BAB 8

305 49 2
                                    

***

Enam bulan sudah Vio bergelar istri pada Haidar. Hubungan pernikahan keduanya terlihat semakin manis. Perlakuan Haidar pada Vio memang sudah berubah. Banyak orang di kampus iri melihatnya.

Sejak Vio menikah, angka keberanian wanita di kampusnya untuk menyatakan cinta duluan semakin meningkat. Dalam enam bulan terakhir entah berapa banyak perempuan yang sudah mengambil inisiatif menyatakan perasaan pada lelaki pujaannya. Forum kampus dipenuhi dengan pengejaran mahasiswi pada mahasiswa. Entah itu hal baik atau buruk, yang jelas Vio tak merasa bertanggung jawab untuk hal itu.

Kedekatan Vio dan Haidar sebenarnya belum seperti yang orang pikir. Sampai saat ini mereka masih berteman. Bukan hal mudah menerima orang yang sebelumnya kita tak cintai masuk ke dalam hidup kita begitu saja. Karena itu Vio sangat memaklumi Haidar yang sampai saat ini belum sepenuhnya menerima dirinya. Tapi setidaknya Haidad tak pernah menyangkal bahwa Vio adalah istrinya, memperkenalkan pada rekannya, mengakui keberadaannya, mempertegas statusnya. Itu sudah merupakan hal baik. Masalah perasaan tidak bisa diburuburu. Semua butuh proses. Jika melupakan seseorang saja bisa memakan waktu lama, lalu kenapa mencintai tidak bisa? Jadi tak usah tergesa dan memaksa, nikmati saja tiap proses.

"Jaga dirimu ya!" kata Haidar lalu mencium dahi Vio.

"Iya Abang!" Vio mencium punggung tangan Haidar. "Hatihati di jalan. Kalau sudah sampai kabari aku. Assalaamu'alaikum!"

Vio turun dari mobil Haidar lalu segera masuk ke rumah mertuanya. Haidar baru saja menurunkannya di sana. Dalam enam bulan terkahir beberapa kali Haidar ke luar kota untuk urusan pekerjaan. Jadi Vio selalu dititipkan ke rumah ibu bapak Haidar.
Sering ditinggal tak membuat Vio keberatan, hanya saja dia sedih setiap melihat wajah lelah Haidar. Dia harus bekerja dan menyelesaikan kuliahnya dalam waktu yang sama. Belum lagi tanggung jawabnya bertambah sejak Haidar menikahinya.

"Mama mana, Pa?" tanya Vio begitu masuk ke rumah.

"Main dengan cucunya di halaman belakang," jawab Danu, Papa Haidar.

"Dara ada di sini?" tanya Vio antusias.

Danu mengangguk.

Vio pun bergegas menuju ke halaman belakang. Dara adalah anak dari sepupu Haidar. Di sering datang kesini dan Vio bisa dibilang musuh terbesarnya. Katanya Dara mencintai Oom Haidar, jadi dia membenci Vio yang mencuri Oom Haidar darinya. Karena itu lah Vio senang ketika Dara datang, dia bisa mengusik anak itu. Pamer fotofoto barunya bersama Haidar.

"Ish pelakor sudah datang!" ucap Dara ketus melihat Vio.

"Hay Mama!" Vio memeluk Rayya dan sengaja mengabaikan Dara. Ingin sekali dia tertawa melihat wajah kesal Dara.

"Baru sampai?" tanya Rayya.

Vio mengangguk.

"Sudah makan belum?"

"Sudah. Aku sarapan dengan Abang Haidar tadi. Dia menyuapiku," jawab Vio sambil melirik Dara.

"Baguslah!" ucap Rayya senang. "Oh iya, Dara salam dulu pada Tante Vio!"

"Tak mau!" Dara mendengus lalu masuk ke rumah. Tapi saat melewati Vio, dia sengaja mengoleskan lumpur pada baju Vio.

"Aissshhh anak menyebalkan itu!" gerutu Vio.

"Maafkan Dara ya. Kamu ganti baju dulu saja!" arah Rayya.

Vio pun akur dan pergi ke kamar Haidar untuk mengganti baju. Setelah menikah, rumah ini juga sudah menjadi rumah Vio. Termasuk kamar Haidar. Jadi sudah ada barangbarangnya di dalam ruangan itu.

***

"Vio aku minta maaf atas kelakuan Dara. Dia menjailimu lagi kan?"
Seorang perempuan datang menghampiri Vio.

"Tak usah minta maaf, Kak!" ucap Vio sambil tersenyum. Wanita di depannya itu adalah Ibu Dara, Yesha namanya.

"Entah dimana Kakak salah mendidiknya sampai Dara selalu tak sopan padamu," keluh Yesha.

"Dara kan masih anakanak. Perasaannya masih sensitif, mungkin dia takut aku merebut semua kasih sayang Abang Haidar."

Yesha menepuknepuk lengan Vio, "tapi kau kan istrinya. Sudah seharusnya kasih sayang Haidar tercurah padamu."

Vio hanya tersenyum tak menanggapi lagi ucapan Yesha. Perlakuan Dara sudah biasa untuk Vio, jadi dia tak ambil hati.

***

Dua hari Vio tinggal di rumah mertua. Dua hari jugalah dia bertengkar dengan Dara. Kedatangan Vio membuat Dara enggan pulang dan ikut menginap. Alhasil terjadilah huru hara di rumah selama dua hari terakhir.

"Hahah!" Vio menertawakan Dara yang jatuh ke lumpur. Baru saja hujan dan banyak air menggenang.
Vio sudah memperingatkan Dara untuk tak berlarian di luar, tapi anak itu sengaja melawan Vio. Dan jadilah dia terpeleset ke dalam lumpur. "Makanya kau harus nurut pada, Tante. Kan ujungnya jatuh juga kan," ucap Vio.

"Oom Haidar!"
Dara berlari ke belakang Vio. Sontak Vio menoleh. Haidar sudah pulang.

Dara memeluk kaki Haidar, "Tante Vio mendorongku ke lumpur!" adu Dara.

"Hey!" teriak Vio. Dia ingin marah tapi baru ingat kalau Dara hanya anak kecil.

"Dara luka gak?" tanya Haidar.

"Kaki dan tangan Dara sakit," rengek anak itu.

Vio sudah menjuih bibir melihat drama queen di depannya. Sudah biasa dah melihat kelakuan drama Dara.

"Okay kita masuk dan obati dulu lukamu ya!" bujuk Haidar.

Dara mengangguk.

Haidar melihat Vio tapi tak mengatakan apa pun. Dia masuk ke rumah dengan Dara.

"Tante Vio pelakor itu jahat. Kenapa Oom tak bercerai saja dengannya!"

Ucapan Dara saat masuk rumah terdengar di telinga Vio. Jahat sekali mulut gadis kecil saingan cintanya itu. Padahal ibunya terlihat baik sholehah, tapi kenapa anaknya berkelakuan seperti itu. Tak dapat dimengerti.
Vio mengikuti mereka masuk rumah.

Haidar telah membersihkan lumpur di badan Dara, bahkan sudah mengganti bajunya juga. Sekarang dia sedang memberi obat merah untuk luka di tangan dan kaki Dara.

"Sayang Oom Haidar banyakbanyak!" ucap Dara lalu mencium Haidar setelah obat  merah selesai dipakaikan.

"Sayang Dara juga!" balas Haidar.

"Hey jauhjauh dari suamiku!" kata Vio kesal.

"Vio!" Haidar memperingatkan agar tak bicara seperti itu pada anak kecil.

"Yealahyealah!" Vio mengalah lalu duduk di depan mereka.

"Tante Vio tak suka Dara. Dia selalu mencari masalah dengan Dara. Bahkan dia tadi mendorong Dara ke lumpur!" ucap Dara lagi mengadu pada Haidar.

"Tante Vio sayang kok pada Dara," ucap Haidar.

"Tidak! Dia tak sayang Dara."

"Mana ada istri yang sayang pada perempuan yang selalu ingin merebut suaminya," gumam Vio. Tapi hal itu dapat didengar Haidar. Saat Haidar menatapnya Vio hanya tersengih tanpa rasa bersalah.

"Dara sudah makan?" Haidar mencoba mengganti topik.

"Dia sudah makan sampai nambah dua kali tadi," jawab Vio mewakili Dara. Membuat bocah itu semakin memuncungkan mulut.

"Benar?" tanya Haidar pada Dara.
Anak itu hanya menjawab dengan anggukan.

"Abang Haidar tak suka perempuan yang kelebihan berat badan. Dara makan banyak pasti beratnya bertambah banyak sekarang. Duh pasti rasa sayang Abang Haidar berkurang. Bagaimana ini?" Sengaja Vio memprovokasi Dara lagi.

"Oom!" rengek Dara lalu membenamkan diri ke pelukan Haidar.

"Tante Vio becanda saja. Rasa sayang Oom pada Dara bertambah setiap hari," ucap Haidar. "Vio, berhenti mengusiknya lagi!"

"Yealah terserah Abang saja!" kata Vio lalu bangun dan pergi ke dapur mencari emak mertuanya.

***

Bersambung.

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now