BAB 24

357 58 10
                                    

***

Memutus harapan pada Izhar membuat hati Vio lega. Terdengar jahat, tapi akan lebih jahat kalau dia tak menjelaskan sama sekali.
Sudah lama berlalu sejak pertemuan itu. Sekarang Vio sedang fokus pada pernikahannya dengan Sky.

Untuk pernikahan ini Vio dan Sky sepakat tak akan mengadakan resepsi mewah seperti sebelumnya. Hanya akad nikah dan syukuran sederhana yang dihadiri kerabat dekat. Bukan tak ingin orang tahu, tapi Vio malas buangbuang uang untuk pesta. Terlebih dia ingin mendukung penyamaran ayahnya yang bangkrut. Dan yang terpenting, dia tak ingin ada rumor tak baik tentang keluarganya nanti. Orangorang yang tak tahu pasti akan menganggap Vio dinikahkan untuk menyelamatkan bisnis keluarga. Jadi untuk menghindari halhal seperti itu lebih baik low profil saja.

Akad nikah akan dilakukan di rumah Vio. Dan entah kebetulan atau tidak, waktu pernikahan yang disepakati adalah tanggal yang sama dengan tanggal yang ada di surat cerainya.
Hari dimana dia resmi berpisah dengan cinta pertamanya adalah hari dimana dia akan dipersatukan dengan calon cinta terakhirnya.

Seminggu sebelum akad nikah Vio pergi mencoba baju pengantin dengan Jingga. Di jalan pulang mereka mampir ke tempat makan.
Namun sepertinya itu bukan hari keberuntungan mereka. Setelah bertahuntahun, Vio akhirnya melihat Haidar lagi. Dengan istri barunya tentu saja.

"Orz balabalabala!" gerutu Vio sambil purapura tak melihat mereka.

"Kau kenapa?" tanya Jingga.

"Mantan suamiku dan istri barunya baru saja melewati kita dan sekarang sepertinya duduk di belakangku," beritahu Vio.

Dengan tak percaya Jingga melihat ke arah belakang Vio. Memang benar ada Haidar dan Nia yang duduk sekitar dua meja setelah mereka.

"Vio, undangan pernikahanmu dengan Sky tak akan kau bagikan ke teman sekelas?" tanya Jingga tibatiba dengan suara yang sengaja ditinggikan.

Vio mengangkat satu alis pada Jingga. Sepertinya Jingga sengaja mengajaknya bermain. Baiklah kerjasama saja, lakukan seperti maunya.
"Undanganku eksklusif untuk orang tertentu saja," jawab Vio.

"Bukannya semakin banyak tamu semakin bagus? Artinya banyak yang mendoakan."

"Masalahnya tak semua orang berhati baik. Nyatanya masih ada beberapa orang berhati busuk, suka berdoa untuk kejelekkan orang lain."

"Vio!" tibatiba Nia datang ke meja mereka, Haidar menyusul di belakangnya tapi Vio tak melirik ke arahnya sedikitpun. "Kau Vio kan?"

Vio menyipitkan mata melihat Nia, "anda siapa ya? Apa kita saling kenal?"

Nia mendengus sinis, "Kau tak kenal aku atau purapura tak kenal?"

"Maaf ingatanku tak sebagus gajah," jawab Vio sambil tersenyum manis. "So, anda siapa?"

"Vio!" Nia sudah geram dengan prilaku purapura Vio.

"Vio, sebentar lagi kau akan jatuh miskin dan kau masih bersikap sombong seperti ini?" Kali ini yang berbicara adalah Haidar.

Sontak Vio menoleh ke arahnya dan purapura terkejut. "Ah mantan suami. Long time no see!" kata Vio masih dengan senyumnya. "Apa kabar? Masih kaya? Ah sepertinya masih, syukurlah."

"Haidar ini suamiku!" beritahu Nia seolah takut orang lain tak tahu saja.

"Oh ya? Abang, kupikir kau menikahi cinta pertamamu. Ternyata kau menikahi wanita ini. Eh btw, sekali lagi bolehkah aku tahu kau ini siapa?" Vio bertanya pada Nia, masih bersikap sok tak kenal.

"Dia Nia!" Jingga bersuara.

"Nia yang mana?" tanya Vio mengernyit dahi.

"Nia teman sekelas kita itu lho!" jelas Jingga.

Bukan Salah Jodoh ✔Où les histoires vivent. Découvrez maintenant