part 12

53 4 0
                                    

"Umi, harus bisa tenang agar ia tidak tersinggung.dengan apa yang akan Umi bicarakan. Atau Abi saja yang menemuinya."

"Umi juga mau dengar langsung kebenarannya Bi!"

"Ya sudah nanti panggil Rey untuk menemui kita."

"Sebenarnya inilah yang Umi khawatirkan saat Abi mau menerima mantan napi di pesantren kita. Umi tidak setuju kalo mantan preman itu tinggal disini."

"Umi, mantan napi juga manusia. Ia berhak untuk menjalani hidup yang lebih baik. Lebih baik mantan preman dari pada mantan ustaz kan? Rey pernah bilang sama Abi kalo ia menyesal atas semua perbuatannya. Dan ia mau meminta maaf pada keluarga korban. Tapi Abi juga tidak menyangka jika korban itu adalah keluarga Claudya. Kita harus memberi Rey kesempatan untuk bertaubat." terang ustaz Yusuf.

Pagi hari para santri di sibuk kan dengan aktivitas belajar umum sedangkan Rey sibuk bekerja membantu mbah Tarjo mengurus kebun.

"Mas dipanggil tuh, sama ustaz Yusuf." Rizal datang dengan setengah berlari.

"Kamu kenapa sampai lari-lari segala? Kebelet ya?" ledek Rey.

"Enak aja, kata ustaz suruh cepet. Ini hal yang mendesak katanya, mas."

"Ada apa ya Zal? Tumben pagi-pagi udah manggil. Jangan-jangan disuruh jadi mantu!"

"Huuu..."

Rey melengos pergi meninggalkan Rizal dengan tertawa girang karena sudah bisa ngerjainnya.

Setibanya di rumah ustaz Yusuf dan Umi Nissa sudah menunggu di ruang tamu. Nampak wajah-wajah serius membuat nyali Rey agak menciut.

"Assalamualaikum," sapa Rey dari ambang pintu.

"Waalaikumsalam, sini masuk nak Rey. Kami sudah menunggu." ustaz Yusuf mempersilahkan Rey untuk duduk disampingnya.

"Begini nak Rey sebelumnya kami minta maaf kalo apa yang akan kami bicarakan menyinggung perasaan nak Rey." Umi Nissa memulai percakapan dengan merapatkan kedua telapak tangannya di dada.

"Sebenarnya ada apa ini Umi?" tanya Rey bingung dengan situasi yang sedang ia hadapi.

"Nak Rey, kami ingin menanyakan masa lalu nak Rey. Apa nak Rey mengenali Claudya sebelumnya?"

"Sebelumnya saya juga meminta maaf karena tidak memberitahukan pada Umi dan ustaz kalo saya memang mengenal Claudya tapi tidak kenal langsung. Tunggu! Apa ini ada hubungannya dengan pingsannya Claudya kemarin?

"Iya, Claudya pingsan karena syok melihat helm yang nak Rey pakai. Ia sudah bisa melupakan kejadian masa lalu nya. Entah kenapa ia bisa menjadi tidak terkontrol begini saat melihat helm itu." kata Umi Nissa.

"Apa benar helm itu milik nak Rey?" tanya ustaz Yusuf.

"Maaf, bukan ustaz itu milik teman saya yang masih di dalam rutan. Kemarin saya menemuinya setelah sebelumnya menemui Ibu dan Adik saya di rumah." ujar Rey bohong jika helm itu miliknya. Cukup ia dan eman yang tahu sebenarnya siapa yang menikam Ayah Claudya.

"Dulu saya pernah bertemu Claudya satu kali sewaktu persidangan. Saat itu saya tidak tahu jika Claudya adalah anak Pak Burhan dan mereka ternya kembar. Saya pikir itu hanya halusinasi karena rasa bersalah saya pada anak Pak Burhan. Dan saya juga baru tahu ketika masuk ke pesantren ini."

Ustaz Yusuf dan istri mendengarkan dengan seksama. Rey menhela nafas dan membuangnya dengan kasar. Ingatannya kembali ke masa lalu. Ia pasrah jika hari ini, hari terakhirnya berada di pesantren.

