part 11

67 5 0
                                    

"Kemana sih mereka, belanjaan ditinggal gitu aja disini. Mana mau hujan lagi. Harus cepet ini bisa basah semua nanti." gumam Claudya.

"Maaf mas mau nanya, lihat orang yang berdiri disini tadi gak? Yang bawa semua belanjaan ini?" Claudya bertanya pada tukang parkir motor.

"Oh, mas-mas yang ngejar pencopet tadi ya?"

"Iya bener yang itu, kemana ya?"

"Tadi saya lihat mereka masuk ke warung bakso itu." ia menujnuk warung bakso yang tak jauh dari sana.

"Makasih," jawab Claudya singkat.

Dengan perasaan kesal Claudya percepat langkahnya ke tempat yang dimaksud.

"Enaknya yang lagi makan bakso...mana belanjaan ditinggal gitu aja. Aku nyari kemana-mana malah enak-enakan makan disini." Claudya datang dengan bertolak pinggang.

"Ehm, sini-sini kita makan bakso dulu. Ini enak banget loh!" ucap Rey yang masih mengunyah bakso di dalam mulutnya.

"Begini ya mas Reynaldi, kamu gak liat itu udah mendung, sebentar lagi mau hujan. Bisa basah semua nanti belanjaan kita terutama beras."

"Astaghfirullah, iya bener. Ayo Zal kita pulang. Kamu ke sana duluan, aku mau bayar baksonya dulu." mereka beranjak dari tempat duduknya.

Rey setengah berlari untuk mengambil mobil. Setelah semua masuk ke mobil, hujan mulai turun dengan derasnya.

"Tuh, bener kan hujan hampir aja basah semua." oceh Claudya.

"Maaf nyonya kita gak sadar kalo mau hujan. Jangan manyun gitu dong nanti kusut lagi kayak pakaian. Oops!" Rey pura-pura keceplosan.

"Iya mbak, tadi kami lapar. Makanya sambil nunggu kami makan bakso." Rizal tersenyum lebar menunjukkan gigi gingsulnya.

"Ya udah, ayi cepet kita pulang, pelan-pelan aja jalannya licin." ucap Claudya sambil melipat tangannya di dada.

"Siap bos!" Rey meletakkan tangannya memberi tanda hormat.

Mobil pun melaju dengan sangat hati-hati. Hujan turun dengan lebat siang itu membuat jarak pandang menjadi terbatas. Tak lupa doa mereka panjatkan sepanjang perjalanan pulang.

"Ya Allah, Alhamdulillah kalian udah pulang...kalian gak kenapa-napa kan? Kok baru pulang to ndok...!" ucap Umi Nissa begitu melihat Claudya turun dari mobil.

Hujan belum juga reda. Awan hitam masih menggelayut manja di atas sana. Angin berhembus membuat siapapun ingin meringkuk di bawah selimut.

"Maaf Umi, kami baru pulang. Tadi di pasar ada kejadian diluar dugaan." ujar Claudya setelah memasuki rumah.

"Iya Umi tadi kami hampir aja gak bisa belanja." potong Rizal.

"Astagfirullah, memang ada apa? Ada kejadian apa? Apa ada yang terluka?" tanya nya beruntun.

"Tenang Umi, Satu-satu nanya nya. Begini, waktu kita sampai pasar, dompet Claudya dicopet. Mas Rey yang lihat itu langsung ngejar pencopet. Alhamdulillah bisa balik lagi dompetnya. Begitu mau pulang malah hujan." jelas Claudya.

"Alhamdulillah, makasih nak Rey sudah nolongin anak Umi."

"Umi gak perlu berterima kasih itu sudah kewajiban saya."

Karena kejadian itu Umi Nissa sedikit menambah kepercayaannya jika Rey memang sudah bertaubat. Umi Nissa tau kalau Rey mantan seorang napi tapi ia tidak tahu jika Rey lah yang membuat Claudya menjadi  anak yatim piatu.

