BAB 9

297 48 1
                                    

***

Lama sudah Vio menunggu Haidar ke kamar. Setelah makan malam, Dara nakal itu merampok suami Vio. Niat hati untuk pulang diurungkan karena Haidar berjanji akan menemani Dara bermain. Akhirnya mereka pun menginap. Tapi sudaj jam sebelas malam, Haidar belum kembali ke kamar. Masa iya dia tidur dengan Dara dan emaknya.

Baru saja Vio ingin membuka pintu kamar, pintu sudah terbuka dari luar. Haidar sudah kembali.

"Kenapa belum tidur?" tanya Haidar terkejut Vio masih terjaga.

"Menunggu Abang!" Tanpa segan silu Vio memeluk pinggang Haidar. Rindu juga sebenarnya berhari tak bertemu.

"Aisshh lain mali tidur duluan saja, jangan menungguku!" Haidar menarik Hio ke kasur. "Ayo tidur!"

"Okay!"

Mereka sudah ada peningkatan tidur sekasur sekarang. Walaupun frekuensinya masih tak sebanyak tidur sendirisendiri.
Haidar selalu sibuk bekerja dan kadang masih akan tertidur di ruang kerjanya sendiri. Vio yang seorang perempuan tak bisa bersikap romantis seperti adegan novel memindahkan Haidar tidur ke ranjang. Tak kuasa dia mengangkat tubuh sasa Haidar.

"Selamat malam Abang!" ucap Vio setelah berbaring.

"Selamat malam!" jawab Haidar.

***

Keesokan paginya Vio sudah berkecak pinggang di depan mobil. Dia baru saja bertengkar kecil dengan Haidar.
Vio ingin segera pulang sebelum si Dara bangun, tapi Haidar bersikeras mau menunggunya dulu.

"Jangan selalu berselisih dengan Dara. Dia hanya anakanak!" nasihat Haidar. "Ayo sekarang kembali masuk ke rumah. Kita sarapan dulu sebelum pulang!"

"Tak mau!" Vio mengeraskan tubuh. "Awalnya aku bisa mentolerir semua kelakuan anak itu. Tapi dia semakin keterlaluan, dia mengatakan halhal bohong agar Abang membenciku dan dia mendapat simpati Abang. Karena Dara masih kecil makanya kita harus didik dari sekarang. Ajarkan batasan antara pria dan wanita, walaupun aku dulu agresif mengejar Abang tapi aku tak macam dia.  Kulihat dia terlalu melekat dengan Abang. Sebaiknya suruh bapaknya lebih banyak meluangkan waktu dengan dia."

"Ayahnya kan sibuk, makanya dia bermanja padaku. Sejak kecil dia jarang bertemu ayahnya. Maklumi dia okay? Kau jangan cemburu pada anak kecil seperti itu. Tak elok lah melihat orang dewasa sepertimu masih bertengkar dengan bocah."

"Yealahyealah aku mengalah," ucap Vio akhirnya.

"Kalau begitu kita masuk lagi ya, jangan buat drama pagi buta begini! Entah sudah berapa kali tetangga di depan rumah membuka dan menutup tirai rumahnya mengintip kita."

Vio langsung menoleh ke rumah tetangga yang dimaksud Haidar, "alah barangkali dia sedang mencoba tirai baru makanya buka tutup. Kenapa Abang berprasangka buruk pada orang?"

"Ish berisik sekali, sudah ayo masuk!" Haidar menarik Vio.

Di meja makan semua sudah berkumpul. Dan seperti yang Vio duga. Dara dengan sengaja bermanja lagi pada Haidar. Mau makan makanan yang di piring Haidar lah, mau disuapin lah. Benarbenar mengada.
Mau marah tapi sudah janji tak akan bertengkar dengan anak kecil lagi. Lagipula tak baik bertekak depan rejeki. Jadi sabar saja lah Vio.

***

BRAK!!!
Jingga menggebrak meja mengagetkan semua orang di kelas. Melihat semua mata tertuju padanya, Jingga nyengir dan minta maaf. Setelah itu dia fokus kembali pada Vio.

"Si Dara itu tak bisa dibiarkan lagi, Vio. Lamalama dia akan ngelunjak lah. Kau itu tantenya kan? Dia harus menghormatimu. Kau jangan mau dipijakpijak bocah macam itu!" marah Jingga.

"Tapi wajar anak kecil caper dan manja begitu!" sela Alin.

"Dia sudah berbohong untuk menarik simpati orang, itu tak wajar tahu gak. Lamalama akan menjadi kebiasaan, itu tak baik. Dia harus diberi pelajaran," lanjut Jingga.

"Tapi salah Vio juga karena melawan sikap Dara dengan sikap kekanakkan juga. Harusnya kau coba terus dekati dia, ambil hatinya," ucap Alin.

