part 4

146 9 0
                                    

Iya ya, bau nya makin menyengat. Jangan-jangan...?" Sahut yang lain.

"Hust, jangan ngawur Ibu-ibu. Ini mau belanja apa mau ngerumpi..." protes mang Asep.

"Bener tu Ibu-ibu saya juga sebenarnya curiga bau itu berasal dari rumah Pak Burhan." suara Pak RT yang tiba-tiba menyahut ketika melintasi kumpulan Ibu-ibu.

"Tapi kan rumah Pak Burhan kosong pak RT," elak Romlah.

"Iya kosong tapi saya yakin bau itu dari sana."

"Kalo gitu kita dobrak saja Pak RT, biar kita gak penasaran." usul mang Asep.

"Rencananya hari ini saya ingin menemui perangkat desa membahas masalah ini." Ucap Pak RT sambil menaikan letak kaca matanya yang merosot dari hidung peseknya.

Setelah semua orang berkumpul mereka pun mendobrak pintu rumah Pak Burhan. Sekali dua kali gagal tapi ketiga kalinya pintu berhasil di buka.

'brak' pintu berhasil di dobrak.

"Astaghfirullah!" ucap mereka serempak.

"Kenapa berantakan begini, jangan-jangan ada maling masuk?" terka Pak RT.

Pak RT dan perangkat desa lainnya menelusuri setiap kamar yang berada di lantai satu. Semua berantakan barang-barang tidak pada tempatnya. Sedangkan Romlah, mang Asep serta Ibu-ibu lainnya ke lantai atas.

"Aaaa!!" teriak Romlah bersamaan dengan teriakkan Ibu-ibu yang lain.

Hal itu mengundang para perangkat desa berlari ke asal suara.
Mereka disajikan dengan pemandangan yang mengerikan. Bercak darah dimana-mana. Yang lebih mengerikan disudut kamar tubuh Pak Burhan terkapar bersimbah darah dengan luka tusuk di perutnya. Mereka mencari keberadaan anggota keluarga yang lain.

"Pp-pak RT di-disini ada mayat lagi," ucap mang Asep gugup.

Bergegas yang lain pun mendekat. Mereka tidak pernah menduga jika salah satu warganya menjadi korban perampokan.

"Jangan ada yang menyentuh apapun disini, Pak RT cepat lapor polisi!" perintah Pak RW.

Dalam sekejap rumah Pak Burhan dipenuhi warga yang penasaran ingin tau apa yang sebenarnya terjadi pada keluarga itu. Polisi mulai menyisir setiap sudut rumah, mereka tidak melewatkan satupun. Polisi juga mengamankan cctv yang terpasang di beberapa bagian rumah.

Salah seorang polisi menelpon anggota keluarga yang lain. Polisi mengabarkan jika Pak Burhan dan anak perempuannya sudah meninggal di tempat setelah rumah mereka di satroni perampok. Sebagian barang berharga raib digasak perampok.

Riana Anak perempuan pak burhan dilarikan ke rumah sakit karena denyut jantungnya masih berdetak meski lemah. Jenazah Pak Burhan juga dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan otopsi.

Dengan segera rumah itu dipasang garis polisi untuk mengamanakan TKP. Keesokan harinya, anak Pak Burhan dan anggota Keluarga yang lain datang ke rumah sakit. Mereka tidak menyangka jika malam itu menjadi malam terakhir bagi Pak Burhan. Mereka semua memberikan kesaksian pada pihak kepolisian.

Ternyata malam itu Pak Burhan dan Riana ikut rombongan keluarga menuju puncak bogor. Tapi Pak Burhan tiba-tiba merasa tidak enak badan jadi mereka berdua memutuskan untuk pulang terlebih dahulu.

Suara sepatu menggema di ruangan rumah sakit dimana Riana di rawat. Dia adalah Claudya saudara kembar Riana. Pak Burhan memiliki dua orang anak, mereka si kembar Claudya dan Riana.

"Claudya kamu sudah datang?" ucap Rini adik Pak Burhan. Mereka berpelukan menahan tangis. Hancur hati remuk redam.

"Sampai kapanpun gak akan ku maafin orang yang sudah mengambil Ayah dan mencelakai Riana. Sampai ke ujung dunia manapun ku cari," tekad Claudya.

"Sabar sayang, jangan terbawa emosi. Kasian Ayahmu, biarlah ia tenang disana," Rini mengelus punggung Claudya.

"Gak Bi, mereka harus mendapat hukuman yang setimpal kalau perlu hukuman mati. Nyawa di balas nyawa." Berang Claudya.

Dua hari setelah kejadian polisi berhasil mengantongi identitas para pelaku. Dan keberadaan Rey dkk sudah diketahui oleh pihak kepolisian dari jejak mobil yang ada di TKP.

Beruntung Jejen sudah pergi meninggalkan tempat itu. Ia telah sampai di rumah sakit dimana Ibunya sedang di rawat. Segera menuju kasir untuk melunasi biaya operasi agar sang Ibu cepat ditangani.

Polisi sudah mengumpulkan bukti-bukti dari rekaman cctv untuk menangkap Rey dkk. Mereka ditangkap ditempat persembunyian.

"Angkat tangan, jangan ada yang bergerak," Polisi menggerebek, dan mengeledah semua tempat.
Mereka bersikap koperatif dan tidak melawan. Seakan-akan mereka sudah siap hal ini akan terjadi.

Rey dkk digiring ke kantor polisi. Ibu Rey tidak menyangka jika anaknya bisa berbuat nekat seperti ini. Ia merasa sudah gagal mendidik anak sulungnya itu.

Warga setempat ada yang merasa lega dengan ditangkapnya Rey dkk kampung mereka sedikit lebih tenang.

"Ya Allah, Rey...kenapa kamu senekat ini... Ibu sudah gagal mendidikmu nak..." jerit Ibunya Rey saat Rey digiring oleh polisi.

"Maafin Rey Buk," Rey menunduk malu.

Dalam penyelidikan oleh pihak kepolisian, salah satu teman Rey (Eman) yang telah mengaku menikam korban. Ia ingin menyelamatkan Rey. Rey punya Ibu dan seorang adik perempuan yang perlu dilindungi sedangkan Eman hanya sebatang kara. Ia menganggap Rey lah keluarganya.

Di hari persidangan Rey melihat seorang wanita yang ia kenal. Wanita yang sebelumnya membuat hatinya bergetar sekaligus yang membuat hidupnya penuh penyesalan.

"Perasaan gue pernah liat cewek, itu dimana ya?" batinnya.

Selama persidangan Rey terlihat gusar. Pasalnya ia teringat wanita yang ia lihat di ruang persidangan ternyata wanita yang ia tikam di rumah itu.

"Bukannya dia udah.... Kok bisa disini? Apa jangan-jangan..?" batin Rey berkecamuk.
Rey melongok untuk melihat kaki si gadis

"Kakinya napak ke tanah kok, berarti bukan setan, kok bisa?" Rey menggaruk kepalanya yang tak gatal.

Palu hakim menyadarkan Rey dari lamunannya. Eman divonis penjara seumur hidup sedangkan Rey dan yang lain divonis hanya beberapa tahun saja.

Bu Ainun dan Lora yang hadir dalam persidangan tak bisa menahan tangisnya begitu mendengar vonis yang baru saja dibacakan oleh hakim. Beberapa tahun ke depan ia akan hidup hanya berdua dengan Lora.
------



Cinta Sang Mantan NapiHikayelerin yaşadığı yer. Şimdi keşfedin