part 17

58 3 0
                                    

Nissa dan Yusuf mereka saling pandang. Apa yang ada dipikiran mereka sama.

"Jadi Rey anak Bu Ainun?" tanya Nissa terkejut.

"Ustazah kenal anak saya?"

"Iya, dialah kenalan yang saya maksud tadi. Rey tinggal di pesantren kami di jawa timur."

"Subhanallah, jadi Rey selama ini di pesantren ustazah? Makasih Ustazah, pak ustaz sudah menolong anak saya selama ini."

"Semua berkah dari Allah Bu," ucap Yusuf.

"Ayo ustazah kita kembali ke dalam," ajak Ainun.

"Terima kasih Bu, besok insha Allah besok kami kembali lagi. Kami mau istirahat dulu karena kami langsung kesini tadi dari pesantren."

"Baiklah kalo gitu. Sekali lagi terima kasih banyak."

Satu bulan sudah rey di rawat di rumah sakit. Setiap hari pula lah Claudya tak pernah absen untuk datang menjenguk Rey. Kini mereka berniat ingin kbali ke pesantren.

Claudya sudah bisa berdamai dengan hatinya. Tapi belum bisa untuk menerima cintanya Rey ia belum sanggup.

Mereka berangkat kesana bukan hanya berdua tapi bertiga. Riana bersikeras mau ikut ke pesantren tapi hanya untuk beberapa hari. Ia juga tidak ingin berlama-lama Hanah sendirian.

"Claudya hati-hati ya kalo bawa mobil jangan ngebut-ngebut. Kalo capek istirahat dulu trus baru lanjutin lagi perjalanannya. Jangan dipaksain!" Hanah memperingatkan.

"Iya Bunda, kami pergi dulu ya," pamit Claudya.

"Da-da Bunda." Riana melambaikan tangannya.

"Kami permisi Bu, terima kasih sudah mau direpotkan." ucap Rey.

Mobil melaju membelah kita Jakarta di sore hari yang cerah. Mereka sengaja pergi sore hari karena, besok siang ada acara di pesantren. Claudya ingin mengadakan pengajian sekaligus santunan anak yatim karena usaha yang sedang ia jalani sukses dan mendapatkan keuntungan besar.

Di tengah perjalanan mereka dihadang sekelompok orang yang tak dikenal. Jam tangan Claudya menunjukkan pukul sebelas malam. Mereka semua menggunakan helm untuk menutup muka agar tak dikenali. Masing-masing memegang senjata tajam.

Riana yang sedang tertidur tersentak kaget karena Claudya tiba-tiba mengerem mendadak. Untung saja ia menggunakan sabuk pengaman kalo tidak mungkin ia akan membentur dasbor mobil.

"Astagfirullah, mbak kenapa kok tiba-tiba ngerem, sih?" tanya Riana.
Claudya tidak menjawab pertanyaan dari sang adik. Pandangannya hanya  lurus ke depan. Riana pun mengikuti pandangan Claudya.

"Tenang jangan panik. Dan ingat jangan keluar dari mobil apapun yang terjadi. Ah, satu lagi kunci pintunya setelah aku keluar." Rey memperingatkan Claudya dan Riana sebelum ia keluar dari mobil.

"Tunggu! Mas Rey mau kemana? Mas Rey kan belum sembuh total, " cegah Riana.

Rey tak mengindahkan pertanyaan Riana. Ia tetal keluar dari mobil untuk menghadapi para preman itu.
Claudya teringat akan peristiwa perampokan di rumah Ayahnya dulu. Begitupun dengan Riana, ia hampir meregang nyawa di tangan para perampok.

"Mbak, Riana takut... Kasian mas Rey sendirian lawan mereka, mbak!" rengek Riana.

"Kita berdoa ya semoga semua baik-baik aja."

"Kenapa kita gak melapor ke polisi aja mbak?"

