part 18

60 5 0
                                    

Rey menarik nafas dalam dan menghembuskannya secara perlahan untuk menghilangkan groginya karena dekat dekat Claudya.

"Luka kayak gini mah gak seberapa...luka kecil bakalan cepat sembuh kok, kamu tenang aja..."

"Beneran gak papa?" Claudya menekan luka rey dengan kencang membuat darah keluar lagi.

"Aduh, aduh, sshh...!" pekik Rey meringis menahan sakit.

"Sorry, sorry," sesal Claudya. "Kamu sih, sombong! Sok kuat!" lanjutnya.

Rey tertawa meskipun mendapat luka lagi tapi ia senang karena Claudya lebih perhatian.

"Mbak, kita ke rumah sakit itu ya?" Riana menunjuk rumah sakit yang ada di depan.

"Iya, langsung aja kita kesana," jawab Claudya.

Sampai di parkiran rumah sakit. Claudya memepah Rey menuju UGD. Perawat yang melihat itu langsung membawakan kursi roda.

Perawat itu membawa Rey ke ranjang yang berada di ujung. Dokter jaga datang dengan tergopoh-gopoh untuk memeriksa luka yang dialami Rey. Dokter tahu jika luka itu akibat luka sabetan senjata tajam. Ia juga menanyakan asal mula Rey mendapat luka itu.

Claudya pun menceritakan semuanya. Dokter menyarankan untuk Claudya melaporkan ke pihak kepolisian setempat karena ini tindak pidana tapi Claudya menolaknya karena ia tak mau lagi berurusan dengan polisi.

"Permisi, tolong isi administrasinya, mbak!" potong seorang perawat.

"Biar aku aja mbak," sela Riana.

Rey harus mendapatkan lima jahitan untuk menutup lukanya, tangannya pun diperban untuk melindungi luka dari debu agar lukanya tidak terinfeksi.

Syukurlah Rey tidak harus rawat inap. Dokter hanya meresepkan obat dan menyuruh Rey untuk sering mengganti perbannya di rumah sakit ataupun dilakukan sendiri di rumah sendiri.

Mereka pun melanjutkan perjalanan. Kali ini Riana yang masih menyetir mobil. Claudya duduk di sampingnya. Sedangkan Rey berbaring di kursi belakang.

Tepat pukul  enam pag, mobil memasuki pekarangan pesantren.

"Rey, Rey bangun kita udah sampai nih," Claudya membangunkan Rey yang masih tertidur.

"Mbak, jangan-jangan...mas Rey...!" Riana menerka-nerka.

"Hust, ngawur kamu," jawab Claudya.
Karna tak kunjung bangun dari tidurnya, Claudya membuka pintu belakang.

"Rey bangun," Claudya mengguncang bahunya.

"Coba pegang keningnya, mbak," usul Riana.

"Ya Allah, dia demam Ri," pekik Claudya.

"Cepat panggil Umi sama Abi Ri," perintah Claudya.

Riana berlari ke dalam rumah untuk memanggil Nissa dan Yusuf.

"Assalamualaikum Umiii..!" panggil Riana.

"Claudya kamu kok!" Nissa kaget melihat Riana yang ia pikir itu Claudya yang tak berhijab.

"Ini Riana Umi!"

"Loh, kamu disini mana Claudya?" tanya Nissa.

"Itu di mobil Umi, tolong kami Umi mas Rey pingsan di mobil. Dia demam tinggi Umi."

"Kok bisa? Katanya udah sembuh?"

"Nanti aja ceritanya, tolongin dulu..!"

"Eh, iya Umi lupa. Abiii...!" panggil Nissa.

Mereka bergegas keluar rumah menuju mobil. Mereka berdua kaget melihat keadaan Rey. Tanpa pikir panjang. Yusuf menolong yusuf dan membawanya ke kamar Furqon.

"Umi panggilkan dokter dulu ya," ucap Nissa.

Claudya menganggukkan kepalanya, Claudya pergi ke dapur untuk mengambil air hangat di dalam baskom. Ia mengompres kening Rey. Tak berselang lama Umi datang dengan sang Dokter.

"Gimana Dok?" tanya Claudya.

"Suhu badannya tinggi dikarenakan Luka nya meradang, untuk itu sering-seringlah mengganti perban agar tidak infeksi. Dan jangan banyak beraktivitas dulu." terang Dokter.

