part 8

89 4 0
                                    


Kita tidak bisa melawan takdir dan kehendak yang maha kuasa. Tanpa mereka sadari Allah mempertemukan Rey dan Claudya di pondok pesantren tempat mereka memperdalam ilmu agama.

Sebelum masuk Rey menelepon ustaz Sobri. Ustaz yang akan membimbingnya selama di pondok pesantren ini. Ustaz itu juga yang dikenalkan oleh Pak Thoriq sipir penjara.

"Assalamualaikum ustaz, saya sudah sampai di depan gerbang pesantren."
ucap Rey sambil mengusap wajahnya dengan selembar tissu. Karena cuaca siang itu cukup terik.

"Wa'alaikumsalam, oh iya nak Rey tunggu saja disitu nanti akan ada santri yang akan menjemput nal Rey.."

"Ok ustaz, saya tunggu."

'Tak berselang lama datang seorang santri."

"Assalamualaikum, mas Rey ya? Saya Rizal utusan ustaz Sobri." ia memperkenalkan diri.

"Iya saya Rey." balas Rey sambil mengangkat ransel ke bahunya.

"Ayo mas ikut saya."

"Ini kamar kita mas, kita akan jadi teman sekamar." Rizal menunjukkan kamar yang akan Rey tinggali.

Selama di pondok Rey tinggal sekamar dengan para santri. Tidak ada perbedaan, semua sama dalam menuntut ilmu hanya saja Rey juga bisa bekerja di pondok pesantren.

"Silahkan beristirahat, mas. Nanti ba'da maghrib ada kultum di masjid. Mas harus cepat kesana ya!"

"Iya makasih Rizal, nanti mas cepat datang ke masjid."

Adzan maghrib berkumandang. Memanggil umat muslim untuk segera menghadap sang khalik.

Semua penghuni pondok beramai-ramai datang ke masjid untuk melaksanakan solat maghrib berjamaah.

Rey mengenakan kain sarung dan baju koko berwarna putih itu terlihat tampan dan berkharisma. Orang tidak akan tahu jika ia seorang mantan napi yang baru keluar dari penjara.
Santriwati yang berjalan melewati Rey saling tersenyum dan berbisik.

"Assalamualaikum ustaz Sobri." sapa Rey ketika hendak melewatinya.

"Wa'alaikumsalam, oh nak Rey. Gimana sudah cukup istirahatnya?" tanya ustaz Sobri.

"Alhamdulillah udah Segeran ustaz. Terima kasih dan mohon bimbingannya."

"Insya Allah nak Rey. Mari kita solat dulu ada banyak hal yang musti saya sampaikan."

Rey menganggukkan kepalanya dan mempercepat langkahnya menuju masjid. Setelah solat dan mendengarkan kultum Rey menemui ustaz Sobri di shaf barisan depan.

"Begini nak Rey. Saya sudah mendengar semuanya Dari pak Thoriq (sipir penjara) tentang siapa mas Rey sebenarnya." ustaz Sobri memulai percakapannya. Rey mendengarkan dengan seksama.

"Alhamdulillah nak Rey mendapat hidayah dari Allah dan mau kembali ke jalan yang benar. Jangan malu dalam menuntut ilmu. Tak ada kata terlambat untuk bertaubat dan Allah maha pemaaf. Insya Allah saya dan para ustaz disini siap membimbing nak Rey untuk menjadi orang yang lebih baik."

"Terima kasih ustaz sudah mau menerima saya yang bergelimang dosa ini."

"Dan satu lagi, nak Rey juga bisa bekerja disini dengan membantu para santri disini sehingga masih bisa mengirim uang untuk Ibu dan adikmu."

"Betul ustaz, alhamdulillah terima kasih ya Allah." ucap syukur Rey sambil menjabat tangan ustaz Sobri.

"Semoga nak Rey betah disini dan semoga dapat keberkahan dari Allah."

