part 2

196 13 0
                                    


Setelah cukup beristirahat dan menjernihkan pikirannya. Jejen mulai berani bercerita pada Rey dan Bu Ainun. Sebab hanya merekalah yang dapat dipercayai.

"Sekarang ceritakan sama kita, kenapa loe bisa kayak begini?" Rey memulai percakapan.

"Gini dulu waktu pertama mau merantau ke kota gue diajak sama kenalan Ayah kerja disana. Dia baik banget semua keperluan gue ditanggungnya sampai terima gaji pertama. Setelah tabungan gue udah lumayan cukup gue ajak ayah sama Ibu ke kota. Dan terakhir waktu gue ada niatan mau bangun rumah disana, dia malah mau ngajakin berbisnis membuka rumah makan dengan modal 50:50." Jejen menghembuskan nafas dengan kasar.

"Ayah percaya aja karna selama ini dia memang baik. Tapi begitu uangnya udah gue transfer ke rekeningnya, dia mulai nunjukin gelagat aneh. Sampai terakhir dia gak bisa di hubungi. Semua kontak di blokir. Semua duit habis di bawa lari sama tu orang. Ibu jadi jatuh sakit kena serangan jantung. Gue nyoba lapor polisi tapi polisi belum bisa nemuinnya. Udah nyari kemana-mana gak ada info sama sekali." terang Jejen panjang lebar.

Ia menghela nafasnya. Sungguh berat berat beban yang ia rasa. Kami semua mendengarkan dengan seksama.

Dan sekarang Ibu harus di operasi untuk pemasangan ring di jantung." lanjut Jejen.

Ada setitik bulir bening di sudut matanya. Sungguh tragis apa yang dialaminya. Ada pepatah mengatakan sudah jatuh tertimpa tangga.

"Kami turut prihatin dengan apa yang menimpa Ibumu nak. Ibumu orang yang baik pasti Allah akan membantunya." Bu Ainun membelai telapak tangan Jejen yang sudah ia anggap sebagai anaknya juga.

"Loe tenang aja nanti kita cari jalan keluarnya. Gue bakalan minta tolong juga sama temen-temen. Sekarang loe tenangin dulu pikiran. Kabari Ibu disana supaya jangan khawatir." Rey mencoba menenangkan sahabatnya itu.

"Rey awas kamu kalo bikin ulah lagi!" ancam Bu Ainun pada Rey anaknya.

Rey menunggu semua penghuni rumah terlelap tidur. Rupanya ia sudah membuat janji dengan teman-teman nya untuk bertemu di basecamp mereka. Rey tidak sanggup mendengar derita Jejen. Ia ingin segera membantunya.

*****

Di basecamp.
Rey dan teman-teman nya sedang merencanakan sesuatu yang sangat beresiko.

"Loe kenapa ngajak ngumpul jam segini Rey? Tumben." tanya Eman

"Begini gue butuh bantuan kalian. Gue butuh duit banyak kali ini." terang Rey.

"Banyak? Buat apaan?" tanya yang lain.

"Sahabat kita Jejen butuh biaya buat Ibunya operasi. Dia lagi ketimpa masalah berat bro."

"Jejen anak Bu Romlah?" tanya Eman lagi.

"Iya, semalem dia dateng baru cerita kalo dia lagi ada masalah."

"Begini aja, tadi gue baru dapet info dari Ali kalo ada target kita di kampung jati luhur. Gimana kalo kita satroni tu rumah. Nanti hasil dari situ kita serahin semua sama Jejen. Gimana?" usul teman Rey yang lain.

"Gila loe ya! Jejen lagi disini masak kita mau ngerampok," protes Rey.

"Loe mau bantuin Jejen gak?" ujar Eman.

"Sikon nya gimana?"

"Tenang, kita udah mengintai seminggu lebih dan sekarang rumah itu kosong ditinggal penghuninya pergi keluar kota."

"Yakin loe? gue gak mau kalo sampe gagal," ucap Rey ragu.

"Anak-anak udah mastiin itu semua. Jadi tenang aja..." bujuk Eman.

