BAB 2

496 59 0
                                    


***

Jatuh rahang Jingga dan Alin saat melihat Vio datang. Mata mereka tak berkedip bahkan tangan mencubit sesama sendiri.

"Isra mi'raj masih lama kan?" tanya Jingga.

"Maulid Nabi juga sudah lama terlewat," timpal Alin.

"Ramadhan masih dua bulan lagi," lanjut Jingga.

"Terus kenapa Vio pakai gamis ke kampus?" ucap Jingga dan Alin bersamaan sambil saling pandang.
Pasalnya Vio biasanya hanya memakai gamis saat hari besar islam saja. Hari biasa seperti sekarang dia biasanya hanya memakai rok dan kemeja ke kampus.

"Di rumahmu ada pengajian?" tanya Jingga penasaran setelah menghampiri Vio yang sudah duduk di kursinya.

"Kenapa? Terkejut melihat penampilanku? Aku sedang memantaskan diri untuk Abang Haidar lah. Doakan aku istiqomah ya wankawan aku!" ucap Vio sambil mengibas jilbab.

"Konsepnya gak gitu woy!" sela Alin. Dia segera duduk di samping Vio. "Jangan menjadi baik dengan tujuan agar layak bersanding dengan lakilaki baik. Tapi jadilah baik agar lakilaki baik layak bersanding denganmu."

"Bukankah sama saja?" tanya Vio sambil mengernyit dahi.

"Beda lah sludud! Tujuanmu untuk berubah jangan karena lakilaki lah. Nanti saat rasa cintamu hilang, akankah kau kembali mengubah dirimu?" tanya Alin.

"Ya tak tahu! Lagipula cintaku pada Abang Haidar tak akan hilang."

"Apapun tujuan awalmu, aku sebagai sahabat mendukung semua perubahan baikmu. Pelanpelan kau bisa luruskan niat," ucap Jingga menepuknepuk bahu Vio.

"Aku pun!" sahut Alin.

"Tak salah aku menjadikan kalian sahabatku. Meski kadang kelakuan kalian banyak dipengaruhi setan terkutuk, tapi hati baik kalian masih belum gelap sepenuhnya. Aku sayang kalian!" Vio memeluk kedua sahabatnya.

"Woy kau memuji atau menghina sebenarnya?" marah Jingga.

"Itu pujian lah!" jawab Vio.

"Tapi terdengar seperti hinaan terselubung," gerutu Alin lalu melepas pelukan.

"Eh btw, kau pinjam gamis ini dari majlis ta'lim mana?" tanya Jingga.

"Woy kau pikir cuma jemaah majlis ta'lim saja yang memakai pakaian seperti itu?" tanya Alin. "Astaghfirullah kamu itu berdosa banget, Oren."

"Berhenti memanggilku Oren! Mengingatkanku pada muka bulatku yang mirip jeruk tahu gak!" protes Jingga.

"Hey pelangi! Bisa gak tutup mulut kalian? Bising!" ucap ketua kelas yang kebetulan duduk di depan mereka.

Vio, Jingga dan Alin kerap dipanggil pelangi oleh temanteman yang lain. Itu karena nama mereka mengandung warna pelangi semua. Nama asli Alin sebenarnya Nila. Cuma dasar Vio saja yang seenaknya membalik nama orang dan memanggilnya Alin. Semua teman mereka pun jadi ikut memanggilnya seperti itu.

***

Selesai kelas, gadis pelangi duduk di depan halte kampus. Katanya Vio akan dijemput oleh calon mertua, jadi Alin dan Jingga dengan baik hati menemani sampai jemputan muncul.

Keluarga Vio dan Haidar dulu adalah tetangga. Namun mereka sempat terpisah bertahuntahun. Dan karena urusan bisnis, kedua keluarga dipertemukan kembali. Tak ada anak perempuan di keluarga Haidar. Jadi Vio sangat disambut baik dalam keluarga itu. Mengetahui perasaan Vio pada Haidar membuat orangtua Haidar langsung pergi melamar Vio untuk anak mereka.

Tak lama, sebuah mobil berhenti di depan mereka. Vio berdiri dan melambai pamit pada temannya. Jemputannya sudah datang.

Vio membuka pintu jok belakang. Saat masuk sudah ada ibu Haidar duduk di sana.

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now