"Mati anak itu jika kuambil hatinya." Vio becanda tapi tak luchu. "Sebenarnya aku sudah berusaha baik padanya, mengambil hatinya. Tapi dianya bebal, makanya aku pakai metode sebaliknya. Dia mengusikku ya aku usik balik."

"Memang susah dah!" Alin menggelengkan kepala.
Vio sebenarnya jujur. Suka bilang suka, gak suka juga tak akan bilang suka. Saat awal Vio cerita tentang Dara, Alin masih bisa merasakan kesukaan Vio pada anak itu. Sekarang sepertinya Vio sudah risi dan mulai menunjukkan ketidaksukaannya.
Alin takut Haidar akan salah paham saja pada Vio dan menganggap Vio wanita tak baik hanya karena selalu bertengkar dengan keponakannya.
"Tapi Haidar tak menyalahkanmu kan saat Dara mengadu hal tidaktidak pada Haidar?" tanya Alin.

Vio menggeleng, "untung Haidar tak percaya bulatbulat keluhan dusta keponakannya itu. Aku heran emak si Dara itu bukan main baik banget dan lemah lembut pula dalam bertutur. Tapi kenapa kelakuan anaknya seperti itu? Kurasa dia ikut perangai bapaknya dah."

"Hey jangan mengutuk seperti itu! Tak baik!" Alin memperingatkan.

"Nah ngomongngomong soal bapaknya, kenapa tak biarkan si Dara menghabiskan banyak waktu saja dengan bapaknya. Agar dia tak terlalu menempel pada suamimu," ucap Jingga. "Kau bilang bapaknya sangat sibuk. Memang sesibuk apa sih? Dia harusnya akan punya waktu kan untuk anaknya? Memangnya dia mau melihat anaknya lebih dekat dengan pria lain?"

"Aku tak tahu lah tentang bapaknya itu. Kurasa dia orangnya cuek deh. Dia seperti tak peduli pada anak istri. Aku jadi kasian pada Kak Yesha."

"Bukan cuek tapi suami tak bertanggung jawab namanya kalau begitu," balas Alin.

"Jangan dulu menyimpulkan woy! Mungkin saja kenyataannya tak seperti yang kita kira," kata Jingga.

Vio tak menerima pencerahan apaapa bicara dengan kawankawannya itu. Malah jadi berghibah dah.

***

Sore hari, Vio menunggu Haidar menjemputnya di kampus. Tapi sudah satu jam tak kunjung datang juga itu si Abang suami. Mengabari pun tidak.
Vio tak marah malah merasa khawatir.

Setengah jam sudah berlalu lagi, akhirnya mobil Haidar muncul di depan Vio.
Saat Vio membuka pintu kursi depan dia tersentak melihat Dara duduk di sana.

'Kenapa ada Dara?'

Mau tak mau Vio mengalah duduk di jok belakang.

"Apa yang terjadi?" tanya Vio melihat wajah khawatir Haidar. Si Dara pun tak biasanya diam saja.

"Yesha dilarikan ke rumah sakit!"

"Hah? Kak Yesha kenapa?"

"Suaminya tibatiba datang dan mengamuk tak jelas membuat Yesha terluka."

"Innalillah!" Vio menekup mulut tak percaya. "Terus keadaan Kak Yesha sekarang bagaimana?"

"Dia sudah membaik tapi masih harus dirawat di rumah sakit. Jadi untuk sementara Dara akan tinggal dengan kita dulu."

Vio melirik Dara dengan ragu. Dia kasihan pada Yesha. Tapi jika Dara tinggal di rumahnya akankah ada kedamaian nanti? Bukankah hanya akan menambah huru hara saja.

"Siapa yang menjaga Kak Yesha sekarang?" tanya Vio.

"Ada Mama dan Papa yang menjaganya," jawab Haidar.

"Oh!" Vio menganggukangguk mengerti.

Dia berdoa semoga Yesha cepat sembuh. Bukan hanya untuk kebaikan Yesha, tapi doa itu juga mengandung keinginan egoisnya. Dia ingin Yesha sembuh dan segera membawa kembali bocah nakal di depannya. Tak terbayang nanti akan seperti apa harinya jika mereka tinggal bersama.

***

Bersambung.

(MAAF YA ALUR CERITA INI SLOW BANGET. SENGAJA SLOW SAMPAI AKU SENDIRI BACA ULANG MALAH BOSENIN WKWKWK AKU LAGI COBA NAHAN DIRI BUAT KONSISTEN NULIS 1000KATA PERHARI. BIASANYA AKU SUKA BABLAS SAMPAI 3 BAHKAN 5K PER BAB. JADINYA CERITANYA BANYAK HALAMAN. SEKARANG NYOBA 1000KATA AJA PERBAB MESKIPUN ALURNYA TERASA LAMBAT TAPI GPP YA MUNGKIN NEXT AKU SUDAH MULAI BABLAS NULIS BANYAK LAGI SOALNYA MULAI MASUK INTI CERITA WKWK)

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now