"Baik Dok, terima kasih."

"Ayo-ayo semua keluar biar Rey bisa beristirahat." Nissa merentangkan kedua tangannya untuk menggiring semua untuk keluar kamar.

"Sekarang cerita sama Umi, sebenarnya ada apa? Kenapa Rey bisa punya luka seperti itu. Mukanya lebam-lebam." berondong Nissa.

"Sewaktu masih dijalan tadi malam kami dihadang orang gak dikenal , Umi. Mereka bersenjata dan pake helm." jelas Claudya.

"Iya Umi, mereka serem-serem ih, kayak preman!" timpal Riana.

"Rey melarang kami keluar dari mobil, jadi cuma dia sendiri yang melawan." sambung Claudya.

"6 lawan 1, Umi," sambung Riana.

"Astaghfirullah, untung kalian gak kenapa-napa." ucap Nissa dengan mengelus dadanya.

"Apanya yang pa-pa Umi...itu Rey kena parang loh!" protes yusuf dengan ucapan istrinya.

"Maksud Umi, mereka beruntung masih bisa pulang dengan selamat Abi.."

"Trus acara nanti siang gimana? Jadi?" tanya Nissa lagi.

"Jadi donk Umi, masak udah ngundang banyak orang gak jadi sih?"

"Alhamdulillah... Syukur deh kalo gitu mah."

"Ya sudah kalian beristirahat lah, jadi nanti waktu acara kalian tidak mengantuk dan lebih segar."

"Iya Umi, badan Riana serasa mau copot, pegel-pegel. Ayo mbak!" ajak Riana seraya bangkit dari duduknya.

Claudya dan Riana masuk kamar. Dan menghempaskan tubuh penatnya di atas kasurnya.Furqon datang dan membuka kamarnya.

"Eh, siapa ini yang tidur di ranjangku?" ujar Furqon.
Rey tidur dengan membelakangi pintu masuk jadi Furqon tidak tau siapa orang yang tidur di kamarnya. Ia pergi ke dapur untuk mencari Bude nya.

"Bude, itu siapa ya? Yang tidur di kamar aku?" tanya Furqon heran.

"Oh itu Rey, dia terluka jadi kami suruh dia untuk sementara tidur di kamar kamu. Maaf ya Bude gak ngomong dulu. Kamu gak marah kan?"

"Mereka udah sampai? Trus Claudya mana?"

"Ada tuh, di kamarnya lagi istirahat."

"Eh, tunggu tadi Bude bilang Rey terluka? Kok bisa? Apanya yang luka? Claudya gimana? Luka juga?" berondong Furqon.

"Satu-satu kalo nanya Furqon! Yang mana yang musti di jawab dulu. Lagian Kamu kayak wartawan aja, nanya-nanya." sungut Nissa.

"Aku kan khawatir Bude..."

"Claudya dan Riana gak Kenapa-napa cuma Rey yang terluka. Kamu jangan ganggu, biarin mereka istirahat dulu. Nanti Bude ceritain."

"Jadi Riana ikut juga ya!" Furqon bermonolog.

Tiga puluh menit sebelum adzan dzuhur Nissa sudah menyiapkan makan siang. Yusuf pun sudah berangkat ke masjid sedari tadi.

"Claudya, Riana bangun sayang sebentar lagi adzan dzuhur." panggil Nissa setelah sebelumnya mengetuk pintu kamar.

"Iya Umi," jawab Claudya dengan suara serak khas orang yang bangun tidur.

"Siap-siap setelah itu kita makan siang."

"Iya Umi," jawabnya lagi.

Usai menunaikan kewajiban pada sang khalik Claudya dan Riana keluar kamar, begitupun dengan Furqon yang pulang dari masjid untuk makan siang bersama. Sesaat Furqon terpesona oleh kecantikan dengan dua gadis kembar di hadapannya itu. Pintu kamar sebelah pun terbuka.

"Rey! Kamu udah bangun? Kamu istirahat aja, nanti aku bawakan makanan ke kamar." perhatian Claudya pada Rey membuat hati Furqon iri.

"Gak usah Claudya aku gak pa-pa. Aku gak mau ngerepotin banyak orang. Kamu lupa ya aku kan jagoan."

"Jagoan kok pingsan," lirih Claudya.

"Apa?" pekik Rey.

"Udah, udah, ayo kita makan! Aku laper nih!" lerai Riana.
-----

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now