"Oh iya," jawab Claudya singkat.
Claudya mengambil ponselnya di dalam tas. Tapi sayang di layar ponsel nya tidak ada satu titik pun sinyal.

"Sial..! Kenapa keadaan genting begini malah gak ada sinyal." Claudya mengumpat seraya memukul kemudi mobil. Bahkan ia lupa jika telpon darurat tanpa perlu ada sinyal pun bisa.

"Heh, siapa kalian? Kenapa menghadang mobil kami? Kalo mau merampok kalian salah sasaran," teriak Rey lantang.

"Loe gak perlu tau siapa kita, Rey." teriak salah satu diantara mereka.

"Mereka tahu namaku? Berarti gue tahu siapa dalang semua ini!" batin Rey.

"Mau apa kalian?"

"Gak usah banyak bacot, seraaang!"

Mereka menyerang Rey secara bersamaan. Mereka main keroyok. Beruntung Rey masih menguasai ilmu bela diri. Walaupun ia sendirian tapi ia mampu menghadapi mereka yang berjumlah 6 orang. Perkelahian tak terelakkan 6 lawan 1.

Orang yang berbaju hitam mencoba memukul Rey dengan sebilah parang, tapi Rey menangkisnya dengan tangannya. Alhasil tangannya berdarah terkena sabetan parang.
Setelah berhasil melukai Rey, pria itu berlari ke arah mobil. Hal itu membuat Claudya dan Riana panik.

Di belakang Rey berlari mengejar pria tersebut. Rey membenturkan kepalanya di kap mobil. Pria itu pun tersungkur ke tanah.

Claudya berpikir mencari cara agar para preman itu pergi. Ia mengeluarkan lagi ponselnya dan ia lun menemukan satu ide cemerlang.

"Riana, mbak punya ide. Semoga ini bisa membantu kita."

"Apa itu, mbak?"

Claudya menunjukkan suara sirine di dalam ponselnya. Ia pun menyambungkan dengan speaker bluetooth yang selalu ia bawa. Riana mengerti dengan ide sang kakak.

Riana berpindah ke jok belakang dan membuka jendela secara perlahan agar tak diketahui para preman. Ia melemparkan speaker itu ke semak-semak. Kemudian Claudya memutar suara sirine, seolah-olah datang polisi untuk menangkap mereka.

"Polisi...polisi...!" teriak pria berbaju merah.

Mereka dengan cepat menaiki sepeda motor masing-masing dan lari terbirit-birit meninggalkan Rey yang terluka di tangannya. Claudya dan Riana keluar dari mobil menghampiri Rey yang terduduk di aspal. Ia merintih kesakitan.

"Mas, mas gak pa-pa? Ya Allah darahnya banyak banget!" pekik Riana begitu melihat darah yang mengalir deras dari tangan Rey.

"Riana! Cepat ambil kotak p3k di laci dasbor ya cepat!" perintah Claudya.
Riana berlari ke mobil dan kembali dengan kotak p3k ditangannya.

"Untuk sementara kita obati dulu. Ini pertolongan pertama supaya kamu gak kehilangan banyak darah. Nanti kita bawa ke rumah sakit." ucap Claudya dengan tangannya yang terus mengobati tangan Rey.

"Riana, kita ke rumah sakit terdekat dulu. Tolong kamu yang bawa mobil ya! Busa kan?" tanya Claudya sambil menuntun Rey menuju mobil.

"Bisa mbak," jawab Riana mantap.
Di dalam mobil Claudya terus memegang tangan Rey yang terluka agar tidak banyak darah keluar.

"Makasih ya Rey, kamu udah banyak nolongin aku." ucap Claudya menunduk.

"Gak Claudya, ini gak sebanding dengan apa yang aku perbuat sama keluarga kamu. Sampai kapanpun aku akan terus melindungi mu dan keluarga mu." ujar Rey dengan memegang punggung tangan Claudya.
-------

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now