BAB 14

289 46 0
                                    


***
Langitlangit kamar sepertinya jadi pemandangan indah untuk Vio. Sejak pulang sampai sekarang dia tak beranjak memandanginya.
Sebenarnya bukan karena itu, pikiran Vio sedang tak berada di tempat ia sekarang. Pikirannya mengembara ke mall dimana dirinya melihat Haidar, Yesha dan Dara bersama. Sebegitu rindunya kah sang suami pada keponakan tersayangnya? Besok sudah akhir pekan dan Haidar akan segera bertemu Dara. Tapi pria satu itu sangat tidak sabar dan diamdiam menemui Dara bahkan mengajaknya ke mall. Apa dia sudah keterlaluan menjauhkan Haidar dan Dara? Tapi itu untuk kebaikan mereka juga. Bukan hanya keinginan egois bahwa dirinya tak menyukai Dara. Jauh di lubuk hati Vio dia ingin berhubungan baik dengan Dara dan melihat anak itu bisa tumbuh dengan baik. Jika anak itu dibiarkan seperti sekarang Vio khawatir Dara akan tumbuh menjadi anak arogan dan mengintimidasi orang lain.

"Jauhnya melamun!"

"Abang!" Vio segera bangun dan duduk di kasur.

"Ngelamunin apa? Aku pulang pun kau tak sadar," ucap Haidar.

"Bukan apaapa," jawab Vio. "Euh Abang!" panggilnya.

"Kenapa?"

"Aku melihatmu di mall hari ini," beritahu Vio.

Wajah Haidar sedikit terkejut.

"Aku mengerti kau pasti sangat merindukan Dara kan?"
Bukan pertanyaan sebenenarnya tapi seperti kalimat afirmatif. "Besok kau akan menemuinya juga kenapa tak sabar sekali? Dalam beberapa hari ini berapa kali kau telah menemuinya?" tanya Vio.

"Setiap hari sebelum pulang aku pergi ke rumahnya," jawab Haidar.

Vio menganggukanggukan kepalanya. Dia tersenyum lebar pada Haidar dan menarik suaminya itu untuk duduk di sebelahnya.

'Kau menemuinya setiap hari tapi kenapa setiap pulang ke rumah kau selalu memasang wajah murung, sedih dan sejenisnya seolah kau orang paling menderita dan paling kehilangan sedunia.'
Hati Vio sudah menggerutu, mengutuk Haidar banyakbanyak karena geram. Kalau bukan suami dia pasti sudah akan menghamburkan isi hatinya barusan. Tapi Vio masih menaruh rasa hormat dan berusaha menenangkan diri.

"Kenapa Abang tak ajak aku bertemu Dara juga?" tanya Vio lembut. Masih tak ada tandatanda dia marah atau kesal.

"Kupikir kau tak akan suka dan aku sengaja menemuinya diamdiam," ucap Haidar.

"Abang, sepertinya kau salah paham padaku. Aku meminta Dara dipulangkan ke rumahnya bukan karena aku tak suka Dara. Tapi aku tak mau dia terlalu melekat padamu dan tak mau kau terus memanjakannya. Aku ingin dia mendapat pendidikan akhlak yang baik dulu dari ibunya. Kalau kau menemuinya diamdiam setiap hari seperti itu lalu untuk apa dia dipulangkan? Suruh saja dia tinggal di sini lagi. Abang, aku ingin dia terbiasa tak bergantung padamu. Aku tahu kau sayang dia, karena itu bantu dia sekali ini saja okay? Bantu dia dengan tak muncul terus di depannya."

"Maaf!" ucap Haidar.

Vio mengembus nafas melihat wajah bersalah Haidar. Kali ini maafkan saja dulu, semoga dia bisa belajar.

"Karena kalian bertemu setiap hari jadi akhir pekan besok dia tak usah datang dulu kesini," kata Vio.

"Aku tahu. Lagipula aku harus ke luar kota lagi besok jadi tak bisa menemuinya."

"Ke luar kota lagi? Kapan pekerjaanmu di sana selesai? Bukan apa, aku hanya tak mau melihatmu lelah saja," kata Vio sambil menjuih bibir.

"Beberapa bulan lagi pekerjaanku di sana rampung. Setelah itu aku tak harus bolakbalik seperti sekarang dan bisa fokus padamu dan tesisku."

"Baiklahbaiklah!"

"Maaf ya tak bisa menemanimu di akhir pekan ini."

"Iya tak apa."

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now