34

2.3K 457 52
                                    

Happy reading :)
.
.

Empat tahun kemudian. 2022.

They said, time will heal. Dengan tidak melakukan apa pun, membiarkan hidup mengalir begitu saja. Tidak berusaha terlalu keras untuk melupakan, apalagi berubah. Biar waktu yang berjalan yang menjawab serta menyembuhkan luka yang membekas.

Namun, tiga kata itu tidak sepenuhnya mujarab bagi Via. Seiring berjalannya waktu, Via masih saja terbayang kejadian-kejadian yang membentuknya hari ini.

Ia masih belum sepenuhnya lepas dari waktu-waktu kelamnya, yakni tiga bulan di Jogja pascapisah dari SmallHelp.

Tidak lama setelah mengunjungi Candra, Via kembali pulang. Bukan ke rumah ibunya, bukan juga kembali menetap di kos-kosan Bian. Malam itu juga, ia memesan tiket kereta tercepat untuk kembali ke Jakarta. Sesampainya di kos-kosan, ia langsung berkemas.

Tidak ada yang menahannya pergi. Bian bahkan membiarkannya pergi, tanpa mengantarnya sampai ke stasiun. Via juga tidak mengabari Leo soal kepergiannya dari Jogja hingga dua hari kemudian. Azle sampai terkejut begitu mengetahui posisi Via sudah berada di Jakarta, lewat Instastory pemandangan kereta yang dipamerkannya setelah lebih dari tiga bulan hiatus.

Tujuan utama Via kembali adalah menghilangkan kegelisahan yang tidak kunjung hilang, yakni ketakutannya untuk kembali merangkul karier yang sempat dilepas.

"Gimana, Mbak?"

Via mengerjap. Rafi baru saja menyapanya kembali setelah mendengarkan presentasi perihal strategi yang hendak mereka jalani dalam kuartal berikutnya. Ia berharap Rafi tidak curiga bahwa ia melewatkan hampir keseluruhan detail presentasi hari ini. Via sekadar menangkap inti dari

Dari balik kamera, Via mengangguk kepada lima orang peserta rapat dalam rapat virtual mingguan. "Kayaknya oke. Coba kalian implementasikan ya."

Empat dari lima peserta tampak puas dengan respons Via. Kecuali Rafi, keempatnya terlihat berseri setelah Via menyetujui hasil pekerjaan mereka yang baru direvisi sekali dari pembahasan rapat pada minggu sebelumnya.

"Oke, kayaknya rapat kali ini cukup ya. Kalian berempat boleh left sekarang." Rafi mempersilakan keempat staf yang berada di bawahnya untuk meninggalkan ruang rapat. Sebelum Via left, Rafi buru-buru menambahkan, "Mbak, sebentar. Kita ngobrol dulu."

Setelah ruang rapat virtual hanya tersisa mereka berdua, Rafi mengeluarkan unek-uneknya.

"Mbak, serius sama keputusan Mbak?" tanyanya tanpa basa-basi.

Via menaikkan alisnya, "Memangnya kenapa?"

"Sampai hari ini, aku masih nggak biasa sama Mbak yang sekarang." Rafi menggeleng, "Mbak Via yang dulu aku kenal tuh nggak akan semudah itu mengiakan pendapat orang lain sebelum tiga kali rapat. Ini kita baru rapat sekali lho, Mbak. Sekali!"

"Yah mau gimana lagi. Presentasi mereka memang bagus kok. Kayaknya nggak ada lagi yang harus dikritisi."

Rafi menggeleng dengan cepat, "Serius, ini kayak bukan lagi ngobrol sama Mbak Via yang saya kenal," komentarnya lagi. Via tergelak mendengarnya.

"Kelihatannya malah kamu yang nggak puas sama kinerja mereka," ujar Via setelah tawanya mereda. "Jangan terlalu keras sama mereka, Fi. Kalau mereka kabur gimana?"

Rafi mencebik. "Aku nggak segalak itu sampai mereka kabur dan minta resign."

Via justru tertawa kencang alih-alih merengut. "Nggak salah memang, keputusan aku buat ngajak kamu kerja bareng."

FLAW(LESS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang