26

4.2K 690 87
                                    

Sudah 3 bulan nggak ketemu, semoga masih ingat sama ceritanya ya 😂

Happy reading

.
.

Via menandaskan makan malam sekaligus makan siang yang dilewatkannya tanpa sisa. Dia tidak menyangka bisa bertemu dengan Bian, kakak Candra yang belum pernah ia temui. Selama ini, Via mengenal kakaknya Candra dari cerita pemuda itu di masa lalu.

Tinggal minuman yang masih belum disentuh Via. Bulir di gelas plastik terlihat utuh tanpa jejak tangan menunjukkan ia enggan untuk meminumnya. Mungkin minuman itu tidak lagi menjadi favoritnya, terka Bian dalam hati.

"Omong-omong," Bian memulai percakapan. "Kamu kenapa sinis banget sama Leo?"

Gerakan Via mengunyah suapan terakhirnya pun terjeda. Dengan perlahan, ia mengunyah selembut mungkin hingga dapat menelannya sesenyap mungkin.

"Leo bilang, kamu sama sekali nggak pernah kemari sejak mulai kuliah." Lanjut Bian lagi.

Via mendengus. "Lebih tepatnya, sejak orang tuaku bercerai." Tangannya bergerak menuju cup plastik, lalu meneguknya sekali. Bian tanpa sadar mengulas senyum tipis.

"Kamu marah karena orangtua kamu berpisah?" Bian bertanya.

Via menggeleng.

"Lalu?"

Via menyesap minuman itu hingga habis setengah. "Aku marah karena mereka menutupi alasan perpisahan orangtuaku. Siapapun itu, aku paling tidak suka dibohongi."

"Walau Ibu kamu yang bohong?" Bian menyipitkan pandangan kala menanyakan hal itu.

Tanpa ragu, Via mengangguk. "Tanpa terkecuali."

Bian mendesah tidak percaya. "Sulit dipercaya. Kamu ternyata pendendam juga, Livia." Jeda sesaat sebelum Bian melanjutkan, "Lalu bagaimana dengan Dimas? Dia juga berbohong sama kamu, bukan?"

Via mengerjap.

"Kamu sendiri sadar kan, alasan Dimas mengirim kamu ke sini? Aku tahu kamu nggak sebodoh itu menutup mata dan telinga kamu."

Reaksi Via membuat Bian ternganga. "Jangan bilang, kamu nggak tahu alasan sebenarnya Dimas dan teman-temanmu di Jakarta mengirim kamu kemari?"

"Mengirim kamu ke sini untuk riset pasar? Meyakinkan gue mengambil posisi CIO-nya SmallHelp?" Bian mendenguskan tawa, "Gue nggak nyangka Dimas memberi alasan payah agar kamu menjauh dari headquarter selagi dia berusaha mempertahankan SmallHelp dan posisinya sebagai CEO di sana?"

"Lantas apa hubungannya sama aku?" Via bertanya.

Bian lagi-lagi menghela napas. "Kamu serius nggak paham? Bukannya kamu CMO mereka? Harusnya kamu mengerti sama jalan pikir mereka, mengirim ace mereka kemari."

"Tiga bulan lalu, aku mundur jadi CMO mereka."

"Pantas saja kamu nggak ngeh sama situasi mereka sekarang," ucap Bian seraya menggeleng pelan, "Kamu berarti nggak tahu kalau SmallHelp nyaris diakuisisi Fujie Group?"

"Kalau soal itu aku juga tahu," Via menghela napas kecewa. "Nara pengin Fujie Group menguasai sebagian besar kepemilikan SmallHelp. Terakhir ketemu rapat dengan investor, dia masih bertekad mengambil alih SmallHelp."

"Kamu tahu kenapa?"

Via menggeleng.

"Karena dia mau kamu, Vi."

"Aku?" Via terkekeh pelan, "Yang benar aja."

Bian mengerutkan keningnya. "Aku serius, Vi."

"Aku juga serius, Bian. Aku bahkan tidak pernah dekat dengan Nara. Bicara dengan Nara saja tidak pernah." Diam-diam Via memikirkan perkataan Bian. Interaksinya dengan Nara selama ini sekadar pekerjaan.

FLAW(LESS)Where stories live. Discover now