"Aamiin, insya Allah ustaz."

"Ya sudah kalo begitu saya permisi dulu."

"Iya ustaz, sekali lagi terima kasih banyak."

POV Rey.

Tepat pukul tiga dini hari Rizal sudah membangunkan ku. Hawa dingin menusuk tulang. Aku yang belum terbiasa bangun pagi jadi terasa berat membuka mata. Memang gak bisa diajak kompromi ni mata.

"Mas, mas bangun! Kita solat tahajud yuk! Yang lain udah di masjid." suara Rizal yang tak kalah dari toak masjid sambil menggoyangkan tubuh ku.

"Iya Zal, iya mas bangun ini..." jawabku malas. Alih alih ke kamar mandi justru ku tarik kembali selimut menutupi seluruh tubuh yang kedinginan.

"Loh, kok malah selimutan lagi toh mas... Cepetan bangun... Eh ustaz Sobri. Assalamualaikum ustaz." Rizal mencoba mengelabui Rey.

Ucapan Rizal berhasil membuat mataku terbuka sempurna. Mendadak hawa dingin menguar entah kemana.

"Hahahaha... Makanya bangun...!" tawa Rizal menggema.

Itu membuatku kesal bukan main. Baru satu hari disini udah dikerjain sama bocah. Tanpa pikir panjang langsung cepat-cepat membersihkan diri trus pergi ke masjid sebelum ustaz Sobri beneran datang.

"Kampret tuh anak, gue dikerjain. Dia gak tau siapa gue. Gue pites jadi kutu baru rasa." omelku sambil berjalan ke masjid.

------

Pagi hari semua penghuni pondok sibuk dengan aktivitas belajarnya begitupun dengan Rey dan Claudya. Disaat itulah Rey melihat Claudya.

Karena Claudya sudah berhijrah dan sudah lama melupakan peristiwa yang merubah seluruh hidupnya. Ia juga sudah melupakan pelaku pembunuh sang Ayah.

Tapi tidak dengan Rey. Ia masih ingat betul dengan gadis yang ia lihat di ruang persidangan waktu itu. Rey meyakinkan diri jika benar dia adalah gadis yang sama. Hal itu membuat ia penasaran. Ia pun bertanya pada salah satu pengurus pondok pesantren.

"Assalamualaikum ustaz, maaf boleh saya bertanya?"

"Waalaikumsalam, iya silahkan."

"Siapa gadis itu? Kenapa ia bisa keluar masuk ke rumah Umi Nissa."

"Oh itu Claudya, anak angkat ustaz Yusuf dan Umi Nissa. Memangnya kenapa? Kamu kenal?" ustaz Reza balik bertanya.

"Ah, tidak ustaz hanya seperti pernah melihatnya saja." jawabku jujur.

"Apa dia sudah lama di pesantren ini?"

"Hayooo, kenapa nanya-nanya? Mas suka sama Claudya?" ustaz Reza menggoda Rey.

"E-e-e tidak ustaz cuma penasaran aja." jawabku gugup sambil menggaruk tengkuk leher yang tak gatal.

Rey tersipu malu dibuatnya.

"Kira-kira sudah tiga tahun ia berada disini. Kasian Claudya, ia datang kesini karena merasa terguncang. Ia kehilangan Ayahnya dalam semalam. Rumahnya disatroni para perampok. Ayah dan adiknya jadi korban perampokan. Alhamdulillah sang adik masih bisa diselamatkan. Tapi tidak dengan Ayahnya."

Rey terkejut dengan penjelasan ustaz Reza. Ia tak menyangka jika adalah kakak dari gadis yang ia tikam sekaligus anak dari seorang laki-laki yang ia rampok.

Hati Rey terenyuh dan kembali merasakan sesak karena rasa bersalahnya. Untung tak dapat diraih, malang tak dapat ditolak. Seperti itulah peribahasa yang menggambarkan Rey dan Claudya.
---------

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now