Epilog

4.1K 506 33
                                    

Sudah siap berpisah dengan Via?

Happy reading :)
.
.

Ia melintas ruang kerja menuju dapur saat menyadari lampu ruangan tersebut menyala. Rasanya, ia sudah mematikan lampu ruang tersebut sebelum pindah ke kamar. Pintunya juga tidak lupa ia rapatkan.

Berhubung ia tidak percaya hal-hal mistis, satu-satunya alasan lampu ruangan itu masih menyala karena anak perempuan satu-satunya itu berada di dalam sana. Suaminya sedang tidak berada di rumah karena baru saja tiba di Seoul, dalam rangka perjalanan bisnis hingga tiga hari ke depan.

Gadis beranjak remaja itu lagi-lagi mencuri kesempatan untuk membaca majalah-majalah bisnis lama di ruang kerjanya. Padahal, waktu sudah menunjukkan lewat pukul satu dini hari. Ini sudah lewat dari jam tidurnya.

"Gayatri," panggilnya dengan suara rendah. "Sudah jam berapa ini?"

Gadis bernama Gayatri itu langsung gelagapan. "Ma-Mama," lalu ia menyengir. "Aku tadi mau bikin susu hangat, terus belok ke ruang kerja Mama sama Papa buat baca-baca biar ngantuk. Eh, malah keterusan."

Senyum itu sama persis dengan senyum suaminya. Ketika semua penampilan fisik anaknya datang dari dirinya, segala sifat sampai senyumnya sangat menjiplak ayahnya.

"Oya Ma, aku tadi baca ulang semua wawancara Mama di majalah. Terus aku baru ngeh kalau Mama nggak menyebut nama Papa di awal-awal wawancara Mama. Aku baca sampai tahunnya, kalau diitung-itung, Mama sama Papa udah nikah. Bahkan udah aku pula. Padahal cerita Mama selama ini kayak udah kenal Papa lama banget."

"Oh," ia paham maksud Gayatri. "Itu sih karena Mama sempat salah sangka sama Papa. Mama sempat mengira, Papa kamu bakal nikah sama orang lain. Waktu itu, Mama hampir aja ngucapin selamat. Ternyata, Papa bilang kalau dia sama sekali belum menikah. Terus nggak lama setelah itu, Papa kamu melamar Mama."

Gayatri terkekeh. Berulang kali mendengar kisah itu dari kedua orang tuanya, ia masih saja terhibur.

"Lagi pula awal-awal kamu lahir itu, Mama sama Papa masih aktif-aktifnya kerja. Mama belum menjadi Mama yang sekarang. Mama juga belum jual sebagian besar saham perusahaan Mama ke pihak lain, dan Papa masih belum mau kembali mengurus bisnis lungsuran ayahnya. Kita masih sibuk dengan dunia masing-masing."

Matanya kembali berkelana ke masa lalu. "Tapi begitu ada kamu, prioritas Mama mulai berubah. Mama mulai menyesuaikan diri, begitu juga dengan Papa. Mulai dari estafet jabatan Mama ke Om Raf, mencari pekerjaan yang bisa dikerjakan dari rumah biar bisa menemani kamu. Dan kerja dari rumahnya malah keterusan sampai sekarang."

"Jadi, sudah puas mendengar dongeng Mama, kan? Waktunya tidur. Kamu harus bangun lagi subuh," ingatnya dengan tegas sambil mengantar Gayatri ke kamar tidurnya.

Setelah memastikan Gayatri tertidur, ia kembali masuk ke dalam ruang kerja untuk menyusun kembali majalah-majalah bisnis lama yang terdapat artikel ia dan suaminya. Dari sekian majalah, ada satu yang paling berkesan. Majalah yang satu-satunya menggunakan ia dan suaminya sebagai sampul majalah tersebut alih-alih model profesional.

Salah satu pemotretan yang tidak terduga sekaligus berkesan baginya juga suami. Thanks to Gayatri, to make that happened.

***

"Terima kasih untuk waktunya, Mbak Via."

Pewarta itu telah mengakhiri sesi wawancara yang berlangsung hampir tiga jam. Akhirnya, Via bisa meluruskan kaki dan badannya yang pegal-pegal karena terlalu lama duduk. "Sama-sama, Mbak. Semoga artikelnya bisa bikin saya puas, nggak senewen karena kurang informasi."

"Siap, Mbak. Pokoknya, Mbak Via nggak akan kecewa sama artikel satu ini. Saya jamin."

Via mengangguk seraya menyunggingkan senyum tipis. "Kalau begitu, saya tunggu."

FLAW(LESS)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang