part 3

143 10 0
                                    

Tiga orang ke lantai dua. Rey mencari di ruang tamu. Di meja tv ada dua buah ponsel yang sedang mengisi daya. Rey berpikir sejenak.

"Tapi rumah ini gak berpenghuni kok ada ponsel disini? Ah, mungkin mereka lupa,"  batin Rey

Sejenak ia terpaku. Ada sebuah figura yang menarik perhatiannya. Foto seorang gadis yang mengalihkan perhatian Rey. Mengenakan gaun berwarna putih, cantik menawan.

Menyentuh hati Rey direlung hati terdalam. Sungguh makhluk Tuhan paling seksi. Suara benda jatuh membangunkan lamunannya akan gadis bergaun putih itu. Tanpa sengaja Rey menyenggol vas bunga yang terletak di bawah foto si gadis. Hal itu membuat terkejut teman-teman Rey.

"Sstt...!!" mereka serempak mengisyaratkan untuk jangan berisik. Takut jika tetangga mendengar ada keributan di rumah kosong ini.

"Sorry, gak sengaja." lirih Rey. Di kamar ujung Rey menemukan bungkusan plastik hitam di bawah kasur. Penasaran dengan isinya, Rey pun membukanya. Alangkah terkejutnya, ternyata isinya segepok uang pecahan seratus ribuan.

"Memang beruntung gue di rumah ini," gumam Rey. Tanpa pikir panjang Rey menyimpannya.

Beralih ke ruangan lain Rey mengobrak-abrik seluruh isi ruangan. Ia sudah pengalaman dalam hal ini. Selama ini tidak ada yang tau pekerjaan sampingan Rey ini. Ia licin seperti ular dan bisa bersembunyi seperti bunglon. Hingga saat ini Rey aman-aman saja tanpa terendus oleh pihak kepolisian.

Rey memasukkan barang jarahannya ke dalam tas yang sudah ia persiapkan sebelumnya. Sedangkan yang lain kalap karena dirumah itu banyak benda berharga. Tanpa mereka sadari masih ada penghuni rumah yang mengintip dari balik pintu kamar ujung lantai dasar.

Tiba-tiba

"Heh, siapa kalian? Mau apa kalian? Keluar dari rumah saya!" teriak sang tuan rumah.

"Atau ku telpon polisi?" ancam nya lagi.

Hal itu membuat Eman dan kawan-kawan yang mendengar teriakan langsung menghampiri asal suara. Semua orang panik karena aksi mereka dipergoki. Setibanya Eman beserta temannya di kamar dimana Rey berada, mereka dikejutkan dengan darah yang mengalir di tangga. Entah setan dari mana yang membuat Rey jadi kalap. Dengan refleks menikam si korban. Karena aksinya dipergoki.

"Apa yang barusan loe lakuin...?" teriak Eman frustasi.

"Sorry, gue reflek karena dia melawan," ucap Rey  lesu.

"Gimana sih Rey, loe yang ingetin kita-kita. Malah loe sendiri yang melanggar," hardik Eman.

"Trus kita harus gimana ini?" tanya yang lain.

"Ayo, kita tinggalin rumah ini sekarang. Kita bawa aja yang udah kita dapet. Keburu dateng polisi,"

Anton yang melihat semua temannya berlari dengan panik ia pun ikut panik. Ia sudah menduga jika aksi mereka gagal. Satu persatu sudah naik ke atas mobil pick up ia persiapkan.

"Loe bilang gak ada orang dirumah itu, tapi nyatanya masih ada satu orang." ucap Rey sambil mengusap wajahnya.

"Kita udah cek Rey,  kalo rumah itu emang kosong. kita gak tau kalo ada penghuni rumahnya," Eman meyakinkan Rey

"Tapi Man sebenarnya bukan satu tapi dua orang," Rey menatap Eman.

"Tu- tunggu maksud loe ada dua orang yang ada di rumah itu?"

Rey menganggukkan kepalanya. Yang lain hanya terdiam, mereka juga takut jika harus masuk penjara.

"Tapi tadi cuma satu orang, gue gak liat yang satu lagi!"

"Satu lagi gue tikam didalam kamar Man,"

"Sial, sial, sial!" Eman memegang kepalanya.

"Sorry," Rey menunduk lemah.

"Trus sekarang gimana?" Eman mengacak rambutnya frustasi.

Rey terdiam memikirkan langkah selanjutnya. Mobil melaju dengan kecepatan sedang, mencari lokasi yang aman untuk mereka bersembunyi. Jejen, Eman dan yang lain larut dalam pikiran masing-masing. Hukuman menanti di depan mata.

Mereka menemukan lokasi yang cocok untuk bersembunyi. Rumah  kosong di pinggir hutan jati. Penduduk desa jarang ada yang melintas daerah sini karna letaknya yang jauh dari pemukiman.

"Kita harus sembunyi dulu disini, jangan ada yang pulang ke rumah. Tunggu situasi aman." terang Rey.

"Nih, buat loe Jen!" Rey menyerahkan bungkusan plastik pada Jejen.
Dilihatnya sekilas wajah Rey, lalu beralih pada teman-temannya. Jejen membuka bungkusan plastik itu. Jejen tidak menyangka jika isi dalam plastik itu dapat membantu Ibu nya sembuh.

"Wah, banyak banget Rey!" mata Jejen membulat begitu plastik yang berhasil ia buka.

"Loe dapet dimana uang sebanyak ini?" tanyanya lagi.

"Tadi waktu di kamar depan rumah itu gue nemuin di bawah kasur, semoga ini bisa membantu operasi Ibu loe,"

"Syukur deh, berhasil juga kita walaupun resiko masuk bui. Tapi kalo di pikir-pikir kok masih ada ya, orang nyimpen duit di bawah kasur." potong Eman.

"Besok pagi loe harus cepet pergi ke rumah sakit, biar Ibu loe cepet ditangani. Gak usah balik ke rumah gue. Langsung pergi ke terminal. Oke!" perintah Rey.

"Makasih banyak ya teman-teman, kalo bukan karena kalian gue gak tau lagi harus gimana. Sampai kapanpun gue gak akan ngelupain bantuan kalian ini." Ucap Rey terharu.

"Kita seneng bisa bantu loe," sahut teman yang lain.

"Ya udah sekarang sementara kita istirahat disini. Gue mau nyari makan dulu, kalian pasti udah pada laper kan?" Rey beranjak dari duduknya.

"Tapi Rey, kalo loe ketemu polisi gmn?" ucap Eman cemas.

"Tenang, gue kan bunglon. Polisi gak akan bisa nemuin gue." Rey menepuk dadanya.

Satu jam kemudian Rey datang membawakan beberapa bungkus nasi padang. Entah bagaimana cara Rey untuk mendapatkan makanan itu. Rasa persaudaraan mereka sangat erat. Mereka saling membantu satu sama lain. Jika salah satu sedang kesusahan maka yang lain akan datang membantu. Setelah perut terasa kenyang barulah mereka dapat tertidur dengan nyenyak setidaknya malam ini.

Di tempat lain.

"Bau apa ini ya? Udah berhari-hari perasaan ini baunya gak ilang-ilang ya!" keluh kesah seorang Ibu muda yang bernama Romlah saat berkumpul di gerobak sayur mang Asep.
------
Apakah yang di temukan oleh Ibu-ibu itu?

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now