang ke ruangan di mana Vio sudah menunggu.
Saat akad nikah mereka memang ditempatkan di ruang berbeda.

Setelah salam dijawab, Haidar duduk di depan Vio yang masih menunduk. Dia mengambil tangan Vio, sangat dingin dan gemetar.

Bagi Vio itu adalah sentuhan lakilaki ajnabi pertama.

Satu tangan Haidar diletakan di ubunubun Vio lalu dia melafadz sebaris doa. Setelah itu Vio mencium tangan Haidar, dan Haidar pula mencium dahi Vio.

Sungguh pemandangan pernikahan yang sangat manis.

"Terima kasih sudi jadi istri abang!" bisik Haidar lembut.

Vio memejamkan mata mengucap syukur. Ini pertama kalinya Haidar berbicara manis padanya. Dan sekarang dia membahasakan dirinya Abang? Betapa bahagianya Vio.

'Tuhan, terima kasih atas kesediaanMu membalikkan hati Abang Haidar ke arahku, melembutkan hatinya untuk menerimaku. Terima kasih telah menjawab doaku untuk diperistri oleh pria yang aku cintai. Semoga pernikahan kami kekal hingga ke jannah!'

Senyum tersungging di bibir Vio saat dia mendongak menatap Haidar. Kebahagiaan terpancar di matanya.

'Akhirnya. Aku Hayfa Violetta resmi menjadi istri Haidar Danudirja. Tanpa paksaan dan atas kerelaan hati. Misiku menjadikan pria di depanku ini menjadi milikku sudah terwujud. Misi selanjutnya adalah menjadi istri mithali untuk suamiku.'

***

Bersambung.

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now