part 14

46 4 0
                                    

"Assalamualaikum Riana," salam Claudya.

"Waalaikum salam Bu ustazah," ucap Riana diselingi tawa pelan yang terdengar dati sebrang sana.

"Mulai...gak usah ngeledekin mbak trus!"

"Ya maaf Bu ustazah..." tawa Riana masih terdengar walaupun sangat pelan seperti berbisik.

"Kamu lagi dimana? Mbak lagi Jakarta nih, mbak kangen sama kamu dan Bunda Hanah."

"Serius mbak? Sekarang mbak dimana?" Riana sangat antusia mendengar kakaknya di Jakarta. Bukannya menjawab pertanyaan Claudya ia malah balik bertanya.

"Kamu gimana sih, ditanya kok malah bakik nanya!"

"Hehehe, ya maaf, aku sama Bunda lagi makan di restoran Bunda mbak yang ada di blok M."

"Ok, mbak kesana sekarang," jawab Claudya singkat.

Claudya menutup sambungan telponnya. Ia tancap gas ke tempat yang Riana sebutkan tadi. Claudya sudah tak sabar ingin bertemu Riana. Ia ingin tahu bagaimana keadaan sang adik pasca kejadian tiga tahun lalu.

Dari kejauhan restoran Hanah sudah terlihat. Tapi sayang ketika Claudya ingin berbelok dan parkir di restoran, parkiran itu ternyata sudah penuh kendaraan para tamu yang ingin makan disana.

Memang di malam minggu ini restoran Hanah selalu ramai pengunjung. Selain masakannya yang enak, suasananya pun nyaman bagi muda mudi maupaun keluarga.

Claudya memutuskan untuk parkir di lahan kosong seberang depan restoran. Tempat itu juga menjadi tempat parkir jika sedang ramai seperti sekarang ini.

Dari kejauhan Riana sudah terlihat duduk di tempat samping kasir. Ia melambaikan tangan pada Claudya. Sedangkan Hanah sibuk di meja kasir.

Tiba-tiba

'Brak!' suara hantaman keras di jalan raya.

Sebuah mobil menabrak pengendara sepeda motor. Mobil itu mengalami rem blong. Sementara motor itu tiba-tiba ke tengah jalan untuk melindungi perempuan itu dari kecelakaan akhirnya ia lah yang tertabrak.

Suara hantaman keras itu mengagetkan semua orang yang dekat dengan tempat kejadian. Claudya syok, pasalnya ia melihat kecelakaan di depan matanya.

Claudya berdiri kaku di tengah jalan. Tubuhnya bagai tak bisa digerakkan. Darah seperti berhenti mengalir. Ia gemetar dan menyangka selamat dari maut.

"Mbak, mbak gak pa-pa? Ya Allah... Alhamdulillah." Riana memeluk Claudya dan membawanya ke pinggir jalan.

Mobil itu berhenti setelah menabrak pohon di lahan kosong tempat Claudya memarkirkan mobilnya. Warga berduyun-duyun menolong korban. Sebagian lagi menelepon polisi dan ambulans.

"Tolong ini dulu pak, di terjepit kemudi mobilnya." teriak salah satu warga.

"Yang lain coba lihat pengendara motor itu." perintah warga yang lainnya.

"Ini masih berdenyut jadinya, ayo kita tolong dulu angkat ke pinggir dulu."

"Pak, buka dulu helm nya kasian mungkin dia sesak." teriak Riana pada seorang warga yang mengangkatnya tadi.

Claudya kaget bukan kepalang ternyata orang yang di balik helm itu adalah Rey, orang yang ia benci selama tiga tahun ini. Ternyata Rey lah yang melindunginya dari kecelakaan maut.

Seandainya Claudya yang mengalami tabrakan itu, entah apa yang terjadi. Claudya menjerit histeris histeris melihat tubuh Rey terbaring di pinggir jalan karena berusaha melindunginya. Hal itu membuat Riana panik dengan keadaan Claudya.

"Pak, pak tolong angkat kan anak saya ke dalam." Hanah pun tak kalah panik melihat Claudya tak sadarkan diri.
Rey yang masih setengah sadar memegang tangan orang yang menolongnya.

"Mas, ma-af gimana ke-adaan ga-dis ta-tadi? Ucap Rey terbata-bata menahan rasa sakit.

"Oalaaah mas, mas yang kecelakaan malah nanyain keadaan orang. Mas gak usah khawatir dia baik-baik aja." kata pria itu heran dengan Rey yang mencemaskan Claudya.

"Alhamdulillah...," lirihnya nyaris tak terdengar lalu memejamkan mata.

Suara sirine polisi dan ambulans bersahut-sahutan di malam menggemparkan warga setempat. Polisi dan warga mengalami kesulitan mengeluarkan supir mobil minibus.

Kaki sang supir mengalami patah tulang. Sedangkan para penumpangnya mengalami luka-luka yang cukup serius.

Satu jam akhirnya semua korban sudah dilarikan ke rumah sakit terdekat. Pihak kepolisian sudah memberitahu kepada pihak keluarga para korban. Termasuk keluarga rey.

"Assalamualaikum dengan keluarga Reynaldi Pratama?" ucap seorang polisi.

"Waalaikum salam, betul pam saya Ibunya. Ada apa ya Pak? Dan ini maaf dari siapa?"

"Saya dari kepolisian ingin memberitahukan kepada keluarga, bahwa mas Reynaldi mengalami kecelakaan dan sekarang berada di rumah sakit.

"Innalillahi, ya Allah Rey... Jadi sekarang gimana keadaan anak saya Pak?"

"Ibu langsung saja ke rumah sakit!"

"Baik, terima kasih Pak saya kesana sekarang juga. Sekali lagi terima kasih Pak."

Di rumah sakit Ibu dan anak perempuannya itu datang dengan tergopoh-gopoh. Mereka menuju ruangan dimana anaknya berada. Ia mengalami sejumlah luka. Kebetulan disana asa seorang Dokter yang sedang memeriksa keadaanya.

"Permisi Dok, gimana keadaan anak saya?"

"Apa Ibu keluarganya?"

"Begini Bu, anak Ibu mengalami beberapa luka dan tulang kakinya mengalami retak. Kami juga masih akan melakukan beberapa pemeriksaan untuk memastikan tidak ada luka dalam. Semoga hasilnya baik-baik aja dan kita lihat perkembangannya ke depan. Tetap berdoa untuk kesembuhannya." jelas Dokter.

Selama di Jakarta Claudya menginap di rumah Hanah. Riana memanggil Dokter untuk memeriksa keadaan Claudya. Dokter itu mengatakan jika Claudya baik-baik saja, hanya mengalami syok. Ia hanya butuh istirahat.

"Mbak, udah bangun? Tunggu ku buatin teh  manis dulu ya!" Riana beranjak dari duduknya.

"Gak usah Ri, kamu duduk disini aja temenin mbak." tutur Claudya sambil memegang tangan Riana.

"Mbak, gak pa-pa kan? Kejadian tadi bener-bener bikin aku takut, mbak. Untung ada motor kalo gak pasti mobil itu langsung kena mbak.  Kita harus berterima kasih dan jenguk dia ke rumah sakit mbak. Karna dia mbak bisa selamat." ujar Riana.

"Riana, kamu ingat gak sama helm yang dipake sama pengendara motor tadi?" tanya Claudya.

"Helm? Emang kenapa mbak?" tanya Riana balik.

"Pemilik helm itulah yang merampok rumah kita dulu, dan dia lah yang...."
Claudya tak meneruskan ucapannya.

"Masak sih mbak, kok aku lupa ya? Lagi juga mbak...kuta gak usah ingat-ingat lagi kenangan buruk itu. Sesak dada ini mbak kalo ingat itu." protes Riana.

"Tunggu! Apa mbak kenal sama dia?"

"Iya mbak kenal. Dia juga tinggal di pesantren tempat Umi Nissa."
--------

Cinta Sang Mantan NapiOù les histoires vivent. Découvrez maintenant