Beberapa hari kemudian ada kecelakaan di depan pondok pesantren. Sebuah sepeda motor menabrak pagar pesantren. Menurut warga melihat pengendara motor hendak menyalip becak yang ada di depannya tapi ada sebuah lubang besar. Untuk menghindari becak tersebut agar tidak tertabrak. Ia banting setir ke kanan lalu menabrak pagar.

Para santri keluar untuk melihat apa yang terjadi. Beruntung pengendara motor hanya mengalami luka ringan hanya motornya yang rusak parah.

"Mas,mas gak pa-pa? Apa ada yang luka?"  tanya ustaz Yusuf sambil membantunya berdiri.

"Alhamdulillah saya gak pa-pa ustaz."

"Kok seperti saya kenal suaranya." lirih ustaz Yusuf.

"Bayu, tolong ambilkan segelas air ya!" ustaz Yusuf menyuruh salah satu santri.

"Ini mas minum dulu!" ustaz Yusuf menyodorkan segelas air putih.

Si pengendara itu pun membuka helmnya dan mengucapkan terima kasih pada ustaz Yusuf yang sudah menolongnya. Semua santri kaget begitupun dengan Claudya. Ternyata dibalik helm itu adalah Reynaldi.

Bukan hanya itu Claudya juga mengenali helm yang dikenakan Rey.
Claudya ingat betul helm bercorak tengkorak itu. Ingatannya kembali ke peristiwa dimana sang Ayah terbunuh. Rekaman CCTV yang berada di rumahnya menjadi bukti jelas kalo pemilik helm itulah pelakunya.

Tubuh Claudya gemetar, dadanya berdegub kencang. Wajahnya puas bak tak teraliri darah. Ia pun tak sadarkan diri.

Melihat hal itu Rey dengan spontan menggendong Claudya ke rumah Umi Nissa. Ustaz Yusuf pun dibuatnya cemas.

"Astaghfirullah, Claudya kenapa Bi? Sini-sini baringkan disini." ucap Umi Nissa pada Rey untuk membaringkan Claudya di sofa ruang tamu.

"Abi, juga gak tahu Umi. Tiba-tiba Claudya pingsan."

Peluh membanjiri kening Claudya. Umi Nissa mengoleskan minyak kayu putih di hidung dan kening Claudya.

"E-e-e pembunuh itu ada disini..."

"Sayang, anak Umi. Sadar nak sadar, istighfar." Umi Nissa menepuk-nepuk pipi Claudya dengan lembut.

"Umi, pembunuh itu ada disini. Claudya harus gimana..." dengan nafas tersengal-sengal Claudya mengucapkan nya.

"Istighfar nak istighfar," Umi Nissa memeluk Claudya dengan belir bening jatuh di pipinya.

"Sudahlah Umi biarkan dia tenang dulu. Bawa Claudya ke kamar." perintah ustaz Yusuf yang di balas anggukan kepala oleh istrinya itu.

Umi Nissa menenangkan Claudya yang terus meracau. Ia memapahnya menuju ke kamar. Agar Claudya lebih tenang. Di dalam Claudya menceritakan semuanya dari awal bagaimana kejadian itu. Dan Rey lah dibalik perampokan.

Umi Nissa tak mengatakan sepatah katapun. Ia hanya memeluk Claudya dengan erat. Ia tak ingin di hati Claudya timbul lagi perasaan dendamnya. Umi sangat mengkhawatirkan Claudya oleh karena itu ia berniat menemui Rey dan menanyakan kebenarannya.

"Abi, Claudya sudah cerita semua. Ternyata Rey yang sudah melakukan perampokan dan pembunuhan di rumahnya."

"Ha, yang bener Umi? Terus sekarang gimana keadaan Claudya?"

"Dia masih syok dan istirahat di kamarnya. Umi berniat mau menemuinya dan menanyakan kebenaran pada Rey langsung Bi?"

Cinta Sang Mantan NapiWhere stories live. Discover now