BAB 20

351 48 2
                                    

***

Tiga tahun kemudian ...

Di dalam taksi Vio melihat ke luar jendela mobil. Bangunan dan suasana tak banyak yang berubah dari tahun lalu.
Setiap lebaran Vio akan pulang selama beberapa hari. Tapi kali ini kepulangannya bukan sementara, dia benarbenar memutuskan kembali. Hatinya sudah mantap untuk tinggal lagi di kota tempat dia dibesarkan. Berhenti melarikan diri dan hadapi semuanya.

Banyak yang bertanya bagaimana Vio menyembuhkan luka hati? Sebenarnya tak mudah bagi Vio saat itu. Meski dia selalu bersikap tenang dan tegar di depan semua orang, jelas dia menyimpan keperitan dalam hati. Awal dia tinggal di negara asing sendiri benarbenar sangat sulit. Bukan karena dia tak bisa melakukan ini itu sendiri, tapi dia benarbenar baru merasakan kesepian yang luar biasa. Biasanya akan selalu ada orangtua, Lily, Jingga dan Alin yang selalu menghiburnya, membuatnya sedikit lupa bahwa hatinya sedang tak baikbaik saja. Namun ketiadaan mereka di sampingnya membuat Vio tahu arti sunyi yang benarbenar sunyi. Dia semakin jatuh dalam kesedihan. Bahkan sempat ingin pulang lagi. Namun dia kembali mengingat tekadnya di awal, dia tak boleh terus bergantung pada orang lain. Dia harus bisa berdamai dengan diri sendiri sebelum kembali.

Tiga tahun jelas bukan waktu yang sebentar. Banyak hal sudah Vio lalui untuk sampai ke titik seperti dia yang sekarang. Mungkin di mata orang lain Vio masih Vio yang sama. Namun bagi Vio, dirinya yang sekarang benarbenar sudah berubah. Dia sudah bisa memaafkan dirinya di masa lalu. Karena selama ini hal itu lah yang sulit Vio lakukan.

'Vio masa lalu, aku memaafkanmu! Aku akan berhenti menyalahkan kebodohanmu. Luka yang kau buat pada hati kita sudah bisa kusembuhkan meski bekasnya tak akan pudar. Namun sudah tak sakit lagi. Hati kita sudah baikbaik saja. Vio masa lalu, terima kasih! Karenamu aku banyak belajar hal baru. Dan setidaknya berkat pilihanmu aku bisa mengabulkan salah satu harapanku yaitu menikahi cinta pertamaku.'

***

Baru saja sampai ke rumah, Vio disambut dengan hal mengejutkan.
Orangtuanya kalang kabut sekali hendak pergi.

"Ayah, Bunda, kalian mau kemana?" tanya Vio bingung.

"Kami mau ke rumah sakit. Alin akan melahirkan!" ucap Jehan.

"Apa?" Vio terkejut sesaat. "Aku ikut!" kata Vio mengikuti orangtuanya keluar. Koper ditaruh di ruang tamu. Mau beresberes mana sempat.

Setyadi memandu mobil, Jehan duduk di depan sementara Vio sendiri di jok belakang.

"Kenapa kalian panik sekali?" tanya Vio.

"Itu karena Mama dan Mama mertua Alin sedang pergi ziarah ke luar kota. Mereka menitipkan Alin pada Bunda," kata Jehan yang masih terlihat panik.

Anaknya sudah mau melahirkan orangtuanya malah pergi? Kenapa bisa? Vio tak habis pikir.
"Mereka tak tahu due date Alin kah?" tanya Vio.

"Dalam perhitungan dokter harusnya dua minggu lagi Alin melahirkan. Siapa yang tahu bayinya malah tak sabar ingin keluar melihat dunia."

Vio menganggukangguk paham. Mana mungkin Alin ditelantarkan orangtuanya. Bukan hanya anak kesayangan, tapi dia juga menantu kesayangan mertuanya. Sudah panas telinga Vio selalu mendengar Alin bercerita kebaikankebaikan mertuanya. Sangat bahagia sekali anak itu, dan tentu saja Vio ikut senang bahwa Alin diperlakukan baik.

"Eh ngomongngomong kenapa kamu ada di sini? Kapan pulang?" tanya Jehan menoleh ke jok belakang. Harusnya Vio ada di luar negeri kan? "Yaa Tuhan anak aku. Kenapa tak bilangbilang kalau mau pulang hah? Lupa cara pakai ponsel?" Jehan menarik tangan Vio dan memegangnya erat.

"Aiisshhh Bunda baru sadar aku baru pulang? Ckckck!" Vio menggelengkan kepala. "Aku sengaja ingin memberi kejutan. Siapa tahu bahwa Alin akan melahirkan telah membuat kalian terkejut duluan dan lupa anak kalian yang sudah berbulanbulan tak pulang ini ada di depan mata."

Bukan Salah Jodoh ✔Where stories live. Discover now