"Mungkin Claudya saat ini bertemu saya di pesantren ini ia tidak mengenali saya, karena penampilan saya sekarang jauh berbeda dengan penampilan saya yang dulu." lanjut Rey kemudian.

"Kami tahu nak Rey sudah berubah dan mau bertaubat. Oleh karena itu saya harap nak Rey betah tinggal disini. Tapi saya juga berharap nak Rey jangan mendekati Claudya sementara ini!" Ucap ustaz Yusuf pelan tapi penuh penekanan.

"Baiklah ustaz jika itu demi kebaikan."

"Saya harap nak Rey mengerti." Umi Nissa menimpali.

"Kalo sudah tidak ada yang perlu dibicarakan saya permisi dulu mau lanjutin kerja." kata Rey seraya bangkit dari duduknya.

"Silahkan nak Rey, kami sudah selesai."

Rey meninggalkan rumah ustaz Yusuf dengan perasaan gamang. Ia merasa tidak enak hati pada mereka. Terutama pada Claudya, tapi ia masih mau berusaha untuk meminta maaf pada Claudya. Ia beruntung tidak diusir dari pesantren karena perbuatannya dulu pada Claudya.

Beberapa hari kemudian setelah kejadian Claudya pingsan itu, Rey berusaha menghindari Claudya. Ia tidak mau membuat Umi Nissa cemas dengan keadaaan Claudya.

Siang hari yang begitu terik ada sebuah taksi masuk ke halaman rumah ustaz Yusuf. Seorang pria tampan turun dari mobil. Pria berparas manis berjambang tipis menghiasi dagunya. Sang supir menurunkan kopernya dari bagasi.

"Assalamualaikum, bude," sapa pria itu dari ambang pintu.

"Waalaikumsalam," jawabnya singkat dari dalam rumah.

Tak berselang lama keluarlah wanita paruh baya yang tak lain Umi Nissa yang ternyata Bibi dari pria tersebut.

"Ya Allah gusti... Faruq kapan sampai? Kok gak ngabarin Bude dulu kalo mau dateng...?"

"Sengaja mau bikin surprise biar kayak orang-orang gitu..."

"Kamu bisa aja... Yuk masuk kamu pasti capek. Mau Bude buatin minum?"

"Gak usah repot-repot Bude keluarin aja semua yang ada.." Faruq terus menggoda Budenya.

"Kamu bercanda terus, ah" Umi Nissa berlalu menuju dapur untuk membuatkan minuman.

Karena merasa penat dan panas Faruq ingin mandi. Ia menuju kamarnya yang selama ini jika ia mampir ke tempat bude nya. Ketika hendak membuka pintu kamar Faruq berpapasan dengan Claudya.

Mereka beradu pandang selama beberapa detik. Kemudian masing-masing mengucapkan istighfar dan masuk ke kamar dengan membanting pintu secara bersaaman. Hal itu membuat Umi Nissa kaget.

"Astagfirullah apa itu?" Umi Nissa meninggalkan gelas yang tadi ia buat dan melangkahkan kakinya ke tempat dimana tadi Faruq berada.

"Loh, kemana Faruq? Apa sudah masuk ke kamar?"

"Mungkin dia capek. Biar istirahat aja lah dulu." Umi Nissa berbicara sendiri.

POV Faruq.

Setelah sekian lama menuntut ilmu di negeri orang, akhirnya aku bisa pulang ke Indonesia. Gak sabar mau ketemu Bude. Kangen suasana di pondok pesantren.

Pesawat sudah mendarat dengan selamat di bandara Juanda. Aku berniat untuk menelpon Bude ingin mengabari kalau aku sudah sampai di Indonesia.

Tapi ku pikir-pikir lagi mau kasih surprise buat Bude sama Pakde. Jadi ku urungkan menelponnya ku masukkan kembali benda pipih itu ke saku.

Sesampai di pondok, suasananya membuatku rindu dengan Ayah dan Ibu. Karena di pondok inilah aku dibesarkan. Setelah mereka tiada Bude dan Pakde lah yang mengurus pesantren ini.
-------

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now