Rey menimbang-nimbang usulan teman-temannya. Ia ragu dan sedikit takut karena ia tidak mau sampai masuk penjara untuk ke dua kalinya. Bagaimana nasib Ibu dan Adiknya. Pertama tertangkap dulu dengan kasus yang sama, Ibunya jatuh sakit.

"Oke lah, kapan kita oprasinya?" akhirnya Rey meng iya kan ajakan temannya.

"Besok malem kita satroni, jangan lupa bawa peralatan yang biasa kita bawa."

"Dan Anton siapkan mobil."

"Okelah, gimana sama yang lain? Setuju?"

"Rey, kalian pada ngapain pada ngumpul malam-malam disini?" pekik Jejen.

Mereka dikejutkan dengan kedatangan Jejen yang tiba-tiba sudah berada dihadapan mereka semua. Rey juga tidak menyangka kalau ia akan diikuti oleh Jejen. Rey tidak tau kalau Rey belum tidur saat ia menyelinap ke luar rumah. Diam-diam Jejen juga mendengarkan rencana teman-temannya itu.

"Kita semua mau bantu loe Jen, jadi loe tenang aja," bujuk Rey kemudian.

"Tapikan Rey..." protes Jejen

"Udah gak usah pake tapi-tapian, loe gak mau Ibu loe sembuh?"
Jejen terdiam.

"Besok malem kita semua ngumpul disini di jam yang sama. Jangan lupa peralatan yang perlu dibawa,"

"Oke" ucap mereka serempak.

"Ayo Jen, kita pulang." Ucap Rey sambil menstater motornya.

Sepanjang perjalanan pulang mereka hanya diam. Sibuk dengan pikiran masing-masing. Jejen merasa beban bagi Rey. Tapi ia pun tidak bisa berbuat banyak karena ia juga perlu uang yang banyak. Dirumah, ponsel Rey di atas nakas berdering. Di layar tertera nama Eman memanggil.

"Rey, apa loe yakin Jejen bisa dipercaya? Dia kan anaknya pendiem. gue takut kalo dia bakalan ngerusak rencana kita Rey," Ucap Eman di sebrang sana.

"Mending, dia gak usah ikut oprasi rey..." lanjutnya

"Gue yakin Jejen gak akan ngecewain kita. Nanti gue ajarin dulu apa-apa yang harus kita lakuin. Toh semua ini juga demi dia."

"Ok lah semuanya terserah loe aja, kalo terjadi sesuatu, loe yang tanggung jawab." Eman menutup telponnya.

Di malam yang sudah ditentukan mereka telah berkumpul di basecamp. Jejen ikut serta dalam misi kali ini. Ia tidak mau hanya duduk menunggu temannya beraksi. Rey sangat menyayangi Jejen. Sebelum Jejen ke kota hanya dia lah yang selalu membantunya.

Alam seperti mendukung rencana mereka. Sebab hujan telah mengguyur dengan lebat sejak tadi. Dan kini menyisakan rintik-rintik tapi tidak mengurungkan niat mereka. Sehingga warga enggan untuk keluar rumah, sepi.

"Oke kita bagi tugas, gue Jejen sama Eman mengamati keadaan. Kalian berdua bagian mencongkel pintu masuk. Dan yang lain ambil semua barang yang berharga. Dan ingat kalo ada orang yang pergoki kita jangan melukainya." Rey membagi tugas sebelum ke lokasi.

"Nanti Anton nunggu kita di belakang rumah,"

"Ayo, kita eksekusi," ajak Rey kemudian.

Mereka berpencar, dan bertemu di titik lokasi. Tidak lupa mengenakan helm untuk menutupi identitas. Rumah target sudah terlihat, mereka langsung mengerjakan tugas masing-masing. Rey mengamati di depan rumah, sedangkan Jejen dan Eman ke belakang rumah. Hanya dalam beberapa menit pintu berhasil dibuka.

"Ayo!" lirih Rey.

"Ambil semua benda berharga, dan jangan berisik," ucap Rey nyaris tak terdengar.
------
Berhasilkah mereka merampok?

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now