BAB 6

332 51 1
                                    

***

Berjalan menuju gerbang, Vio mengotakatik ponsel hendak memesan taksi online. Namun langkahnya terhenti saat melihat Haidar sedang berdiri di depan mobilnya yang terparkir dekat gerbang.

Haidar tersenyum pada Vio lalu melambaikan tangan. Vio pun segera menghampiri.

"Abang, bukannya ada urusan?" tanya Vio heran sekaligus senang.

"Aku becanda saja tadi. Ayo masuk!" Haidar membukakan pintu mobil untuk Vio.
Dengan senang hati Vio masuk ke mobil. Dia memeluk tas erat. Bahagia!
Mudah sekali membuat bahagia anak satu ini.

"Kenapa tersenyum sendiri?" tanya Haidar setelah duduk di kursi pengemudi.

"Tidak apaapa!" jawab Vio.

Haidar menggelengkan kepala lalu mulai menjalankan mobil.

Selama perjalanan sesekali Haidar melirik Vio yang tak berhenti senyum. Diamdiam dia juga tersenyum melihatnya.

"Kita makan siang di luar mau gak?" tanya Haidar memecah hening.

"Bolehbolehboleh!" Vio lekas mengangguk setuju. 'Arrghhh makan siang pertama bersama Haidar. Pokoknya aku harus tandai tanggal ini. Anggap saja ini kencan pertama. Terus nanti struk makan dan tiket parkir harus kusimpan sebagai kenangkenangan. Uhh Vio pintar!'

"Kau memikirkan apa?" tanya Haidar lagi.

"Aku baru saja memikirkan Abang!" kata Vio sambil tersengih.

"Padahal aku ada di sampingmu."

"Abang bukan hanya ada di sampingku. Tapi di hatiku, di pikiranku dan dimanamana pokoknya. Semuanya penuh dengan Abang!"

"Kau begitu menyukaiku ya?"

Vio mengangguk tanpa malu. Lagipula Haidar suaminya, buat apa malumalu bagai. Hanya sehari saat menikah saja rasa malunya muncul. Sekarang Vio yang tak tahu malu sudah kembali lagi.

***

Ada beberapa hidangan yang Haidar pesan. Vio sudah membelalakan mata melihatnya. Banyak sekali, mereka hanya makan berdua saja padahal.

"Abang, apa ini tak terlalu banyak?" tanya Vio.

"Kau itu kurus. Selain pipimu yang chubby, bagian tubuhmu yang lain terlihat tak berdaging.  Harus makan yang banyak, paham?"

"Tapi tak sebanyak ini juga. Perutku mana muat."

"Dari pada protes mending kau mulai makan saja," kata Haidar lalu menaruh lauk di piring Vio.

Dengan keluhan Vio pun mulai makan. Dia melirik Haidar yang makan dengan tenang, "Abang aku tak nafsu makan lah. Tapi kalau Abang yang suapi mungkin nafsu makanku bisa kembali. Bahkan mungkin aku bisa menghabiskan semua makanan ini dalam sekali kedip saja."

"Mengada!" cebik Haidar.

"Aku serius lah!"

"Makan saja ish jangan banyak bunyi!"

Akhirnya Vio lun akur, melanjutkan makan meski sedikit enggan.

Di tengah makan, Haidar bangkit dari duduknya dan pergi untuk menerima telepon. Melihat kesempatan emas, Vio memasukkan sedikit makanannya ke piring Haidar. Diamdiam dia juga menyuruh pelayan membungkus beberapa makanan yang belum habis. Daripada mubadzir nanti mending dia sedekahkan ke orang lain.

Saat Haidar kembali dia mengerutkan kening melihat piring Vio.
"Cepat sekali kau makan," ucap Haidar.

"Aku tak mau membuat Abang menunggulu nanti. Jadi aku makan secepat mungkin."

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now